Hal itu, kata dia, karena jumlah pembeli tidak berubah bahkan cenderung menurun. Apalagi harga bahan baku seperti beras ketan dan gula pasir cenderung naik. "Harga ketan tahun ini sudah mencapai Rp20.500 per kg. Belum lagi gula pasir juga naik jadi Rp14.500 per kg," ujarnya.
"Saya hampir saja batal memproduksi kue tahun ini, namun terlanjur sudah membeli perlengkapan pembuatan kue dan sudah ada pegawai yang siap bekerja," kata Hom Sen, menambahkan.
Namun, lanjut Hom Sen, untuk menjaga tradisi perayaan Imlek, dirinya tetap memproduksi kue keranjang dengan konsekuensi keuntungan yang sangat tipis. Dalam 1 kg ia selalu membaginya dalam dua atau tiga ukuran.
"Ya pembeli tetap saja tidak mau tahu. Saya jual Rp35.000 per kg, tahun kemarin juga Rp35.000 per kg. Yang dibagi dua jadi Rp18.000 per kg, dan yang kecil atau sepertiganya dijual jadi Rp13.000 per kg," ucapnya.
Walau begitu Hom Sen mengaku rumah produksinya tidak berani menurunkan kualitas kue keranjang buatannya karena takut mengecewakan para pelanggannya. Apalagi secara kepuasan hati, lanjutnya, memproduksi kue yang kurang enak dengan mencampur bahan lain membuatnya tidak tenang.
Dengan demikian, ia tetap memegang pakem produksi kue keranjang yang mengutamakan kualitas.
"Pembelinya kan para pelanggan jadi sudah tahu kualitas kue yang saya buat. Kue keranjang ini juga tahan lama hingga satu tahun, bisa dikreasikan dengan digoreng atau dimakan langsung. Agar cepat lepas pembungkus plastiknya cukup dengan membasahi tangan kita dan mengusapnya pada kemasan kue," ucapnya.
Dengan begitu, ujar Hom Sen, kue keranjang buatannya tetap banyak dipesan para pelanggan khususnya di Kota Tasikmalaya.