Perselingkuhan Amara dan Rababu Digelar dalam Pertunjukan Teater Dongkrak Tasikmalaya di ISBI Bandung

- 9 Maret 2023, 16:05 WIB
Suasana pertunjukan Amara Rababu oleh Teater Dongkrak Tasikmalaya di ISBI Bandung.
Suasana pertunjukan Amara Rababu oleh Teater Dongkrak Tasikmalaya di ISBI Bandung. /kabar-priangan.com/Dok.Teater Dongkrak/

Hal baru lainnya adalah kehadiran jubleg dan bambu yang ditata vertikal di tengah-tengah panggung tepat di atas jubleg tersebut. Menurut Kiki Ihsan Pauji alias Kido yang berperan sebagai Amara, hal tersebut dimaksudkan sebagai lingga dan yoni yang biasa dijadikan simbol kesuburan atau laki-laki dan perempuan dalam khazanah kebudayaan di Nusantara.

Kiki menambahkan, hal tersebut memperkuat cerita yang mengisahkan tentang sejarah gelap (peteng) yang ada di Kabataraan Galunggung di era Kerajaan Galuh, yaitu perselingkuhan antara Amara dan kakak iparnya, Rababu, yang merupakan isteri dari Resiguru Sempakwaja, pemimpin Galunggung.

Dari hasil perselingkuhan tersebut, lahirlah seorang anak yang kemudian menjadi raja Galuh bernama Bratasena/Sena. Dilansir dari buku Sénapati Balangantrang, Intrik jeung Barébédan Pulitik di Galuh karya sejarahwan Sunda, Saléh Danasasmita, Bratasena memiliki anak bernama Sanjaya alias Rakeyan Jamri yang dalam catatan sejarah disebut sebagai penguasa tiga kerajaan pada waktu yang sama, yaitu Galuh, Sunda, dan Medang Mataram.

Baca Juga: Inilah 10 Link Twibbon Hari Musik Nasional, Memiliki Sejarah yang Patut Dikenang. Segera Gunakan Link di Sini

Dalam sesi diskusi setelah pertunjukan, Tatang Pahat menjelaskan bahwa naskah yang dimainkan Teater Dongkrak kali ini merupakan cerita yang cukup kontroversial. Namun, menurut alumni Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI, kini ISBI) Bandung itu, sepahit apa pun sejarah harus diketahui sebab merupakan sesuatu yang membentuk keadaan hari ini.

“Sapait-paitna sajarah, kita harus tahu karena anu ngabentuk kaayaan. Jiga kieu [ayeuna], teu leupas tina kasang tukang. Persoalan kontoversi mah, hal anu wajar, panginten. (Sepahit-pahitnya sejarah, kita harus tahu karena yang membentuk keadaan. Seperti ini [sekarang], tidak terlepas dari latar belakang. Persoalan kontroversi, itu hal yang wajar, mungkin),” ungkap Tatang dalam wawancara dengan kabar-priangan.com.

Lebih lanjut, dirinya mengatakan bahwa proses latihan untuk mempersipakan pertunjukan ini dilakukan selama 3 bulan. Selama itu, salah satu kendala yang ia hadapi adalah pengaturan waktu latihan yang harus disesuaikan dengan kesibukan masing-masing pemain yang terlibat. Tatang juga menyampaikan bahwa terjadi pasang-bongkar pemain selama proses berlangsung.

Baca Juga: Tempat Wisata Ini Bak Surga Tersembunyi, Nikmati Ngarai Indah hingga Ranu Kumbolonya Tasikmalaya

Sementara, Jabo yang berperan sebagai Sempakwaja mengatakan, dirinya melakukan serangkaian tahap untuk memerankan tokoh Sempakwaja. Seniman yang pernah pendapat penghargaan Sutradara Pinunjul pada Festival Drama Basa Sunda XIII tahun 2014 ini menerangkan, setelah menghapal naskah, ia mendalami kata demi kata dan mengeksplorasi gaya pengucapannya agar sesuai dengan emosi yang terdapat dalam tokoh tersebut.

“Saatos apal naskah, teras diteuleuman kata per kata, kalimat per kalimatna [teras] diréka-réka kumaha pipanteseunana ngucapkeun éta dialog sapados nyurup kana maksud émosi anu aya dina diri éta tokoh. (Setelah hapal naskah, kemudian didalami kata per kata, kalimat per kalimanya [kemudian] dieksplor bagaimana pantasnya mengucapkan dialog tersebut agar sesuai dengan emosi yang ada di dalam diri tokoh itu),” terang Jabo.

Halaman:

Editor: Dede Nurhidayat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x