Kisah Masa Kecil Ecep Suwardaniyasa di Tasikmalaya: Saat SMP Jalan Kaki 2 Km, Hobinya Menunjang Demonstrasi

19 April 2024, 23:34 WIB
H Ecep Suwardaniyasa Muslimin (tengah) bersama kakaknya H Undang Sudrajat, dan ibunda Hj. Carmini.*/kabar-priangan.com/Dok. Undang Sudrajat /

KABAR PRIANGAN - H Ecep Suwardaniyasa Muslimin (50) mencatatkan namanya dalam Wall of Fame Six Star Finisher World Major Marathon (WMM) setelah menjadi jurnalis Indonesia pertama yang meraih Six Star Marathon di Boston, Massachusetts, Amerika Serikat, Senin 15 April 2024 waktu setempat. Tentu tak mudah untuk mencapai hal tersebut. Butuh konsistensi dalam waktu yang lama hingga meraih enam bintang.

Sebelumnya, enam kota besar di dunia harus dijajal Ecep mulai WMM tahun 2018 di Berlin. Kemudian di Chicago (2019), London (2022), Tokyo dan New York (2023), serta Boston (2024). Masing-masing menempuh jarak 42,2 km.

"Alhamdulillah, saya berhasil menyelesaikan enam rangkaian WMM atau melewati enam marathon major di enam kota tersebut dengan tingkat kesulitan yang berbeda beda," ujar Ecep kepada kabar-priangan.com/Surat Kabar Harian "Kabar Priangan", Selasa 16 April 2024 malam.

Baca Juga: Ecep Suwardaniyasa, Anak Tasikmalaya Jadi Jurnalis Indonesia Pertama Peraih Six Star World Marathon di Boston

Sebelum mengikuti salah satu event internasional lari paling prestisius dalam kalender para pelari itu, Ecep memang telah mempersiapkan diri dalam berbagai hal. Termasuk fisik dan mental. Namun tak urung ia sempat merasakan tingkat kesulitan yang tinggi karena beratnya medan yang harus ditempuh dan kondisi cuaca yang berbeda dengan Indonesia.

Latihan lari pertama muntah-muntah

Lantas, bagaimana asal-muasal Ecep hingga menyukai dan menekuni dengan serius olahraga lari? Menurutnya, awal dirinya tertarik lari karena didorong keinginannya pada tahun 2018. Ecep memulainya benar-benar dari nol. Agar program latihannya berjalan baik, ia menggandeng pelatih khusus lari. "Saat itu saya mencoba berlari satu putaran lapangan bola, sampai muntah-muntah," ucap pria yang akrab disapa Kang Ecep tersebut.

Baca Juga: Ini Dia Ecep Suwardaniyasa, Profil Putra Tasikmalaya Jurnalis Indonesia Pertama di Wall of Fame Six Star WMM

Namun tekadnya yang kuat, membuat ia secara bertahap dapat melahap materi yang diberikan instruktur. Upaya itu berbuah hasil. Ia mulai terbiasa dengan jarak dan medan berat yang harus ditempuh. Termasuk ketika mengikuti seri marathon terakhir di Boston itu, Ecep dapat melalui rute berat berupa tanjakan sangat panjang dari Km 26 hingga Km 36 yang bisa berisiko cedera.

Baca Juga: Ecep Suwardaniyasa, Anak Tasikmalaya Jadi Jurnalis Indonesia Pertama Peraih Six Star World Marathon di Boston

Ingin Masuk Persitas Tak Kesampaian 

Sebetulnya, masa kecil Ecep tak bercita-cita menjadi pelari. Putra dari H Muslimin Komar (Alm) dan Hj Carmini (72) itu ingin menjadi pemain sepak bola. Karenanya, jika tak merumput di Stadion Wiradadaha Kota Tasikmalaya, ia berlatih di lapangan sepak bola sekitar rumahnya. "Hobi Ecep saat kecil itu bukan lari, tapi sepak bola. Dulu tergila-gila ingin masuk tim Persitas (Persikotas) Tasikmalaya, tapi tak kesampaian he he," kata kakak Ecep, H Undang Sudrajat saat dihubungi Selasa 16 April 2024.

Ecep Suwardaniyasa Muslimin (kanan) dan kakaknya, Undang Sudrajat, beberapa waktu lalu.*/kabar-priangan.com/Dok. Undang Sudrajat

Masa kecil Ecep sendiri dilalui di kediamannya di Jalan Ampera Kelurahan Panglayungan Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya. Pria yang kini berdomisili di Pamulang Tangerang Selatan --seiring dengan lokasi pekerjaannya di Kantor tvOne Pulogadung Jakarta-- itu, menempuh pendidikan di SDN Gununglipung 4 Tasikmalaya di Panglayungan (tahun 1980-1986). Kemudian melanjutkan ke SMP Pasundan Tasikmalaya (1986-1989) dan SMAN 5 Tasikmalaya (1989-1992).

Baca Juga: Peringati Hari Kartini 21 April dengan Naik Gunung? Ini 3 Rekomendasi Carrier Khusus untuk Wanita dari Eiger

Sempat jualan kantong keresek sambil jalan kaki

Menurut Undang, saat berangkat ke sekolah dasar tersebut Ecep biasa berjalan kaki, kadang sambil lari. Jarak rumahnya ke SDN 4 Gununglipung sekira 1 Km. "Ketika SMP, ia pun sering lari. Padahal jarak rumah ke SMP Pasundan agak jauh, kurang lebih 2 Km," tutur Undang.

Warga Kota Tasikmalaya, H Undang Sudrajat (kiri) bersama adiknya, H Ecep Suwardani Yasa, saat menyaksikan pertandingan Timnas Indonesia vs Vietnam di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis 21 Maret 2024 malam. Indonesia menang skor 1-0 (0-0).*/kabar-priangan.com/Dok. Undang Sudrajat

Hal itu pun tetap dilakukan saat duduk di bangku SMAN 5 Tasikmalaya. Jika tak naik angkot, ia berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. "Ecep mah kadang suka jualan (kantong) keresek di Pasar Kidul sambil jalan kaki," kata Undang.

Baca Juga: Masjid Agung Kota Tasikmalaya Harus Bersih dari Berbagai Atribut Spanduk, Cermin Pengurus DKM

Lulus SLTA, Ecep menempuh kuliah S1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Purwokerto Program Studi Ilmu Pendidikan (1992-1998). Selain aktif di Majalah Mahasiswa Obsesi UIN Purwokerto, ia pun menjadi aktivis pergerakan mahasiswa.

Ecep Suwardaniyasa. Saat kuliah di UIN Purwokerto mondok di Pondok Pesantren Al-Hidayah Karangsuci.*/Facebook/Ecep Suwardaniyasa

Ecep terlibat dalam berbagai unjuk rasa di tengah represifnya Orde Baru. "Karier" sebagai demonstran dimulai dari bawah yakni peserta aksi biasa hingga menjadi koordinator lapangan aksi. Tentu saja, aktivitasnya yang berisiko besar pada zamannya itu membuat Ecep kerap berurusan dengan aparat keamanan bahkan sempat ditahan. Risiko umum paling dekat yang harus dihadapi pengunjuk rasa seperti kena pentungan, ditendang lars sepatu, atau ditangkap.

Hobi yang menunjang "karier" demonstrasi 

Dalam posisi tersebut, ternyata aktivitasnya yaitu rajin lari saat masa kecil hingga remaja di Tasikmalaya sedikit banyak menunjang "karier" Ecep. Beberapa kali ia berhasil lolos dari tangkapan aparat karena sukses mempraktikkan jurus langkah seribu, seperti diakuinya sambil tertawa. "Basicly saya kan pemain bola, apalagi saat mahasiswa. Badan saya kecil sehingga dapat lari kencang banget saat main bola," ucapnya saat wawancara lanjutan per telepon dari Boston dengan kabar-priangan.com/Surat Kabar Harian "Kabar Priangan", Kamis 18 April 2024 dini hari WIB.

Baca Juga: Masih di Level IV atau Awas, Ini Beberapa Dampak Erupsi Gunung Ruang di Sulawesi Utara

"Jadi pemahaman-pemahaman sebagai demonstran itu memang sedikit banyak juga memberi pengaruh, saat unjuk rasa bisa lari kencang. Kemudian kalau ada huru-hara atau chaos dalam situasi demonstrasi juga lebih sigap karena memang ketika itu saya biasa berlari bermain bola he he," tutur penulis buku Membayangkan Republik terbitan Jejak Pustaka cetakan pertama pada Januari 2024 tersebut. (4 - Bersambung)***

 

 

 

 

 

Editor: Arief Farihan Kamil

Tags

Terkini

Terpopuler