Ciamis Ingin Kembali ke Nama Galuh, Ini Dia Sejarahnya yang Penuh Intrik Perebutan Tahta dan Perang Saudara

- 5 Maret 2023, 16:29 WIB
Suasana Taman Raflesia Alun-alun Ciamis, Sabtu 31 Desember 2022 malam. Salah satu ikon Kabupaten Ciamis yang ingin berganti nama kembali menjadi Galuh.*
Suasana Taman Raflesia Alun-alun Ciamis, Sabtu 31 Desember 2022 malam. Salah satu ikon Kabupaten Ciamis yang ingin berganti nama kembali menjadi Galuh.* /kabar-priangan.com/Arief Farihan Kamil

KABAR PRIANGAN – Belakangan, nama Kabupaten Ciamis menjadi bahan perbincangan karena daerah ini berencana mengganti namanya menjadi Kabupaten Galuh. Dilansir kabar-priangan.com dari pikiran-rakyat.com pada 5 Maret 2023, Pemerintah Kabupaten Ciamis pernah menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait perubahan nama tersebut di Aula Sekretariat Daerah Ciamis pada Selasa, 27 Desember 2022.

Staf Ahli Bupati Ciamis Bidang Hukum, Pemerintahan, dan Kesejahteraan Rakyat, Ani Supiani, mengatakan bahwa 91,7 persen desa dan kelurahan di Kabupaten Ciamis menyetujui perubahan nama tersebut. Menindaklanjuti rencana tersebut, Pemkab Ciamis membentuk panitia besar perubahan nama Kabupaten Ciamis menjadi Kabupaten Galuh.

Kendati pembentukan panitia tersebut dilakukan baru-baru ini, wacana perubahan nama tersebut telah bergulir sejak lebih dari satu dawarsa yang lalu. Berdasarkan penelusuran kabarpriangan.com, pada 12 Desember 2012, Pemkab Ciamis menggelar seminar sejarah berjudul “Menelusuri Nama Daerah Galuh dan Ciamis: Tuntutan dan Harapan”.

Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Oto Iskandar di Nata ‘Otista', Pahlawan Nasional yang Jasadnya Belum Ditemukan

Kegiatan tersebut dilaksanakan di Padepokan Seni Budaya Rengganis, Kelurahan Kertasari, Kecamatan Ciamis. Sejumlah peserta seminar yang merupakan tokoh budaya dan pemerhati sejarah di Ciamis sepakat menggubah nama Ciamis menjadi Galuh.

Dikutip dari makalah berjudul “Ciamis atau Galuh” karya Yadi Kusmayadi yang dipresentasikan pada seminar sejarah tersebut, pada tahun 1916 Bupati Galuh RAA Sastrawinata mengubah nama daerahnya menjadi Ciamis dengan alasan yang tidak jelas.

Menurut Yadi, nama Galuh sudah tercatat sebagai nama sebuah kerajaan pada awal abad ke-7 M. Pada tahun 1595 Galuh jatuh ke tangan Mataram dan pada tahun 1613 ketika pemerintahan Sultan Agung, Galuh berubah statusnya menjadi setingkat kabupaten dan dipimpin oleh Bupati Galuh pertama bernama Adipati Panaékan.

Sejarah Galuh

Dilansir dari buku Sénapati Balangantrang, "Intrik jeung Barébédan Pulitik" di Galuh karya Sejarahwan Sunda, Saléh Danasasmita, nama Galuh bermula dari nama sebuah keraton yang bangun oleh Writekendayun.

Baca Juga: Menteri BUMN Erick Thohir Instruksikan Audit Semua Depo Pertamina dan Buat Buffer Zoner! Apa itu Buffer Zone?

Writekandayun meneruskan tahta dari ayahnya, Prabu Dewaraja alias Kandiawan, yang merupakan penguasa Kerajaan Medang Jati, kerajaan bawahan Kerajaan Tarumanagara. Saat naik tahta pada tahun 612 M, ia memilih mendirikan keraton baru di kawasan pertemuan antara sungai Citanduy dan Cimuntur (kini termasuk Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Ciamis).

Keraton tersebut diberi nama Galuh yang dalam bahasa Sansakerta berarti Permata. Pada tahun 670, Writekandayun memerdekaan diri dari Tarumanagara dan Galuh menjadi kerajaan otonom dengan Writekandayun sebagai raja pertamanya.

Pendiri Kerajaan Galuh tersebut memiliki tiga anak yaitu Sempakwaja, Jantaka, dan Amara alias Mandiminyak. Sempakwaja yang menjadi Rajaresi di Kabataraan Galunggung memiliki seorang isteri bernama Rababu yang dikisahkan berparas cantik. Amara yang menurut Saléh Danasasmita berperilaku mirip ”Don Juan”, jatuh hati kepada kakak iparnya dan selingkuh dengannya.

Pada tahun 660 M Amara yang merupakan Prabu Anom (Raja Muda/Putra Mahkota) mengadakan pesta di kerajaan dan mengundang Sempakwaja. Karena kakaknya sedang sakit, maka ia mengutus isterinya untuk datang ke Galuh. Pada kesempatan itu, keduanya melakukan hubungan suami-isteri hingga Rababu hamil.

Baca Juga: Jajal Kuliner Akhir Pekan Tempat Wisata Pangandaran, Cobek Honje Ikan Rasanya Menggugah Selera

Sempakwaja yang mengetahui hal ini memerintah istrinya untuk menyerahkan bayi tersebut kepada ayah kandungnya jika ia telah lahir. Dikutip dari buku "Kerajaan Galuh: Legenda, Tahta, dan Wanita" karya Her Suganda, anak tersebut diberi nama Sena atau Bratasena yang kelak akan melahirkan anak bernama Rakéan Jamri alias Sanjaya.

Alun-alun Ciamis, Sabtu 31 Desember 22 malam.*/kabar-priangan.com/Arief Farihan K
Alun-alun Ciamis, Sabtu 31 Desember 22 malam.*/kabar-priangan.com/Arief Farihan K

Dalam kedua buku sejarah itu disebutkan bahwa kelahiran Bratasena membuat Kerajaan Galuh geger. Saléh Danasasmita menulis, untuk meredam situasi, Writekandayun menjodohkan Mandiminyak dengan Parwati, putri Prabu Kartikeyasinga penguasa Kerajaan Kalingga. Ia memerintahkan bungsunya itu untuk “mengungsi” ke Kalingga.

Mandiminyak menjadi raja di Galuh menggantikan ayahnya yang meninggal pada tahun 702 M. Pada tahun 709 M Mandiminyak meninggal dan tahta Galuh diwariskan kepada anaknya dari Rababu, Bratasena. Sebagian keluarga kerajaan tidak setuju atas hal ini karena menganggap Bratasena “kotor” sebab lahir dari hubungan perselingkuhan.

Anak sulung Sempakwaja dari Rababu, Purbasora, tidak rela Bratasena naik tahta. Ia menggalang kekuatan dari Kerajaan Indraprahasta yang dipimpin oleh mertuanya dan beberapa kerajaan lain untuk melakukan kudeta. Purbasora berhasil naik tahta dan menjadi raja ke-4 Kerajaan Galuh pada tahun 712 M.

Baca Juga: Fakta Seputar Depo Pertamina Plumpang, Miliki Beragam Fasilitas yang Diklaim Aman dan Ramah Lingkungan

Prabu Bratasena dan isterina, Sanaha, berhasil melarikan diri ke Kerajaan Mataram pimpinan Ratu Parwati, mertuanya. Anak Bratasena dan Sanaha, Sanjaya, menuntut balas atas tragedi yang menimpa kedua orang tuanya. Ia yang disebut Saléh Danasasmita hobi berperang tetapi hormat kepada sesepuh itu menyerang Kerajaan Galuh dan menaklukannya hanya dalam waktu semalam. Penyerangan tersebut menewaskan Purbasora beserta keluarganya.

Setelah peristiwa tersebut, secara de jure Sanjaya merupakan penguasa tiga kerajaan sekaligus atau dua per tiga Pulau Jawa. Tokoh bergelar Prabu Harisdarma ini menguasai Galuh karena merebut tahta Purbasora dan Sunda karena mewarisi tahta dari kakek-mertuanya, Prabu Tarusbawa. Ia juga merupakan pewaris tahta Kerjaan Mataram dari ayah kandungnya, Bratasena.

Kendati demikian, saat itu Sanjaya lebih memilih mengurus langsung Kerjaan Sunda. Tahta Galuh diserahkan kepada Permana Dikusumah yang merupakan keturunan Purbasora yang selamat, atas saran Sempakwaja kepada Sanjaya. Di samping itu, Sanjaya juga menugaskan anaknya dari Teja Kancana (cucu Prabu Tarusbawa), Tamperan Barmawijaya, untuk menjadi patih di Galuh.

Perebutan tahta masih terus terjadi. Permana Dikusumah yang merupakan seorang petapa, tidak nyaman tinggal di keraton dan menjadi raja. Ia lantas memutuskan pergi bertapa ke tempat asalnya, Sukaresi. Kerajaan Galuh secara de facto dipimpin oleh Patih Tamperan Barmawijaya yang masih berusia remaja.

Baca Juga: Hasil Akhir Timnas Indonesia U 20 Vs Suriah, Gol Hokky Caraka Hidupkan Peluang Garuda Nusantara ke 8 Besar

Permana Dikusumah memiliki anak dari isterinya, Naganingrum, bernama Manarah. Di samping itu, Sanjaya menjodohkan petapa berjuluk Ki Ajar Sukaresi itu dengan Pangrenyep yang merupakan keluarga kerjaan Sunda.

Pengrenyep dan Tamperan yang masih berusia remaja kala itu sama-sama berasal dari Kerajaan Sunda. Karena Permana Dikusumah tidak berada di keraton, keduanya dikisahkan menjalin hubungan sampai melahirkan seorang anak bernama (Rahyang/Rakéan) Banga.

Kendati berbeda ayah-ibu, Manarah dan Banga sangat akrab. Manarah menganggap Banga sebagai adik karena usia mereka terpaut enam tahun. Manarah juga digambarkan sangat dekat dengan Tamperan yang telah ia anggap sebagai ayahnya sendiri.

Namun, Tamperan yang menjalin hubungan dengan Pangrenyep merasa tidak nyaman berhubungan dengan istri orang. Ia lalu mengutus seorang untuk membunuh Permana Dikusumah di pertapaannya agar hubungan mereka sah secara hukum. Tamperan lalu membunuh pembunuh itu. Kematian Permana Dikusumah diumumkan ke Galuh sebagai pembunuhan dan Tamperan berhasil membunuh pembunuh tersebut. Siasat ini membuat nama anak Sanjaya tersebut harum.

Baca Juga: Libur Akhir Pekan di Pangandaran, Tempat Wisata Citumang yang Asri dan Menyejukkan, Seru Bisa Body Rafting!

Namun, sebagian orang-orang Galuh yang anti kepada Tamperan dan Sanjaya tahu kejadian yang sebenarnya. Mereka lalu menceritakan hal tersebut kepada Manarah dan mengajaknya melakukan kudeta. Manarah dengan bantuan Balangantrang, mantan patih Purbasora dan sejumlah sekutu, menyerang Galuh. Tamperan dan Pangrenyep ditangkap dan dipenjara. Sementara, Banga dibiarkan bebas karena Manarah iba padanya.

Diam-diam Banga membebaskan ayah ibunya. Namun, pasukan Galuh mengetahui hal itu dan terpaksa memanah pasangan suami-isteri itu hingga tewas karena melarikan diri. Manarah dan Banga lantas terpaksa berduel.

Perseteruan dan perebutan tahta Galuh berakhir dengan perjanjian antara pihak Sanjaya dan Manarah yang dimediasi Demunawan, anak kedua Sempakwaja (adik Purbasora). Menurut Saleh Danasasmita, mediasi tersebut menghasilakan sejumlah hal, diantaranya Manarah berkuasa atas Kerajaan Galuh dan Banga, cucu Sanjaya, bertahta di Sunda. Cerita perseteruan Manarah dan Bangan ini diabadikan dalam cerita rakyat Ciung Wanara dengan berbagai versi.*

 

Editor: Arief Farihan Kamil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x