KABAR PRIANGAN- Kehadiran Sutardji Calzoum Bachri dan karyanya pada awal-awal tahun 1970-an memberikan khazanah baru bagi dunia sastra Indonesia. Melalui karya puisi modern yang mengangkat bentuk mantra, ia membebaskan kata dari beban makna.
Sutardji Calzoum Bachri bukan sekadar mengembalikan puisi modern pada kepurbaannya atau mengangkat kepurbaan mantra sebagai bagian dari puisi modern. Maman S. Mahayana dalam buku Sihir Mantra, terbit tahun 2022, menulis bahwa mantra bisa menjadi entitas ajaib yang sakral dan hanya orang-orang tertentu yang bisa merapalkannya.
Tapi mantra juga bisa profan dan siapa saja boleh menucapkannya. Pilihan Sutardji Calzoum Bachri pada mantra yang dinyatakan dalam kredonya, boleh jadi karena mantra punya daya pukau, memesona dan menyihir. Dalam penciptaan puisi, mantra menjadi ajang permainan yang sarat daya kejut, tak terduga, dan penuh misteri.
Untuk memahami Kredo Puisi Sutardji Calzoum Bachri, kabar-priangan.com melansirnya dari buku Sutardji Calzoum Bachri, O Amuk Kapak, tiga kumpulan sajak, yang diterbitkan oleh Majalah Horison cetakan kedua tahun 2002, halaman 4-5, pada 9 April 2023. Berikut adalah isinya:
Kredo Puisi
“Kata-kata bukanlah alat pengantar pengantar pengertian. Dia bukan seperti pipa yang menyalurkan air. Kata adalah pengertian itu sendiri. Dia Bebas.
Kalau diumpamakan dengan kursi, kata adalah kursi itu sendiri dan bukan alat untuk duduk. Kalau diumpamakan dengan pisau, dia adalah pisau itu sendiri, dan bukan alat untuk memotong atau menikam.