Bariatric surgeri awalnya dilakukan dengan metode pembedahan terbuka dengan gastric bypass. Namun kini metode tersebut telah ditinggalkan dan diganti dengan cara yang lebih efektif. Yaitu dengan metode laparoskopik minimal invasif.
Dengan metode tersebut, bedah bariatrik lebih aman dan tidak sulit. Menurut ahli bedah di Mayapada Hospital Lebak Bulus, juga merupakan presiden Perhimpunan Bedah Endolaparoskopik Indonesia (PBEI), dan Sekjen Ikatan Ahli Bedah Digestif Indonesia tahun 2016, Dr. Errawan Wiradisurya SpB-KBD, M.Kes.
Mengatakan bahwa bedah bariatrik masih jarang dilakukan di Indonesia karena jumlah masyarakat yang mengalami obesitas atau kelebihan berat badan apalagi dengan kategori morbid obessity, obesitas dengan penyakit penyerta, masih sedikit.
Untuk melakukan Bariatric surgery, seseorang harus memiliki IMT minimal 30. Tapi Dr. Errawan mengatakan, hal tersebut tidak selalu menjadi patokan, karena ada pertimbangan lain seperti kondisi fisik dan aktivitas yang tergangu, apalagi jika disertai dengan penyakit penyerta.
Saat ini ada dua jenis Bariatric surgery, yaitu yang bersifat reversibel atau dapat dikembalikan dalam ke kondisi semula, dan irreversibel atau tidak dapat dikembalikan ke kondisi semula dan bersifat tetap.
Bedah dengan sifat reversibel adalah metode gastric banding, dimana leher lambung akan diikat dengan band atau pita, atau selang kecil yang terhubung dengan pompa kecil yang ditanam di bawah kulit.
Bedah dengan sifat tetap atau irreversibel adalah dengan cara memotong lambung dan rekontruksi saluran pencernaan, atau disebut juga dengan laparoscopic sleeve gastrectomy.
Dr. Errawan menatakan bahwa rekontruksi saluran pencernaan sangat perlu dilakukan agar terjadi adaptasi lambung, sehingga kenaikan berat badan dapat dicegah. Namun ia juga mengingatkan bahwa hasil dan efek bedah dapat berbeda pada setiap individu, bergantung pada kemampuan adaptasi dan revitalisasi tubuh.