KABAR PRIANGAN - Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Mohammad Syahril SpP, MPH, menyoroti pentingnya edukasi termasuk penggunaan kontrasepsi dalam konteks kesehatan reproduksi. Namun penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan.
Menurut Syahril, layanan kontrasepsi diberikan untuk pasangan yang telah mencapai usia subur serta kelompok-kelompok usia subur yang berisiko. Hal ini berarti tidak semua remaja akan menerima layanan kontrasepsi. “Jadi, penyediaan alat kontrasepsi itu hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah untuk dapat menunda kehamilan hingga umur yang aman untuk hamil,” katanya di Jakarta 5 Agustus 2024 dilansir Antara.
Syahril menegaskan pentingnya agar masyarakat tidak salah paham dalam menafsirkan PP tersebut, dan peraturan tersebut akan dijelaskan lebih lanjut dalam peraturan turunannya yang akan dibuat oleh Kementerian Kesehatan. "Peraturan turunan tersebut juga akan menjelaskan lebih lanjut mengenai pendidikan tentang perencanaan keluarga bagi siswa dan remaja, yang disesuaikan dengan tahap perkembangan dan usia mereka," ucapnya.
PP Nomor 28 Tahun 2024 memicu kontroversi
Sebelumnya, Pemerintah RI resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan. Menurut pemerintah, kesehatan reproduksi bagi remaja didorong melalui upaya untuk meningkatkan komunikasi, penyampaian informasi, pendidikan, dan pelayanan kesehatan yang berkaitan dalam upaya meningkatkan layanan promotif dan preventif atau mencegah masyarakat menjadi sakit.
Baca Juga: Polemik Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Remaja, Netty Prasetyani Desak Pemerintah Segera Revisi PP
Pasal 103 ayat (1) PP tersebut membahas bagaimana upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. Lalu pada ayat (4) menyatakan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja, paling sedikit terdiri atas deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.
Salah satu program dari PP tersebut yaitu mencakup pengetahuan tentang bagaimana tubuh bereproduksi, cara menjaga kesehatan reproduksi, bahaya perilaku seksual berisiko, pentingnya perencanaan keluarga, serta kemampuan untuk melindungi diri dan menolak hubungan seksual. PP tersebut kemudian memicu kontroversi di tengah masyarakat termasuk sejumlah kalangan anggota DPR RI.