Mengintip Suka Duka  Santri Tinggal di Pondok Pesantren. Jauh dari Orangtua, Demi Ilmu Agama

22 Oktober 2022, 12:47 WIB
Ratusan santri di Pondok Pesantren Manarul Huda Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya tengah melakukan pengajian rutin di dalam mesjid di lingkungan pesantrennya.* /kabar-priangan.com/Aris MF/

KABAR PRIANGAN - Hidup jauh dari kedua orangtua dan tinggal di Pondok Pesantren membuat Nenk Aura (13) sempat merasakan kehawatiran bahkan tidak bisa tidur.

Pelajar kelas VII MTs KH. A Wahab Muhsin Sukahideng Kecamatan Sukarame Kabupaten Tasikmalaya ini mengaku, keinginannya mondok di Pesantren Sukahideng memang keinginan pribadinya. Hingga ia memilih pesantren tempat ayah dan ibunya dulu menimba ilmu.

"Disini siangnya saya sekolah. Dari mulai sore hingga pagi kegiatan di pesantren. Sebab saya mondok di pesantren," jelas gadis asal Desa Sukabakti Kecamatan Sodonghilir tersebut.

Baca Juga: Ayo Meriahkan Hari Santri Nasional 2022 dengan 15 Link Twibbon yang Unik dan Menarik Berikut Ini

Secara perlahan, kata dia, keingian untuk pulang dan dekat dengan orangtua pun terkikis. Hal ini berkat kehadiran teman-temannya di pondok yang selalu mensuport hingga menjadi keluarga barunya. Mereka semua pun memiliki jalan hidup yang sama, tinggal di pesantren bahkan sudah ada yang bertahun-tahun sejak menginjak bangku kelas 1 SD.

Selain itu, kata Neng Aura, pendidikan yang diberikan pondok pesantren menguatkannya memiliki jiwa santriwati yang siap menimba ilmu agama lebih dalam.

Tidak hanya mempelajari Alquran, tetapi berbagai kitab-kitab pun menjadi santapan ia dan rekan-rekan sesama santriwati setiap harinya.

Baca Juga: Pendopo Kota Banjar Dibakar orang Tak Dikenal. Kerugian Ditaksir Mencapai Rp 270 Juta

Dikatakan dia, guna mengobati rasa kangen pada kedua orangtuanya, ia paling hanya bisa mengirimkan doa.

Sementara untuk bisa pulang, baru diperbolehkan pada saat libur panjang sekolah atau libur kegiatan di pesantren.

"Untungnya, ayah atau ibu kerap datang dua bulan sekali kesini. Menjenguk dan melihat kondisi saya di pesantren," jelas Neng Aura.  

Baca Juga: Refleksi Hari Jadi ke-21 Kota Tasikmalaya, Momentum Hidupkan Budaya dan Wujudkan Pembangunan yang Merata

Pengalaman hidup sebagai santri juga dirasakan M. Ilzam Mahardika (14). Santri yang mukim di Pondok Pesantren Manarul Huda Kecamatan Sukarame Tasikmalaya pun, kini terpaksa harus bisa bertahan untuk berjauhan dengan ayah dan bundanya.

Selain tidak boleh dikunjungi diluar jadwal yang sudah ditentukan, para santri pun tidak diperbolehkan membawa alat komunikasi seperti handpone.

Satu-satunya alat komunikasi yakni dengan cara berkirim surat yang dititipkan ke pengurus atau penjaga pondok.

Baca Juga: Jadwal Acara NET TV Sabtu 22 Oktober 2022: Ada Tonight Show, Catatan Si Bocil dan ONE Fight Night

"Jika kangen, paling saya kirim surat dan dititip di pos penjagaan. Nanti dibalas oleh ayah dan bunda, dan kembali dititip disana," jelas Ilzam yang kini duduk di kelas VIII Madrasah Tsanawiyah.

Selain belajar di sekolah formal yang ada di lingkungan pondok, setiap harinya ia penuh dengan kegiatan pesantren.

Dari mulai pengajian rutin, sholat berjamaah di setiap waktu, hingga kegiatan pondok lainnya.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Sabtu 22 Oktober 2022: Kehidupan Cinta Cancer Jadi Rumit, Semua Usaha Virgo akan Berhasil, Leo?

Ilzam pun mengaku, keinginannya mondok di pesantren kehendak dirinya sendiri. Sehingga ia pun menguatkan diri dari rasa kangen ke rumah.

Hal inipun mendapat dukungan penuh dari orangtuanya. Meski dirasa berat, namun kedua orangtuanya mengikhlaskan demi pribadi lebih baik anaknya dimasa depan.

"Awalnya berat, tetapi melihat tekad dan semangatnya, saya yakin anak saya bisa hidup jauh dari orangtua dan belajar agama di pesantren," ujar orang tua Ilzan, Teguh.

Baca Juga: Kapolres Garut Kagum Prestasi Pasheman 90 Juarai Indonesia Got Talent

Teguh pun mengaku, pasca dua tahun mondok di pesantren, banyak perubahan besar pada anaknya. Khususnya pada prilaku dan sikap anaknya saat berada di rumah. Kini ia lebih sopan dan bisa menetapkan tatakrama serta adab yang sangat islami.

Ilzam pun kini bisa diandalkan untuk membuka pengajian dengan lantunan ayat suci alquran atau pun bertindak sebagai muadzin. Tidak jarang ketika berada di kampungnya, ia kerap diminta untuk mengisi sejumlah kegiatan keagamaan.

Berbeda dengan Neng Aura dan M. Ilzam, santri lainya di Pondok Pesantren Cipasung Singaparna, Arsil (18) sudah terbiasa jauh dengan orangtuanya yang ada di kota Depok. Ia sudah hampir 6 tahun belajar mondok di pesantren.

Baca Juga: Cegah Kejahatan Geng Motor, Polri, TNI, dan Satpol PP di Garut Lakukan Patroli

Sejak memasuki kelas VII MTs hingga kini beranjak di kelas IX Madrasah Aliyah, ia sudah merasakan asam manisnya mondok.

"Awalnya iyah sempat nangis karena dimasukan oleh ayah ke pesantren. Tetapi secara perlahan, akhirnya terbiasa, bahkan disini asik rame banyak teman," ujarnya.

Dukanya, bila ia mengalami kondisi sakit, maka tidak ada ayah atau ibu yang menemani. Termasuk ketika wabah Covid-19 menyerang ratusan santri di pesantren ini, ia termasuk santri yang kena dan harus menjalani isolasi mandiri di pesantren.

Baca Juga: Gempa di Sulawesi Tengah dengan Magnitudo Update M5,0 Dirasakan dalam Skala IV MMI di Ampana

Untungnya pihak pesantren sigap dan menangani setiap santri yang mengalami sakit. Hingga tidak dalam hitungan lama, mampu mengendalikan penyebaran covid-19, hingga para santri semuanya berangsur sembuh.***

Editor: Zulkarnaen Finaldi

Tags

Terkini

Terpopuler