KABAR PRIANGAN - Meninggalnya seorang anak laki-laki di Kecamatan Purbaratu Kota Tasikmalaya, Senin 17 Januari 2022, dua hari setelah vaksinasi mendapat sorotan dari banyak pihak. Jajaran Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya pun melakukan takziah ke rumah duka.
Seusai melayat, rombongan Komisi IV yang terdiri dari Sekretaris Komisi IV Gilman Mawardi, Bagas Suryono, Ny. Hj. Nurjanah dan Dadan Daruslan, meminta Pemkot Tasikmalaya mengantisipasi dampak psikologis dari kejadian setelah vaksinasi ini terhadap masyarakat.
Jangan sampai warga menjadi takut anak-anaknya mendapat vaksinasi. "Jangan sampai warga yang tadinya bersedia divaksinasi jadi ragu bahkan takut. Masyarakat harus diedukasi dengan penjelasan yang terang-benderang terkait kasus ini," kata Gilman, Selasa 18 Januari 2022.
Baca Juga: Seorang Anak di Kota Tasikmalaya Meninggal Usai Divaksin, Pagi Hari Sebelum Vaksinasi Terlihat Sehat
Pihaknya juga akan memanggil Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Dinas Pendidikan (Disdik) terkait kejadian ini. "Detail penyebab kematian dari kejadian ini harus dijelaskan, sehingga masyarakat paham. Kami sudah agendakan rapat dengar pendapat dengan Dinkes," kata Gilman.
Selain itu Gilman maupun Bagas juga meminta agar setiap anak yang hendak divaksinasi harus didampingi oleh orangtua. Sehingga proses screening atau penggalian informasi riwayat kesehatan bisa maksimal.
Lebih lanjut dia mengatakan jika benar korban meninggal akibat virus DBD maka perlu diambil langkah-langkah penanggulangan. "Sejauh ini informasi yang kami dapat, penyebab meninggalnya karena DBD. Maka harus ada penanganan," kata Gilman.
Sebelumnya, korban warga Kecamatan Purbaratu Kota Tasikmalaya itu meninggal dunia pada Senin 17 Januari 2022 sekitar pukul 18.00 WIB. Sementara dia mendapatkan vaksinasi pada hari Sabtu 15 Januari 2022 di sebuah sekolah dasar tempat dia menimba ilmu.
Kepala Dinkes Kota Tasikmalaya Uus Supangat mengatakan bahwa kejadian itu bukan merupakan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) murni. Melainkan sebuah kasus yang tergolong KIPI koinsiden.
"Bukan KIPI murni, tapi dalam istilah medis dinamakan KIPI koinsiden. Jadi ini adalah KIPI yang terjadi karena ada penyakit yang mendasarinya," kata Uus, Senin 17 Januari 2022 malam.
Dia menambahkan KIPI koinsiden ini berarti fatalitas atau penyebab utama kematian bukan karena imunisasi atau vaksinasi yang diterima oleh pasien. "Jadi fatalitasnya belum bisa dipastikan karena imunisasi," kata Uus.
Lebih lanjut Uus menjelaskan saat datang ke rumah sakit, korban dalam kondisi kejang dan terjadi penurunan kesadaran. Kondisinya terus memburuk sebelum akhirnya meninggal dunia.
"Setelah kejadian kami menggelar rapat dengan tim dokter. Tim KIPI, dokter anak, dokter ICU dan lainnya," kata Uus.
Mereka menyimpulkan bahwa kejadian ini adalah kasus Expanded Dengue Syndrome (EDS), sebuah penyakit yang disebabkan infeksi virus dengue. "Fatalitas disebabkan oleh expanded dengue," kata Uus.
Dia mengatakan konklusi medis itu diambil atau disimpulkan merujuk kepada hasil tes demam berdarah NS1 yang menunjukan hasil positif. "Hasil NS1 ini menjadi bukti yang tak bisa disanggah bahwa korban terjangkit virus dengue," kata Uus.
Hasil pemeriksaan lain yang menunjang pendapat medis itu adalah hasil pemeriksaan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase). "SGOT dan SGPT di anak ini 1.000. Artinya terjadi kegagalan liver akut," kata Uus.
Baca Juga: Kader PDI-P Pun Minta Ketua DPR RI Mengevaluasi Arteria Dahlan
Terkait mengapa saat mendapatkan vaksinasi anak itu terlihat baik-baik saja, Uus menduga saat itu tubuh anak dalam masa inkubasi infeksi virus dengue, sehingga belum menunjukan atau merasakan gejala gangguan kesehatan.
"Intinya kami berharap masyarakat bisa memahami, bahwa kasus ini bukan KIPI murni. Penyebab fatalitasnya bukan akibat vaksinasi. Jangan takut untuk divaksinasi," kata Uus.*