Cerita 25 KK Korban Gempa Cianjur yang Memilih Ngungsi ke Garut

- 15 Desember 2022, 21:57 WIB
Ketua RW 10, Desa Mekarwangi, Kecamatan Tarogong Kaler, Saepulloh bersama Babinsa dan Babinkamtibmas, menyambangi para korban gempa Cianjur yang memilih mengungsi di Garut.
Ketua RW 10, Desa Mekarwangi, Kecamatan Tarogong Kaler, Saepulloh bersama Babinsa dan Babinkamtibmas, menyambangi para korban gempa Cianjur yang memilih mengungsi di Garut. /kabar-priangan.com/Aep Hendy/

KABAR PRIANGAN - Sebanyak 25 kepala keluarga (KK) warga Kabupaten Cianjur yang menjadi korban gempa, saat ini memilih untuk mengungsi di Kabupaten Garut. Mereka mengaku tak nyaman dan tidak tenang tinggal di tenda pengungsian di Cianjur karena takut akan kembali terjadi gempa.

"Kami lebih nyaman dan tenang tinggal di sini ketimbang harus tinggal di tenda pengungsian di Cianjur. Jika harus tinggal di sana, kami selalu dihantui rasa was-was dan takut akan ada gempa kembali," ujar Ayi (50), salah seorang korban gempa Cianjur yang mengungsi di kawasan Perum Bumi Malayu Asri, Desa Mekarwangi, Kecamatan Tarogong Kidul, Kamis, 15 Desember 2022.

Baca Juga: Ini Pernyataan Bupati Garut Terkait Anggaran Revitalisasi SOR Merdeka Kerkhof

Dikatakan Ayi, ia merupakan warga Kampung Gunung Lanjung, Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. Daerahnya merupakan lokasi yang terbilang paling parah terkena dampak gempa yang terjadi Senin, 21 November 2022 lalu. 

Guncangan gempa yang saat itu begitu dahsyat telah menimbulkan rasa trauma berkepanjangan di hati Ayi dan juga korban lainnya. Bagaimana tidak, kerasnya guncangan gempa telah menyebabkan rumah yang mereka tempati hancur begitupun berbagai peralatan rumah tangga. 

Saking kerasnya guncangan gempa saat itu, tutur Ayi, bahkan barang-barang yang ada di atas meja atau lemari termasuk televisi, sampai berjatuhan ke lantai. Akibatnya, di dalam rumah pun sangat berantakan oleh barang-barang yang berserakan, belum lagi oleh puing-puing rumah yang berjatuhan.

Baca Juga: Sebanyak 142 Peserta Ikuti PeSOKab Garut Tahun 2022

"Anehnya, pada awalnya bukan seperti sedang terjadi gempa karena diawali dengan terdengarnya suara ledakan keras seperti suara ledakan bom. Makanya saat itu saya langsung teriak meminta seluruh anggota keluarga segera keluar dari dalam rumah," katanya. 

Ayi menyebutkan, yang membuat dirinya kian panik saat itu karena cucunya yang berusia 4 tahun tertimpa reruntuhan rumah hingga tulang iganya patah. Ditambah lagi di dalam rumah juga ada penyandang disabilitas yakni adiknya yang bernama Ahmad. 

Diungkapkan Ayi, pascakejadian, para korban ditempatkan di sejumlah tempat pengungsian dengan kondisi yang tentunya serba terbatas. Hal ini dikarenakan warga tak mungkin bisa tetap tinggal di rumahnya karena sebagian besar rumah telah hancur. 

Baca Juga: Atlet Balap Sepeda asal Garut Ditangkap Polisi Karena Jual Ganja

Namun sekitar 12 jam pascakejadian, imbuhnya, ia serta sejumlah korban lainnya dijemput oleh pihak Pesantren Limus Bunder, Garut. Mereka pun dibawa ke Garut dengan alasan agar lebih nyaman dan aman. 

"Kami memang memilih tinggal di sini ketimbang di tenda pengungsian di Cianjur sana. Di sini bukan hanya jauh lebih nyaman tapi juga merasa lebih aman", katanya. 

Jika ia bertahan untuk tetap tinggal di tenda pengungsian, imbuhnya, tentu akan sangat repot terutama karena ia juga harus mengurus sang adik yang disabilitas. Apalagi, di lokasi pengungsian, untuk mendapatkan air jika ingin BAB pun sangat susah. 

Baca Juga: Gara-gara Negara Maroko Mengejutkan di Piala Dunia 2022, Kondisi Infrastruktur Desa Maroko Garut Jadi Sorotan

Menurut Ayi, warga Cianjur korban gempa yang memilih ngungsi ke Garut semuanya ada 25 KK dengan jumlah jiwa 100 lebih. Namun mereka tinggal secara berpencar di sejumlah daerah, ada yang di Perum Bumi Malayu Asri, ada yang di Kampung Cipepe, dan juga di Kampung Ciocong. 

"Kebetulan yang tinggal di kawasan Bumi Malayu Asri ini ada 7 KK dengan jumlah jiwa 25. Sisanya ada yang di Cipepe dan juga di Ciocong," ucap Ayi. 

Ketua RW 10, Desa Mekarwangi, Kecamatan Tarogong Kaler, Saepulloh, membenarkan di wilayahnya ada 7 KK dengan jumlah jiwa 25 yang merupakan korban gempa Cianjur. Mereka berada di daerah tersebut sejak sekitar tiga minggu yang lalu.

Baca Juga: Pemkab Garut Akan Buka Outlet di Amsterdam Untuk Pasarkan Produk Lokal

Dari 25 jiwa korban gempa asal Cianjur yang saat ini berada di daerahnya itu, kata Saepulloh, satu di antaranya penyandang disabilitas dan satu lagi mengalami patah tulang iga karena tertimpa reruntuhan saat terjadi gempa.

Pihaknya pun sudah melaporkan keberadaan mereka kepada pemerintahan desa setempat yang kemudian diteruskan ke tingkat kecamatan. 

Disebutkannya, mereka bisa sampai tinggal di Perumahan Bumi Malayu Asri karena dijemput dan difasilitasi oleh pihak Pesantren Limus Bunder. Para korban sebelumnya ternyata pernah jadi santri pesantren yang berlokasi di wilayah Kecamatan Tarogong Kidul tersebut. 

Baca Juga: Jumlah LGBT di Garut Mencapai 3 Ribuan, Ceng Aam: Mereka Berani Terbuka

"Kami sama sekali tidak keberatan dengan keberadaan mereka di wilayah kami ini. Bahkan kami pun sangat ingin membantu meringankan beban mereka," ujar Saepulloh. 

Namun tuturnya, yang dikhawatirkan pihaknya akan terjadi miss persepsi dari pihak pemerintahan di Cianjur jika keberadaan para korban gempa di Garut bukan karena adanya inisiatif pribadi. 

Warga Cianjur yang merupakan korban gempa yang jumlahnya 7 KK yang sekarang tinggal di kawasan Perum Bumi Malayu Asri ini, tambahnya, tinggal di tiga rumah yakni di blok G-4, G-5, dan G-6. Mereka dititipkan oleh pihak Pesantren Limus Bunder dengan status menyewa rumah.***

Editor: Nanang Sutisna


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x