11 Kriteria dalam Membuat Kritik Film, Simak di Sini!

- 4 Mei 2023, 11:32 WIB
Shooting, salah satu proses pembuatan film/latd.com
Shooting, salah satu proses pembuatan film/latd.com /


KABAR PRIANGAN - Peran kritik film sangat penting dalam dunia perfilman. Mereka merupakan penyeimbang industri film dan garda terdepan penyokong pengembangan medium film yang merupakan bagian dari seni yang akan terus eksis hingga akhir zaman.

Maka wajar jika setingkat Dewan Kebudayaan Jakarta mengadakan lomba membuat kritik film sebagai wadah bagi para pecinta film dan kritikus-kritikus film untuk berkarya, yang diharapkan dapat mengembangkan dan memperkaya khasanah penulisan kritik film di Indonesia, yang sedang berlangsung dan akan ditutp pada akhir Mei 2023.

Setiap orang pasti pernah mengkritik film yang ditontonnya, seperti mengatakan bahwa ‘filmnya tidak bagus’, atau ‘aktingnya jelek’, namun untuk membuat sebuah kritik film dibutuhkan kemampuan penilaian dan kriteria yang lebih dari pada itu.

Baca Juga: Belasan Kambing di Rancah Ciamis Mati di Kandang dengan Lubang di Leher, Warga Duga Ulah Srigala

Dilansir oleh kabar priangan dari artikel berjudul Kritik Film: Kriteria dan Penilaian karya jurnalis dan kritikus film berkebangsaan Indonesia, Himawan Pratista, yang dimuat dalam laman montasefilm.com yang terbit pada 10 Juni 2019.

Dalam artikel tersebut dibahas beberapa tolak ukur atau yang digunakan untuk membuat kritik film, yaitu:

1. Realitas

Biasanya film drama realis atau biografi menggunakan tolak ukur realitas sebagai bahan ulasannya. Kriteria ini merujuk pada sejauh mana film tersebut sesuai dengan kenyataan, dengan membandingkan kisah, tokoh, dan peristiwa yang benar-benar terjadi. Seringkali capaian aktong aktor menjadi bahan apresiasi karena kemiripannya. Dalam kriteria ini aspek yang dinilai dapat dilihat dari segi cerita, seting, mudik, kostum, dan lainnya.

Baca Juga: Kantor Kerap Kebanjiran, Petugas PPK Jatigede Sumedang Mengungsi jika Turun Hujan

2. Moral

Kriteria ini basanya dipakai untuk mengkritik film yang mengabaikan aspek moral, seperti eksploitasi seks, kekerasan, sadisme, komedi kasar. Film-film remaja, komedi, dan aksi biasanya menjadi sasaran kriteria ini karena dinilaitidakmendidik dan memberikan nilai.
Namun untuk film festival, biasanya sineas mengabaikan kriteria moral untuk kepentingan estetika dan seringkali mendapat apresiasi yang tinggi.

3. Target penonton

Target penonton terkait dengan sasaran penonton, misalnya berdasarkan klasifikasi usia, kelompok tertentu, atau penikmat genre atau sekuel film tertentu. Tapi saat ini perkembangan pasar tidak hanya mengarah pada satu kelompok tertentu.

Biasanya film animasi dibuat untuk anak-anak, tetapi karena perkembangan makna yang dimuat dalam film animasitersebut, film itu kini tak hanya ditonton oleh anak-anak.

Baca Juga: Dilanda Banyak Bencana, Abuya Ajak Masyarakat Sumedang Berdoa Lebih Khusyuk

4. Sisi hiburan

Tujuan menonton film bagi banyak orang adalah untuk hiburan, jika penonton terhibur berarti film tesebut berhasil. Tapi tak jarang ada film yang sangat laku dipasaran tetapi memilki kritikan yang jelek, karena mampu menghibur penonton.
Tapi ada pula film yang memilki keseimbangan antara nilai estetik yang tinggi dan nilai iburan yang juga baik, tapi tentu itu adalah hal yang sulit diwujudkan.

5. Inovatif atau orisinalitas karya

Pada dasarnya seorang kritikus akan mencari sesuatu yang baru dan segar dalam sebuah karya film. Kriteria ini sangat luas dan mewakili aspek apa saja, baik dari cerita, cara bertutur, teknik pengamblan gambar, dan lainnya.

6.Kompleksitas

Seorang kritikus umumnya tidak menyukai film yag mudah dibaca. Sebagai penonton pasti ingin film yang mampu mengusik rasa penasaran dengan kisah film yang tak mampu diantisipasi semata.

Baca Juga: 5 Tempat Wisata di Bandung yang Lagi Hits 2023 dan Cocok untuk Anak-Anak, Ini Destinasinya!

7. Motivasi penceritaan

Tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa sebab. Setiap aksi dan peristiwa pasti memiliki motivasi untuk menggerakan alur cerita. Hal ini berkaitan dengan naskah film tersebut. Misalnya tentang latar belakang penokohan dan masalah sehingga berdampak pada konflik dan penyelesaian konflik.

8. Logika dan realitas narasi

Logika dan realitas narasi bergantung pada genre sebuah film. Jika ada bom meledak di dekat seseorang, orang itu pasti ikut meledak dan tewas seketika, tapi tidak demikian pada film komedi. Logika dan realitas narasi ini berkaitan dengan sebab akibat atau kausalitas.
Terkadang ada film yang kausalitasnya lepas yang disebut plot hole, hal ini biasanya menjadi sasaran empuk kritikus.

9. Interktekstual

Kriteria ini adalah membandungkan satu tekstur tengan tekstur lainnya. Misalnya film Harry Poter dibandingkan dengan film Lord of the Ring karena sama-sama bergenre fantasi, atau dibandingkan dengan film Harry Poter sekuel lainnya.

Baca Juga: PMII PC Tasikmalaya saat Unjuk Rasa di Stadion Wiradadaha, Ini Tuntutannya!

10. Estetik atau sinematik

Kriteria ini merupakan aspek yang paling luas, meliputi semua unsur sinematik dalam film, mulai dar akting pemain, tata busana, make up, musik, setting, pencahayaan, hingga editing, dan setiap sineas memilki gaya sinematiknya masing-masing.

11. Isu atau tema

Isu atau tema seringkali memjadikan sebuah film menjadi sebuah karya masterpiece, sebab isu dan tema tersebut dapat dikaburkan melalui kemasan yang menarik, misalnya isu kemanusiaan yang menyentuh dibalut dalam adegan yang penuh aksi.

Masing-masing tolak ukur dapat dibedakan atau berdiri sendiri, namun bisa jadi salingberkaitan dan tumpang tindih. Hal tersebut disesuaikan dengn film yang sedang diulas. Dan akan terus berkembang sesuai dengan berkembanganya industri film itu sendiri.

Baca Juga: 5 Tempat Wisata Terbaru yang Lagi Hits di Bandung, dari Miniatur Negara Hingga Konsep Negeri Dongeng

Itulah sebelas kriteria atau tolak ukur untuk membuat kritik film.***

Editor: Dede Nurhidayat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah