Museum Batu Tulis Bogor Gunakan Arsitektur Majapahit, Arkeolog: Tak Mencerminkan Khas Kasundaan Pajajaran!

24 Juli 2023, 22:45 WIB
Desain awal Museum Bumi Ageung Batutulis (BABT) Bogor.*/Dok. Pemkot Bogor /

KABAR PRIANGAN - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor berencana membangun Museum Batu Tulis di lokasi Prasasti Batu Tulis, Kota Bogor. Museum tersebut berisi Prasasti Batu Tulis dan penjelasan tentang sejarah Kerajaan Pajajaran.

Namun pembangunan Museum Batu Tulis yang diperkirakan akan menghabiskan dana Rp16 miliar tersebut menuai kontroversi akibat digunakannya arsitektur Majapahit sebagai referensi pada gambar desain.

Desain Museum Batu Tulis yang akan diberi nama Bumi Ageung Batu Tulis (BABT) disirkulasikan pada banyak komunitas sejarah, namun desain tersebut dianggap tidak mencerminkan khas Kasundaan Pajajaran oleh arkeolog, budayawan, dan sejarawan.

Baca Juga: Viral 'Pop Up' Peringatan Virus Saat Buka Aplikasi M-Banking, Pihak BCA: Jangan Klik Apa pun

Pada desain yang diketahui dibuat tahun 2021 itu disebutkan bahwa arsitektur museum BABT menggunakan sitinggil Keraton Kasepuhan Cirebon (KKC) yang banyak menggunakan bata merah sebagai referensi. Alasannya, karena Cirebon terletak di Tatar Sunda, maka sitinggil KKC dianggap dapat dijadikan referensi.

Kontroversi desain Museum Batu Tulis

Menurut M. Arief Wibowo, ST, IAI, arsitek yang juga pendiri komunitas sejarah penulis buku "Peradaban Sunda Kuno: Sebuah Gambaran Utuh", terdapat ketidakjelian dari Tim Arsitek Museum BABT. Ia menjelaskan, meskipun ada dalam Tatar Sunda, Cirebon mendapatkan pengaruh kebudayaan Jawa yang sangat kuat.

Kemiripan antara arsitektur sitinggil KKC dengan arsitektur Majapahit di Trowulan, Jawa Timur, terlihat jelas dalam penggunaan bata merah, bentuk gerbang paduraksa, balai, serta detail-detail bangunannya. Dengan demikian, sitinggil KKC lebih mencerminkan Kebudayaan Jawa ketimbang Kasundaan Pajajaran. Terlebih, dalam desain BABT disebutkan bahwa gerbang paduraksa Majapahit di Trowulan dijadikan acuan bentuk desain.

Baca Juga: Resmi! Dipilih oleh Presiden Jokowi Jelang 17 Agustus, Ini Makna dan Filosofi Logo HUT ke-78 Kemerdekaan RI

Jika dilihat dari naskah-naskah Cirebon, seperti Babad Cirebon, Naskah Mertasinga, maupun Purwaka Caruban Nagari, jelas disebutkan bahwa Nyi Mas Tepasari, istri dari Sunan Gunung Jati, pendiri kesultanan Cirebon, adalah putra dari Ki Gedeng Tepasan, seorang pejabat Majapahit.

Selain itu, menantu Sunan Gunung Jati yang bernama Fatahillah (dikenal juga sebagai Kyai Fathullah) adalah seorang ulama dari Pasai Aceh yang hijrah ke Demak yang kemudian juga menjadi menantu Raden Patah, penguasa Demak.

Sepeninggal Sunan Gunung Jati, seiring berjalannya waktu dibawah kedua tokoh ini, Nyi Mas Tepasari dan Fatahillah orientasi kebudayaan Kesultanan Cirebon berkiblat pada kebudayaan Jawa. Tradisi Cirebon juga menyebutkan bahwa arsitek sitinggil KKC bernama Raden Sepat dari Demak, Jawa Tengah.

Baca Juga: Pondok Pinus Palutungan Kuningan, Tempat Wisata Hits yang Hadirkan Nuansa Liburan di Negeri Dongeng

Selain arsitektur sitinggil KKC dan arsitektur Majapahit, terdapat referensi lain yang disebutkan dalam desain BABT yaitu candi-candi Batujaya di Karawang, Jawa Barat, yang juga menggunakan bata merah, pada desain disebutkan bahwa candi-candi Batujaya bernafaskan Budhisme dan peninggalan Kerajaan Tarumanagara.

Jika merujuk kepada sejarah, semua prasasti dari abad ke-5 M yang ditinggalkan Kerajaan Tarumanagara adalah prasasti Hindu karena Tarumanagara adalah kerajaan Hindu yang mengagungkan Dewa Wisnu. Tidak ada satu pun prasasti Tarumanagara yang menyebutkan tentang agama Budha.

Meski hingga kini tidak ada satu pun prasasti yang menyebutkan siapa pendiri candi-candi Batujaya di Karawang, arkeolog senior Hasan Djafar menyebutkan candi-candi ini kemungkinan dibangun Kerajaan Sriwijaya yang terindikasi menyerang dan menguasai pantai utara Jawa Barat pada abad ke-7 hingga 10 M. Hal ini ia tuliskan dalam bukunya "Kompleks Percandian Batujaya: Rekonstruksi Sejarah Kebudayaan Daerah Pantai Utara Jawa Barat".

Baca Juga: Polisi Tangkap Anggota Geng Motor Pembacok Warga di Garut

Menurut Hasan Djafar, banyak bukti yang mendukung dugaan tersebut:

Pertama, Kerajaan Tarumanagara tidak lagi meninggalkan prasasti sejak abad ke-7 M.

Kedua adanya Prasasti Kota Kapur, pulau Bangka dari abad ke-7 M yang menuliskan bahwa Sriwijaya menyerbu pulau Jawa.

Ketiga, informasi yang tertera pada Prasasti Kota Kapur ditutup dengan informasi yang tertera pada prasasti Kebon Kopi II, Jawa Barat yang dibuat pada abad ke-10 M. Prasasti Kebon Kopi II ditulis dengan bahasa Melayu Kuno, bahasa yang digunakan oleh rakyat Sriwijaya. Isi prasasti itu adalah bahwa pihak yang mengeluarkan prasasti mengembalikan kekuasaan kepada raja Tatar Sunda.

Selain itu, menurut Hasan Djafar, arsitektur candi-candi Batujaya sendiri menunjukkan banyak kemiripan dengan arsitektur candi-candi Sumatera.

Desain arsitektur yang dapat dijadikan referensi untuk BABT

Berdasarkan penelitian para sejarawan dan budayawan, seperti Saleh Danasasmita, prasasti Batu Tulis terletak di daerah inti Keraton Pajajaran. Keraton ini sendiri terletak di pedalaman wilayah Sunda, sama seperti kampung-kampung Sunda tradisional, seperti kampung Kanekes (Baduy), Naga, Kuta, dan Ciptagelar yang masih melestarikan tradisi dan arsitektur Sunda dan cenderung tertutup dari pengaruh luar.

Keraton Pajajaran mengikuti arsitektur tradisional Sunda dapat dilihat pada buku "Summa Oriental" yang ditulis oleh Tome Pires, pelaut Portugis yang rekan-rekannya mengunjungi keraton Pajajaran pada awal tahun 1500-an. Ia menyebutkan bahwa keraton Pajajaran terbuat dari kayu, ditopang 330 pilar kayu dan memiliki ukir-ukiran yang indah, sebuah gambaran yang jelas merepresentasikan arsitektur bangunan panggung dari kayu sebagaimana arsitektur tradisional Sunda.

Selain itu, para pejabat Belanda yang mengunjungi kawasan Batu Tulis, Bogor, pada tahun 1600 - 1700-an seperti Scipio dan van Riebeeck menyebutkan, masyarakat sekitar mengatakan bahwa Batu Tulis adalah bekas Keraton Pajajaran, dan mereka menemukan jejak-jejak arsitektur kayu dan sisa-sisa dinding benteng keraton dari batu kali.

Baca Juga: Bukan TwitterX, Ini Nama Baru Twitter, Logo juga Diubah oleh Elon Musk Hari Ini, Sayonara Ikon Burung Biru

“Kalau BABT tidak bisa dibangun dari kayu karena mahalnya harga kayu saat ini, setidaknya bentuk bangunan dan tata ruangnya bisa mengikuti arsitektur tradisional Sunda. Sebagai contoh, desain Aula Barat dan Timur ITB pada 1918 yang dibuat oleh arsitek Belanda Henri M. Pont, itu berpedoman para arsitektur tradisional Sunda.” tutur M. Arief Wibowo.

Bukan hanya referensi desain bangunan yang seharusnya diperhatikan arsitek BABT

Menurut M. Arief Wibowo, selain desain bangunan, arsitek BABT juga harus memperhatikan penataan arah bangunan. Dikatakannya, hal ini karena Prasasti Batu Tulis terletak di area sakral Keraton Pajajaran dan berfungsi sebagai sakakala, yaitu tempat mengenang leluhur, sehingga sudah sepatutnya tetap mempertahankan suasana yang sakral dan khidmat.

Menurut penelitian S. Danasasmita, penataan Keraton Pajajaran di kawasan Batu Tulis dan bentuk kawasan Batu Tulis berorientasi ke Bukit Badigul (Rancamaya) pada sisi tenggara, Hal ini karena Bukit Badigul adalah tempat persemayaman para raja Pajajaran, dan lurus dengan Bukit Badigul di tenggara terdapat Gunung Gede Pangrango yang menjadi orientasi Gunung Padang, sebuah punden berundak kuno yang penting di Tatar Sunda.

Lokasi disterilkan kendati desain baru Museum BABT belum ada

Melalui Project Managernya, Pelaksana Pembangunan BABT, PT Titian Usaha Graha Utama mengatakan bahwa Pemkot Bogor melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) telah bersepakat dengan masyarakat terkait desain BABT.

Namun hingga saat ini perusahaan tersebut belum menerima desain baru dari perencana Museum BABT kendati lokasi pembuatan museum mulai disterilkan sejak Minggu, 23 Juli 2023.***

 

Editor: Arief Farihan Kamil

Tags

Terkini

Terpopuler