KABAR PRIANGAN - Seringkali cara kita berbicara dengan diri kita sendiri lebih keras daripada cara kita berbicara dengan orang lain. Faktanya, banyak dari kita yang terjebak dalam lingkaran monolog negatif dalam diri kita.
Ini adalah racun yang sering tidak disadari karena melakukannya berulang kali terhadap diri kita sendiri, kita tidak menyadari bahwa hati dan pikiran kita terhanyut dan hal yang negatif itu pun terbawa dalam kebiasaan sehari-hari.
Namun, sebenarnya kita dapat keluar dari situasi yang tampaknya seperti lingkaran setan. Simak selengkapnya:
Apa yang dimaksud dengan monolog batin yang beracun?
Dr. Peter Attia, penulis Outlive: The Science and Art of Longevity, menceritakan bahwa dahulu dirinya memiliki kasus toxic self talk yang parah yang berasal dari perfeksionisme akut berkaitan dengan kinerja.
Sejak kecil, ia merasakan kemarahan dalam dirinya setiap kali ia tidak menyelesaikan tugas sesuai dengan standarnya yang sangat tinggi. Hal ini kemudian dilampiaskan berupa kekerasan, seperti memecahkan jendela dan berteriak pada diri sendiri dan pada akhirnya berteriak pada orang-orang di sekitarnya.
Padahal, tidak perlu meninju dinding untuk memperbaiki cara Anda berbicara kepada diri sendiri. Kita dapat memperbaiki cara kita menjalin hubungan dengan diri sendiri sehingga tercipta persepsi yang lebih baik, perasaan dan pikiran yang lebih positif dalam menghadapi kehidupan.
Cara mengendalikan kritikus toksik dalam diri Anda
1. Mencari dukungan
Dalam mengatasi ini, Attia mencari pertolongan seorang terapis untuk membantunya keluar dari situasi yang mengungkungnya selama 47 tahun. Semua sesi-sesi yang ia lakukan dikonsultasikan kepada terapisnya.
2. Berhenti bertindak saat berada pada posisi negatif
Setiap kali Attia mendapati dirinya berbicara negatif pada dirinya sendiri, dia segera diam, tidak bertindak apapun termasuk menghentikan aktivitas yang baru saja tidak dikerjakan secara perfeksionis.
3. Posisikan diri sebagai teman bagi diri kita sendiri
Setelah berhenti dari aktivitas, Attia memosisikan dirinya sebagai teman (orang kedua) terhadap dirinya sendiri yang baru saja melakukan kesalahan. Secara alami Attia yang memposisikan dirinya sebagai teman akan berbicara lebih ramah terhadap dirinya yang melakukan kesalahan tersebut. Pembicaraan tersebut pun ia rekam dan dikirimkan kepada terapisnya.
Setelah menjalaninya sebanyak empat atau lima kali sehari sampai beberapa bulan, Attia mengklaim bahwa ia tidak lagi mendengar kritikus toksik tersebut berbicara di dalam dirinya.
Orang yang memiliki monolog batin yang negatif adalah orang yang tidak memiliki empati terhadap dirinya sendiri, sehingga pada titik ketika dirinya mulai melakukan monolog negatif, ia harus menempatkan dirinya sebagai teman terhadap dirinya sendiri.
Lama kelamaan toxic self talk yang biasa dilakukan oleh diri yang perfeksionis kian menipis dan seiring dengan itu rasa empati terhadap diri sendiri muncul.***