Saat itu masih ada warga yang membeli, namun penjualan sudah mulai susah. "Tos rada seuseut payuna. Harga segitu yang membelinya orang benar-benar ingin makan jengkol, itu pun kadang 2-3 hari tak habis," tuturnya.
Setelah harga Rp35.000/kg itu, sejak sekira sebulan lalu langsung naik ke Rp70.000/kg. Dengan harga naik 100 persen tersebut Kusnadi pun tak berani membeli dari pasar karena ia sudah memperkirakan akan susah laku.
Apalagi di kios langganannya di Pasar Cikurubuk Kota Tasikmalaya pun sudah tak menjual jengkol. "Da jengkolna ge di kios langganan abdina teu aya, he he," ujar warga Cicariu Kelurahan Nagarasari Kecamatan Cipedes itu, tersenyum getir.
Kusnadi mengaku mengetahui harga jengkol Rp70.000/kg itu dari pedagang jengkol di Pasar Cikurubuk lainnya. Selain jengkol, pedagang tersebut menjual juga pisang. Jengkol yang dijual di kios tersebut tak banyak paling sekira 5 kg.
"Teu seueuer dagangna, nya lamun disebat nekad teh nekad ku harga sakitu mah. Pan jengkol mah sanes makanan pokok," tutur alumni STM MJPS Tasikmalaya itu.
Ditanya kira-kira kapan lagi akan menyediakan jengkol di gerobak motor sayuran kelilingnya, Kusnadi belum memastikan. Menurutnya, dirinya baru akan dagang jengkol lagi jika harganya telah terjangkau. "Susah diperkirakannya (harga kembali stabil), berbeda dengan daging ayam
misalnya yang banyak pemasok atau peternaknya," ujarnya.
Adapun jika harga jengkol masih di kisaran Rp55.000/kg, ia belum akan menyediakan makanan yang punya wangi khas tersebut. "Ya paling saya menjual jengkol lagi kalau bisa menjual dengan harga sekitar Rp10.000-Rp12.000/2,5 ons," ujarnya.