Menelisik 9 Tembang Buhun dan Tradisi Sakral Warga Cisalak Sumedang yang Bikin Merinding

13 Juli 2023, 18:03 WIB
Dua sesepuh Dusun Cisalak, Desa Sukamanah, Jatinunggal Sumedang mengikuti ritual buku taun. /kabar-priangan.com/Nanang Sutisna/

KABAR PRIANGAN - Pagi sekitar pukul 07.00 suasana di Dusun Cisalak, Desa Sukamanah, Kecamatan Jatinunggal, Sumedang, lain dari hari biasanya. Matahari yang cerah, angin semilir mewarnai suasana perkampungan. Wangi kepulan asap kemenyan yang dinyalakan di setiap sudut menyengat ke seantero lokasi.

Di pusat kampung, tepatnya di depan balai kampung Cisalak, puluhan warga terlihat sibuk beraktivitas. Tampak terlihat panggung dari kayu berdiri, lengkap dengan gamelan tradisional Sunda yang telah dipersiapkan panitia untuk menyambut sebuah acara.

Sejumlah sesepuh warga yang kompak menggunakan pangsi berwarna hitam, saling berbagi tugas. Wajah ceria dan senyum sumringah terpancar di wajah mereka.

Baca Juga: Pemkab Sumedang Siapkan Layanan SINDANG untuk Memudahkan Informasi Bapokting

Tepat pukul 08.00 puluhan warga lainnya bergegas masuk ke ruangan balai kampung, yang di dalamnya terdapat berbagai pernak-pernik pelengkap acara.

Di antaranya, sesajen, nasi tumpeng, makanan tradisional olahan serta hasil bumi warga setempat yang telah dikemas di wadah yang terbuat dari anyaman bambu.

Demikian, suasana tersebut, terekam saat dimulainya rangkaian ritual tradisi buku taun atau hajat lembur di Dusun Cisalak, Desa Sukamanah, Kecamatan Jatinunggal, Kabupaten Sumedang.

Baca Juga: 15 Desa di Sumedang Dapat DAK untuk Pembangunan Sanitasi

Masyarakat Dusun Cisalak,Desa Sukamanah, Kecamatan Jatinunggal Sumedang menikmati ritual buku taun dengan menampilkan seni tradisi.

Ritual tradisi buhun tersebut, digelar oleh masyarakat setempat yang tergabung dalam Rurukan Jagad Panglawung Manah. Salah satu wadah atau komunitas adat yang ada di desa tersebut.

Kepada kabar-priangan.com, pupuhu Rurukan Jagad Panglawung Manah, Indi Efendi (58) menuturkan, tradisi ritual buku taun, adalah bagian dari rasa hormat masyarakat kepada leluhur yang telah mewarisi budaya. Kemudian bentuk rasa syukur masyarakat setelah berhasil melaksanakan panen padi pada musim tahun ini.

Bentuk rasa syukur itu, kata Indi, diaktualisasikan dengan gelaran budaya tradisional. Konon leluhur atau karuhun terdahulu di kampung tersebut, kerap menumpahkan rasa syukur dengan hiburan berupa pagelaran seni tradisi.

Baca Juga: 5 Tempat Wisata Alam di Sumedang Paling Populer. Suasananya Syahdu, Cocok Buat Ngadem Bareng Teman

"Prosesi buku taun, diawali dengan memotong kambing yang diperuntukkan untuk makan bersama. Kemudian para sesepuh kampung berdoa dan selanjutnya mengikuti hiburan dengan seni buhun untuk mengenang para leluhur kami," tutur dia.

Indi mengatakan, pada tahun 2023 ini, merupakan buku taun ke 195.

Angka tersebut mengacu pada sejarah yang dicatat oleh masyarakat Dusun Cisalak. Dimana, dulu pelaku sejarah yang pertama kali melaksanakan tradisi ritual buku taun di Cisalak ini, yakni almarhum Aki Sartam.

Baca Juga: Ini Rumah Makan Sederhana Hj Erat di Sumedang yang Dikunjungi Presiden Jokowi, Menu Sunda jadi Andalan

Komunitas adat dari berbagai daerah di Sumedang mengikuti ritual buku taun di Dusun Cisalak, Desa Sukamanah, Kecamatan Jatinunggal Sumedang.

"Aki Sartam ini meninggal pada 1957 pada usia 130. Dari hasil musyawarah, maka kami bisa mengambil dan menentukan angka buku taun, dari perhitungan tersebut. Nah tahun 2023 ini jadi buku taun yang ke 195," kata Indi bercerita.

Acara tradisi ritual itu, kata dia, diselenggarakan agar masyarakat Cilandak bisa mengingat jasa para karuhun sebagai wadah silaturahmi, agar satu sama lain bisa bekerjasama dan melestarikan kearifan lokal terutama dalam seni dan budaya tradisional.

"Nilai utama dari semua ini adalah menjaga kebersamaan, gotong royong dan silih asih," katanya.

Baca Juga: Catat Nih, Jadwal Kepulangan Jemaah Haji asal Sumedang

9 Lagu Buhun yang Wajib Dinyanyikan Juru Sekar

Indi mengenang, tradisi buku taun, memiliki makna dan nilai tersendiri bagi warga Dusun Cisalak. Dia meriwayatkan, dari cerita turun menurun, ketika melaksanakan tradisi buku taun, diwajibkan untuk menyanyikan 9 lagu buhun.

Konon lagu-lagu buhun tersebut dulu menjadi ritual khusus yang mengawali digelarnya hiburan dalam acara buku taun atau hajat lembur di Cisalak.

Satu per satu, lagu buhun tersebut, sambung Indi, dinyanyikan oleh juru sekar atau sinden, diiringi gamelan. Setiap lagu diwajibkan diiringi Ibing buhun oleh perwakilan sesepuh.

Juru sekar menyanyikan 9 lagu buhun di acara ritual buku taun Dusun Cisalak, Desa Sukamanah, Kecamatan Jatinunggal Sumedang.

Baca Juga: Momen Bersejarah! Jalan Tol Cisumdawu Sumedang Berbiaya Rp18 T Diresmikan, Ini Pidato Lengkap Presiden Jokowi

"Dari 9 lagu buhun tersebut masing-masing harus diiringi ibing buhun oleh sesepuh yang sudah ditunjuk. Jadi satu lagu satu orang yang harus ngibing," ucapnya.

"Dan perlu diketahui juga, juru sekar yang menyanyikan lagu-lagu buhun tersebut orangnya khusus. Juru sekar ini orang asli Cisalak, ibu Uki namanya. Dan setiap buku taun pasti dia yang menyanyikan lagu buhun tersebut, belum ada gantinya," jelas Indi.

Adapun 9 lagu buhun wajib tersebut, antara lain, Saliasih, Bondol hejo, Titipati, Raja pulang, Papalayon, Kembang beureum, Bongbang, Kalakay muntang dan Tunggul kawung.

Baca Juga: Pemuda di Cimanggung Sumedang Dibacok OTK di Tempat Parkir

Selama juru sekar menyanyikan 9 lagu buhun tersebut, kejadian-kejadian yang membuat bulu kuduk merinding memang terjadi. Beberapa sesepuh yang ngibing terlihat kemasukan roh halus, ada yang marah, tertawa, tegang bahkan menangis.

"Tapi itu hal yang biasa, sesepuh di sini menghayati lagu-lagu tersebut. Sehingga hampir tak sadar ada yang kemasukan," ujarnya.

Sejumlah sesepuh menghayati ritual ibing buhun pada acara buku taun di Dusun Cisalak, Desa Sukamanah, Kecamatan Jatinunggal, Sumedang.

Tradisi Nyawer

Saat 9 lagu buhun dinyanyikan, ada aktivitas yang menyita perhatian. Para kaum perempuan dari mulai lansia hingga remaja berjejer rapi. Mereka merogoh kocek dan menyisihkan uang yang dimasukkan ke dalam empat wadah yang telah disediakan di ujung panggung.

Dengan tawa ceria, satu per satu melempar uang ke wadah. Nominalnya beragam, dari pecahan Rp2 ribu hingga pecahan Rp100 ribu.

"Ini adalah salah satu ciri atau bukti masyarakat disini peduli sesama. Karena nanti uang yang nyawer ini akan digunakan untuk kebutuhan sosial," ujar penasehat Rurukan Jagad Panglawung Manah, Dahwan Juyud Jaya Pradja.

Baca Juga: Truk Pengangkut Batubara Tabrak Rumah di Jatinangor Sumedang, Dua Orang Luka Berat

Warga Cisalak Desa Sukamanah menyisihkan uang untuk nyawer pada ritual buku taun.

Menurut Dahwan, kegiatan buku taun atau hajat lembur harus terus dilestarikan. Karena didalamnya terdapat nilai kearifan lokal yang tinggi. Di era masyarakat sekarang, nilai kearifan lokal harus dikembangkan. Sehingga nilai budaya silih asih, silih asuh dan silih asah akan terjaga hingga lintas generasi.

"Kita semua wajib menjaga nilai-nilai sakral yang terkandung di budaya tradisional ini. Ini salah satu langkah sederhana dari warga Cisalak untuk kearifan lokal yang harus jadi acuan meski berada di era modern," ujarnya.***

 

Editor: Nanang Sutisna

Tags

Terkini

Terpopuler