Profil Penerima Anugerah Budaya Kota Tasikmalaya 2021, Hj. Momoh Patimah Maestro Sinden Tasikmalaya

- 21 November 2021, 19:23 WIB
Penerima Penghargaan Anugerah Budaya Kota Tasikmalaya 2021, Hj. Momoh Patimah
Penerima Penghargaan Anugerah Budaya Kota Tasikmalaya 2021, Hj. Momoh Patimah /kabar-priangan.com/Dok. DKKT

Selain Bambang Arayana Sambas, penerima Penghargaan Anugerah Budaya Kota Tasikmalaya 2021 lainnya adalah Hj. Momoh Patimah.

Bagi masyarakat Tasikmalaya tempo dulu, tentu tidak akan asing lagi dengan drama kolosal atau Gending Karesmen berjudul “Galunggung Ngadeg Tumenggung”. Gending Karesmen merupakan drama khas Sunda yang dialog-dialognya dinyanyikan dan disertai iringan karawitan.

Gending Karesmen Galunggung Ngadeg Tumenggung merupakan karya Wahyu Wibisana (Alm) yang dipentaskan di Taman Wisata Karangresik pada tahun 1964.

Baca Juga: Bambang Arayana dan Momoh Patimah Raih Anugerah Budaya Kota Tasikmalaya 2021

Momoh Patimah merupakan salah seorang yang berada di balik kesuksesan pentas Gending Karesmen Galunggung Ngadeg Tumenggung. Karena, pada saat itu Momoh merupakan salah seorang sinden atau juru kawih pada gending karesmen tersebut.

“Saat itu Ceu Momoh tampil sebagai sinden atau juru kawih pada pagelaran Gending Karesmen Galunggung Ngadeg Tumenggung,” tutur Tati Sugiarti, adik Momoh Patimah yang juga muridnya.

Selepas lulus dari Sekolah Pendidikan Guru (SPG), Momoh langsung bekerja di PT Dahana, perusahaan yang memproduksi bahan peledak dan berlokasi di lingkungan Lanud Cibeureum, sekarang Lapangan Udara Wiriadinata.

Baca Juga: Profil Bambang Arayana Sambas, Penerima Anugerah Budaya Kota Tasikmalaya 2021

Entah karena talenta seninya yang terus menggoda perjalanan hidupnya, akhirnya Momoh pindah kerja dari Dahana ke Studio Radio Daerah (Sturada) Kabupaten Tasikmalaya. Dari Sturada bakat seninya terus menjelma yang lalu membawa Momoh dari panggung yang ke panggung lainnya.

“Dari Sturada Ceu Momoh kemudian pindah ke Dinas Pariwisata Daerah (Diparda) Kabupaten Tasikmalaya ketika Kabupaten Tasikmalaya dipimpin oleh Bupati Adang Roosman, SH,” ucap Wiwi Carwilah, adik Momoh yang juga merupakan anak nomor tujuh dari Keluarga Odo Wahda.

Wiwi lebih memilih jadi nayaga dari pada jadi juru kawih atau penari. Dan Wiwi, mengaku menguasai hampir seluruh peralatan nayaga kecuali kacapi.

Baca Juga: Kupon Ditukar 2,5 Kg Beras dan 10 Butir Telur, Peserta Membludak Seribu Dosis Vaksin Habis

Momoh merupakan anak kedua dari sepuluh bersaudara buah pernikahan pasangan Odo Wahda dan Ema Kuyum, kedua pasangan tersebut kini sudah meninggal dunia. Momoh yang lahir di Tasikmalaya pada tanggal 5 Januari 1943 menikah dengan Undang.

Dari pernikahan tersebut ia memiliki seorang putri yakni Dr. Hj. Elis Suryani NS, dosen Universitas Padjadjaran, Bandung. “Ceu Momoh kini tinggal di Bandung bersama putrinya dan cucu-cucunya,” ucap Tati saat dihubungi melalui telpon.

Menurut Tati, keluarga Odo Wahda saat itu aktif di Lingkung Seni (LS) Daya Putra dan hampir semua anak-anaknya aktif di LS tersebut. Bahkan, Odo Wahda yang tak lain ayahnya sendiri, merupakan penata gending pada pentas Gending Karesmen Galunggung Ngadeg Tumenggung.

Baca Juga: Ranperda Kepariwisataan Segera Jadi Perda, Potensi Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Bakal Lebih Fokus Tergali

“Dari 10 bersaudara itu delapan orang terjun dalam bidang seni, khususnya seni Sunda,” tuturnya.

Salah satunya Maman SWP (Alm), pada masanya adalah seorang pemain kecapi yang sangat piawai. Maman bergabung bersama gurunya, Mang Koko Koswara, bahkan konon menjadi orang kepercayaan Mang Koko dalam urusan bermain kacapi.

Diungkapkan Tati, di rumahnya yang terletak di Jalan Empangsari yang merangkap sebagai markas Lingkung Seni Daya Putra, setiap harinya banyak orang yang berlatih. Selain berlatih ngawih atau nyinden, juga belajar tari, pencak silat, kacapi, degung dan lain-lainnya.

Baca Juga: Tertabrak Elf Bandung-Cirebon, Dua Pengendara Tewas di Tanjungsari Sumedang

Di situ pulalah, Momoh mengajar kaum muda yang ingin belajar mamaos, atau menjadi juru kawih. “Ada kelompok keturunan Cina yang juga berlatih degung. Jadi di rumah itu setiap hari ada kegiatan yang berkaitan dengan dunia seni,” ujar Tati.

Tati yang juga pensiunan ASN di Kodim 0613 Ciamis menyebutkan, Ceu Momoh dan kelompoknya sejak Bupati Husein Wangsa Atmadja, Hudli Bambang Aruman, hingga Adang Roosman selalu tampil dalam acara-acara yang diadakan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya saat itu.

”Hampir seluruh pelosok daerah yang berada di bawah pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya pernah disinggahinya,” ujarnya.

Baca Juga: Hj. Tina Wiryawati Minta Ada Exit Tol Batikcap di Kota Banjar

Ditambahkan Tati, beberapa murid Ceu Momoh yang sempat malang-melintang sebagai sinden atau juru kawih pada zamannya adalah Eti "Si Mata Roda", Titing, "Si Manyar", dan masih banyak lagi.

Sebagai pesinden, Momoh juga tersohor bersama lingkung seni Wirahmasari, yakni rombongan kliningan, yang dipimpin oleh Kapten Toha, seorang dalang yang juga tentara dari Jl. Tawangsari. Bersama lingkung seni ini, Momoh kerap melanglang berbagai daerah.

Momoh juga sebagai salah seorang pencetus Tasik Festival pada Agustus 1975. Ia dalam setiap garapan selalu dijadikan tokoh sentral oleh Wahyu Wibisana karena pada zaman dulu di Tasikmalaya masih belum banyak juru kawih.

Baca Juga: Wabup Sumedang Bersama SVECI Kenalkan Alam Sumedang dengan Off Road
“Dulu memang saya kerap diajak dalam berbagai garapan oleh Kang Wahyu Wibisana, ya termasuk dalam Galunggung Ngadeg Tumenggung. Baru setelah generasi saya ada Otih Rostoyati, Titing, dan lain-lain,” ujar Momoh.

Menurutnya, dalam setiap garapan ia selalu bersama seniman lain di Tasikmalaya. “Seperti Pa Abudin, Pa Djuha Suwita, Pa Apang, dan lain-lain,” ucapnya. (dari Booklet Anugrah seni budaya Tasikmalaya)*

Editor: Arief Farihan Kamil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x