KABAR PRIANGAN - Kelom Geulis, salah satu ikon Kota Tasikmalaya pernah mengalami masa kejayaannya. Era sebelum Covid-19, atau era tahun 2000 - 2010, kelom geulis begitu booming bahkan outlet kelom geulis di Tamansari kerap dikunjungi oleh sejumlah pemerintah daerah lain, sekolah, mahasiswa dan lembaga lain untuk sekedar studi banding dan mengetahui proses kelom geulis langsung dari perajin.
Namun saat ini, kejayaan kelom geulis mulai berkurang bahkan sudah redup. Selain badai Covid-19, juga persaingan pasar bebas yang begitu banyak ragam pilihan alas kaki dengan harga sangat terjangkau membanjiri pasar.
Sontak saja, kelom geulis yang dibuat melalui tangan (handmade) serta ukiran berbentuk seni indah sehingga harganya yang lumayan membuatnya tak mampu bersaing dengan produk murah dengan kegunaan yang sama, yakni alas kaki.
Baca Juga: Hujan Belum Merata, Warga Kota Tasikmalaya Masih Butuh Kiriman Air Bersih
Ny. Hj. Iip Masripah, pemilik outlet kelom geulis 'Keyreiko' warga Kampung Gunungkanyere Kelurahan Mulyasari Kecamatan Tamansari Kota Tasikmalaya misalnya.
Ia menyebut, pengusaha kelom geulis yang masih bertahan saat ini tersisa sekitar 30 persen saja dari saat masa keemasan dulu.
"Banyak perajin atau pengusaha UMKM kelom geulis saat ini yang banting setir untuk bisa bertahan menghidupi keluarga agar dapur tetap ngebul. Ada yang beralih ke kuliner, baju dan jasa. Beda Pak dulu dengan sekarang mah," ucap dia saat mengikuti pelatihan teknik produksi kelom geulis bagi perajin kelom geulis Tamansari, Kamis, 12 September 2024 di gedung Pusat Pengembangan Industri Kerajinan (PPIK) Kota Tasikmalaya di Jalan Letnan Mashudi Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya.
Memanfaatkan Teknologi
Disinggung kenapa dirinya masih bertahan?, Ny Iip merubah pola penjualan yang semula konvensional yakni mengirimkan ke pasar-pasar besar, seperti Jakarta, Bandung dan kota lainnya, saat ini memanfaatkan teknologi dengan menjual melalui e-commers alias jual online.
"Tapi penjualannya anjlok pisan, Pak. Tapi da Ah ngeureuyeuh we, yang penting masih tetap bisa menjual meski yang beli mah bandar. Gak tau dikemanakan (dijual) barang saya mah, da polanya yakni mereka pesan ke produsen yakni saya dan mereka sebagai penampung selanjutnya dijual oleh mereka,"kata dia.