KABAR PRIANGAN - Tiap tanggal 28 April, masyarakat sastra Indonesia memperingati Hari Puisi Nasional.
Peringatan Hari Puisi Nasional sendiri dicetuskan oleh Sutardji Colzoum Bachri yang dijuluki Presiden Penyair Indonesia dan sejumlah penyair lain pada tahun 2012.
Tidak seperti peringatan hari lain yang ditetapkan berdasarkan tanggal kelahiran tokoh tertentu, seperti Hari Musik Nasional tiap 9 Maret adalah tanggal lahir W.R. Supratman.
Baca Juga: 4 Dampak El Nino Terhadap Ketahanan Pangan Indonesia
Hari Pendidikan Nasional tiap 2 Mei adalah tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara, Hari Puisi Nasional ditetapkan pada tanggal kematian Chairil Anwar, 28 April 1949.
Chairil Anwar sendiri merupakan penyair yang oleh kritikus “Paus” sastra Indonesia H.B. Jasin digolongkan ke dalam Angkatan 45.
Banyak peneliti sastra yang menyebut penyair berjuluk “Si Binatang Jalang” ini sebagai pelopor pembaharu sastra Indonesia, khususnya puisi.
Dilansir oleh kabar-priangan.com dari ditsmp.kemdikbud.go.id pada 29 April 2023, Chairil Anwar telah membuat 96 karya sepanjang hidupnya.
Termasuk 70 puisi yang terdapat dalam beberapa buku kumpulan puisi, di antaranya Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam yang Terhempas dan yang Putus (1949), Tiga Menguak Takdir (1950), dan lain-lain.
Salah satu puisinya yang sangat terkenal berjudul “Aku”. Berikut ini puisi tersebut selengkapnya.
Baca Juga: Ini Dia Lima Drakor yang Akan Tayang Pada Awal Mei, Drama Terbaru Sehun EXO dan Dong Hae Supe Junior
Aku
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa ku bawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Chairil Anwar dilahirkan di Medan, Sumatra Utara, pada tanggl 26 Juli 1922 dan meninggal di Jakarta, 28 April 1949 pada usia 26 tahun.
Selain puisi “Aku” yang fenomenal, banyak puisi Chairil Anwar lain yang dikenal masyarakat.
Dilansir dari jurnal-soreang.com, salah satunya adalah puisi yang ia ditulis di saat-saat terakhir sebelum dirinya menghembuskan nafas terakhir.
Berikut puisi lengkapnya:
Derai-Derai Cemara
Cemara menderai sampai jauh
berasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tdak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah.***