Hikmah Ramadan: Itikaf

7 Mei 2021, 00:00 WIB
KH Aminudin Bustomi /istimewa/

RASULULLAH  menyampaikan (acuan ilahiah) bahwa ketika sampai pada etape ke tiga di bulan Ramadan mulai tanggal 21 hingga tangal 29 atau 30 Ramadan, beliau snantiasa menghidupkan malam.

Pada etape tersebut, Rasulullah selalu membangunkan keluarga dan Rosulullh mensingsingkan lengan baju untuk memperbanyak diam di masjid yang dalam terminologi dinamakan i'tikaf.

Itikaf sendiri adalah berhenti sejenak di masjid, dalam berbagai kitab fikih secara tuntas dijelaskan oleh para ulama berbagai mazhab tentang adab dan tatacara itikaf.

Iktikaf biasanya dilaksanakan setelah kewajiban salat lima waktu usai. Atau setelah taraweh dimalam hari.  

Namun juga menurut ulama, ada juga itikaf yang dilaksanakan pada siang hari yaitu tidur sebentar di dalam masjid sebelum waktu dzuhur, namanya kaetullah.

Walau iktikaf di siang hari tersebut hanya sebentar atau paling lama 15 menit, namun itikaf tersebut sangat berkualitas terhadap ketahanan tubuh orang yang sedang menjalankan ibadah puasa.

Apa saja yang dilakukan selama itikaf, pertama adalah niat. Niat yang telah umum yaitu, aku berniat berhenti sejenak di dalam mesjid untuk bertakorrub kepada Allah SWT.

Boleh juga sambil tiduran, namun yang dicontokan oleh Rosul, tidurannya jangan asal tapi penyamping ke kanan.

Keutamaan yang kedua dalam itikaf, yaitu sebelum melakukan bacaan  amaliah-amaliah yang lain, diutamakan terlebih dahulu melakukan salat sunnah mutlaq seperti salat tahiyyatul masjid, salat tasbih dan yang lainnya.

Kemudiakan pada pelaksanaan itikaf pada malam hari diutamakan untuk tidur sejenak sebagai syarat untuk pelaksanaan salat tahajud. Karena salat tahajud itu adalah "Assolatu ba'da ruqobatin" atau salat setelah tidur sebentar.

Setelah itu baru kita melafalkan bacaan-bacaan seperti baca takbir, tahmid dan tahfiz, baca solawat, baca quran termasuk aurod-aurod lainnya.

Kenapa Itikaf sangat perlu kita laksanakan, karena belum tentu tahun depan kita bisa kembali bertemu dengan Ramadan.

Juga untuk meningkatkan kualitas ibadah, misal yang tadinya tidak suka salat tahajud, jadi tahajud, salat tahajudnya yang tadinya dua rakaat menjadi delapan rakaat dan seterusnya.

Selama itikaf kenikmatan akan sangat terasa. Dalam situasi keheningan malam hari, kita bertaqorub kepada Allah. Dimana sinyal untuk doa kita pada malam hari langsung online dengan Allah.

Itikaf juga jangan hanya merupakan kesolehan personal, akan tetapi lebih baik berjamaah dengan mengajak keluarga untuk beritikaf dan kasih pelajaran agama islam yang dinamakan "Tarbiatul illahi " di Bulan Ramadan.

Karena ada ulama yang mengatakan, bahwa Ramadan merupakan bulan tarbiyatulilahi bagi semua semua insan manusia.

Yang terakhir iktikaf itu harus betul siap. Singsingkan lengan untuk siap beritikaf. Dianjurkan mandi dulu sebelum beritikaf, wudhu dulu sehingga kita beritikaf dalam keadaan suci.

Karena itikaf merupakan  salah satu fase atau tingkatan taqorrub atau cara mendekatkan diri kepada Allah, maka orang  yang mau beritikaf sudah pasti akan lebih dekat kepada Allah.

Dalam sebuah hadis kudsi Allah berkata, barang siapa orang yang mendekat Ku satu jengkal jaraknya, maka Aku kata Allah lebih dekat satu siku dengannya, begitupun seterusnya.

Nah ketika diri kita sudah taqorrub atau muroqobah, atau selalu merasa dekat dan merasa diawasi Allah, maka jadilah dia orang yang mendapatkan predikat muttaqin atau orang taqwa. Karena tidak mungkin orang yang selalu diawasi Allah itu melakukan kekeliruan.

Beriktikaf selama pandemi covid

Setelah pemerintah "Satekah polah" menyelamatkan rakyatnya dari virus covid yang kini masih terjadi, Itikaf justru merupakan pemaksimalan usaha dengan cara upaya spiritual setelah melakukan upaya medikal.

Upaya medikal yang dianjurkan pemerintah berupa taat aturan prokes mulai dari cuci tangan, pakai masker, dan jaga jarak itu bisa dilakukan selama menjalankan itikaf.

Intinya iktikaf adalah merupakan  upaya spritual untuk kita terhindar dari berbagai penyakit termasuk virus covid.

Sementara prokes yang juga harus kita taati dan lakukan merupakan upaya medical. Sehingga upaya spiritual dan medikal bisa seimbang dalam menjauhkan manusia dari penyakit.

Menurut saya tidak ada alasan karena ada covid kita tidak beritikaf. ***

Oleh: KH. Aminudin Bustomi,M.Ag

Sekretaris MUI Kota Tasikmalaya

Ketua harian DKM Masjid Agung Kota Tasik

Pimpinan Ponpes Solalatul Huda Paseh Kota Tasikmalaya

 

Editor: Zulkarnaen Finaldi

Tags

Terkini

Terpopuler