Network
KABAR PRIANGAN - Keutuhan Partai Koalisi pengusung Budi Budiman – HM. Yusuf di Pilkada 2018 boleh jadi berada dalam ancaman serius.
Empat partai Koalisi Budi-Yusuf yang saat itu cukup sukses menghempaskan tantangan Dede Sudrajat-Asep serta Dicky Chandra-Deni Romdoni kini seolah tengah mengalami “turbulensi”.
Soliditas yang semula begitu kuat kini mulai dihiasi riak-riak keretakan. Hal itu salah satunya terjadi sebagai buntut dari persoalan hukum yang mendera H. Budi Budiman sebagai sosok sentral di balik handalnya koalisi yang berisi PPP, Golkar, PKB dan Nasdeum.
Baca Juga: Penyebaran Virus Korona di Garut Masih Tinggi, Yeni Yunita : Kluster Keluarga Jadi Ancaman Serius
Dua petinggi PKB dan Nasdem Kota Tasikmalaya malah dengan terang-terangan menyatakan bahwa keberadaan partainya seolah dikesampingkan tatkala badai besar Komisi Pemberantasan Korupsi membuat oleng biduk perahu koalisi.
Hubungan di internal koalisi itu pun mulai tak harmonis yang ditunjukan dengan narasi dan argumen masing-masing partai.
Mantan Anggota DPRD dari F-PPP, H.Yeyen Munawar serta kader Muda PPP Yanuar M.Rifki misalnya tak menampik bila “perahu” yang mereka tumpangi mulai oleng.
Malah, dengan dalih komunikasi yang tidak berjalan baik, Yeyen menyebut bila pilihan "bercerai" dari koalisi bukan mustahil akan jadi pertimbangan.
Baca Juga: Dikejar 'Maung Galunggung', Geng Motor di Tasik Lari ke Rumah Sakit dan Berpura-pura Sebagai Pasien
Menurut Yeyen, walikota dan wakilnya adalah ibarat suami istri. "Layaknya sebuah pasangan, tentu harus saling melengkapi, mengisi kekurangan, memposisikan diri sesuai porsi dan kewenangan, menjaga keharmonisan plus tidak mengumbar kekurangan keluar yang tentu berdampak tidak baik," kata dia.
Apalagi menurut Yeyen, urusan ini urusan menjaga amanah umat dan rakyat. Makanya berpolemik di muka publik adalah tindakan tidak simpatik serta boleh jadi tidak menarik. Karena menurut Yeyen, umat dan rakyat menunggu karya nyata dengan berbagai aturan sudah jelas.
