Menggunakan ChatGPT untuk Penelitan Kasus, Pengacara AS Permalukan Diri Sendiri

- 30 Mei 2023, 13:52 WIB
Terdapat potensi risiko kecerdasan buatan, termasuk potensi penyebaran informasi yang salah dan bias.
Terdapat potensi risiko kecerdasan buatan, termasuk potensi penyebaran informasi yang salah dan bias. /Freepik/

KABAR PRIANGAN - Seorang pengacara di New York menghadapi sidang pengadilan setelah perusahaannya menggunakan Artificial intelligence (AI) ChatGPT untuk penelitian hukum.

Seorang hakim mengatakan bahwa pengadilan dihadapkan pada "situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya" setelah sebuah pengajuan ditemukan merujuk pada contoh kasus hukum yang tidak ada.

Penggunaan ChatGPT dilakukan pada saat seorang pria bernama Roberto Mata menggugat maskapai penerbangan Avianca, dengan mengatakan bahwa ia terluka ketika sebuah kereta saji dari logam menghantam lututnya saat penerbangan ke Bandara Internasional Kennedy di New York.

Baca Juga: 5 Film Indonesia Terbaru yang Akan Tayang Bulan Juni di Bioskop, Berikut Jadwal dan Sinopsisnya

Ketika Avianca meminta hakim federal Manhattan untuk membatalkan kasus ini, pengacara Mata mengajukan keberatan dan mengajukan berkas setebal 10 halaman yang mengutip lebih dari setengah lusin keputusan pengadilan yang relevan dengan kasus cedera tersebut. Antara lain, Martinez v. Delta Air Lines, Zicherman v. Korean Air Lines dan Varghese v. China Southern Airlines.

Namun, pengacara maskapai Avianca kemudian menulis surat kepada hakim dan mengatakan bahwa mereka tidak dapat menemukan beberapa kasus yang dirujuk dalam berkas tersebut.

"Enam dari kasus yang diajukan tampaknya merupakan keputusan pengadilan palsu dengan kutipan palsu dan kutipan internal palsu," tulis Hakim Castel dalam sebuah surat perintah yang meminta tim hukum Roberto Mata untuk memberikan penjelasan.

Baca Juga: Tempat Wisata Kuliner Seblak di Tasikmalaya, Nomor 3 Lokasinya yang Terpencil hingga Disebut Hidden Gem

Selama beberapa kali pengajuan, diketahui bahwa berkas sebanyak 10 halaman tersebut tidak disiapkan oleh Peter LoDuca, pengacara penggugat, melainkan disiapkan oleh seorang rekannya di firma hukum yang sama.

Dikutip dari New York Times, pengacara yang membuat berkas tersebut, Steven A. Schwartz dari firma Levidow, Levidow & Oberman, menyerahkan diri hari Kamis, dengan memberikan pernyataan tertulis bahwa dia telah menggunakan program kecerdasan buatan untuk melakukan penelitian hukum kasus tersebut dan menyatakan kecerdasan buatan itu sebagai "sumber yang ternyata tidak dapat diandalkan."

Dalam pernyataan tertulisnya, Schwartz mengklarifikasi bahwa LoDuca tidak terlibat dalam penelitian kasus dan tidak mengetahui bagaimana penelitian itu dilakukan.

Baca Juga: Komplit! Tempat Wisata buat Camping di Kuningan dari Pesona Sunrise dan City Light hingga Keindahan Air Terjun

Ia juga mengatakan telah meminta program ChatGPT melakukan verifikasi terhadap kasus-kasus yang dicantumkan pada berkas, dan program tersebut mengiyakan kebenarannya.

Schwartz, yang telah berpraktik hukum di New York selama tiga dekade, mengatakan kepada Hakim P. Kevin Castel bahwa ia tidak berniat untuk menipu pengadilan atau maskapai.

Schwartz mengatakan bahwa dia tidak pernah menggunakan ChatGPT sebelumnya, dan sangat menyesal telah mengandalkan chatbot.

Ia mengatakan "tidak menyadari bahwa isinya bisa saja salah" dan telah bersumpah untuk tidak akan pernah menggunakan AI untuk melengkapi penelitian hukumnya di masa depan tanpa verifikasi mutlak atas kebenarannya.

Baca Juga: 5 Drakor dengan Episode Terpendek, Ada yang Dibintangi DO EXO hingga Bae Suzy

Program kecerdasan buatan ChatGPT telah digunakan jutaan orang sejak diluncurkan pada November 2022. ChatGPT dapat menjawab pertanyaan dengan bahasa alami seperti manusia dan juga dapat meniru gaya penulisan lainnya.

Namun ada kekhawatiran atas potensi risiko kecerdasan buatan, termasuk potensi penyebaran informasi yang salah dan bias.***

Editor: Dede Nurhidayat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x