KABAR PRIANGAN – Saat ini terjadi perbedaan waktu dalam pelaksanaan ibadah di Bulan Dzulhijjah ini antara Indonesia dan Arab Saudi.
Di Arab Saudi, tanggal 10 Dzulhijjah jatuh pada hari Sabtu, 9 Juli 2022. Dengan demikian, pelaksanaan wukuf di Arafah akan bertepatan dengan hari Jumat, 8 Jui 2022.
Sementara di Indonesia, pemerintah telah memutuskan bahwa 10 Dzulhijjah jatuh pada hari Minggu, 10 Juli 2022. Dengan demikian, Puasa Arafah jatuh pada hari Sabtu, 9 Juli 2022 dan puasa Tarwiyah pada hari Jumat, 8 Juli 2022.
Menanggapi adanya perbedaan pelaksanaan waktu Idul Adha antara pemerintah Arab Saudi dengan Indonesia ini, Buya Yahya mengungkapkan bahwa adanya perbedaan waktu seperti ini, baik Idul Fitri, Ramadha, juga Idul Adha, adalah hal yang lumrah.
“Idul Fitri, puasa arafah, itu biasa terjadi perbedaan sejak dulu juga,” kata Buya Yahya dikutip dari kanal Youtube AL-Barjah TV.
Menurutnya, perbedaan itu terjadi karena memang ada perbedaan dua mazhab ulama-ulama besar, yaitu mazhab Iman Maliki dan Mazhab Imam Syafi'i.
Baca Juga: Liga 1 Indonesia akan Segera Dimulai, Pelatih Persib: Daisuke Sato dalam Kondisi Prima
Ada mazhab Imam Maliki dan juga mazhab-mazhab lainnya, seperti Imam Hambali dan Hanafi yang beranggapan bahwa jika di suatu tempat sudah jatuh pada tanggal 1, maka daerah lainnya boleh menyeragamkan pada tanggal 1 itu.
“Jadi tak ada perbedaan matlak, tak ada perbedaan tanggal. Jika di Indonesia sudah masuk tanggal 1, maka seluruh dunia bisa mengikuti. Itu pendapat dari Imam Maliki,” kata Buya Yahya.
Kemudian pendapat Imam Syafi’i, ada perbedaa matlak, yaitu perbedaan keluarnya rembulan. “Jika sebuah wilayah terlihat rembulan yang berbeda, maka berbeda pula tanggal satunya,” kata Buya.
Baca Juga: Ditemukan Jejak Telapak Kaki Macan Kumbang di Pekarangan Rumah, Warga Cikupa Ciamis Resah
Jika di Indonesia sudah terlihat rembulan tanda 1 Ramadhan, kata Buya, maka berpuasalah bagi orang Indonesia. Tapi jika di daerah lain rembulan belum terlihat, maka belum boleh berpuasa
“Lalu puasanya kapan? Ya tunggu sampai terlihat rembulan. Ini Mazhab Imam Syafi’I,” kata Buya Yahya.
Jadi menurut mazhab Imam Syafi’I, mungkin saja terjadi perbedaa waktu tanggal 1 di Indonesia, di India, dan juga di Arab Saudi.
Baca Juga: Santri di Kota Tasikmalaya Tewas, Kesetrum Listrik Saat Perbaiki Pompa Air Kamar Mandi
Lalu kapan puasa Arafah? Buya Yahya menjelaskan bahwa Puasa Arafah adalah Puasa Tanggal 9 Dzulhijjah, bertepatan dengan pelaksanaan wukuf jemaah haji di Arafah.
Nah, jika kita mau mengacu pada mazhab Imam Maliki, ketika di Arab Saudi sudah masuk 9 Dzulhijjah, maka kita semua bisa ikut puasa arafah, sesuai dengan waktu di Arab Saudi.
Sementara jika mau mengikuti Mazhab Imam Syafi’I, maka disesuaikan dengan kondisi hilal di tempat masing-masing.
“Bisa saja terjadi seperti sekarang ini. Ketika di Arab sudah terlihat hilal pada tanggal 1 Dzulhijjah, di Indonesia belum terlihat. Maka Puasa Arafah di Indonesia, sehari selanjutnya,”kata Buya Yahya.
Buya Yahya juga menegaskan bahwa perbedaan itu ada dalam fikih. Tinggal sikap kita, apakah mau mengikuti mazhab Imam Maliki atau Imam Syafi’i.
Menurutnya, jika sebuah perbedaan itu sama-sama benar menurut fikih, maka keputusannya ada di pemerintah.
“Jika hakim pemerintah sudah mengambil keputusan, maka kita tidak boleh berbeda. Apa yang telah diputuskan oleh pemerintah, hendaklah diikuti,” kata Buya Yahya.
Buya Yahya juga menegaskan, dalam hal penentuan tanggal hijriah ini, pemerintah sudah memiliki perangkat yang canggih yang perhitungannya tentu lebih akurat.
“Percayalah, pemerintah punya perangkat untuk mengetahui itu semuanya,” kata dia.***