Para ilmuwan telah melakukan eksperimen untuk mempelajari mimpi. Dengan menghentikan orang dari bermimpi (terus-menerus membangunkan orang yang sedang tidur ketika gelombang otak dalam keadaan mimpi dimulai), ditemukan bahwa kurang tidur dapat menyebabkan sejumlah kelainan fisiologis pada tubuh manusia.
Seperti perubahan abnormal pada tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh, dan melemahnya sistem saraf. Pada saat yang sama, hal ini juga dapat menyebabkan sejumlah efek psikologis yang merugikan seperti kecemasan, kegugupan, mudah tersinggung, halusinasi, gangguan memori, dan lain-lain.
Jadi, kita memerlukan mimpi: mimpi adalah salah satu proses penting dalam fungsi normal tubuh manusia. Penelitian menunjukkan bahwa tidur tanpa mimpi adalah tanda kelelahan, kerusakan otak, atau penyakit. Hasil penelitian ilmiah terbaru menunjukkan bahwa mimpi diperlukan untuk perkembangan otak yang sehat dan pemeliharaan pemikiran normal.
Namun apakah mimpi mempunyai manfaat lain bagi kita selain menjaga kesehatan otak? Apakah hal-hal tersebut memberi kita wawasan yang mendalam, bersifat prakiraan, atau supranatural? Bisakah kita menafsirkan mimpi berdasarkan seperangkat prinsip?
Teori Mimpi Psikoanalis Barat
Psikolog terkenal Austria Sigmund Freud (1856–1939) secara resmi mengusulkan konsep psikoanalisis pada tahun 1895 dan menerbitkan karya penting "Analisis Mimpi" pada tahun 1899. Freud percaya bahwa mimpi mencerminkan keinginan jauh di dalam hati manusia.
Baca Juga: Husain Basyaiban Bagika Momen Wisudanya, Motivasi bagi Kita untuk Selalu Berusaha dan Berikhtiar
Dan di alam bawah sadar, keinginan tersebut terwujud melalui penyamaran dan transformasi tertentu hingga membentuk mimpi. Freud menciptakan aliran psikologi baru berdasarkan analisis mimpi dan alam bawah sadar, yang disebut "sekolah psikoanalitik".
Kontributor lain aliran psikoanalitik adalah psikolog Swiss Carl Gustav Jung (1875–1961). Jung percaya bahwa "mimpi adalah produk, spontan dan tidak terdistorsi, dari pikiran bawah sadar..." dan bahwa mimpi menunjukkan kepada kita "kebenaran alami yang tidak dapat diubah".
Selain itu, psikolog Amerika Erich Fromm (1900–1980) percaya bahwa mimpi adalah sejenis bahasa simbolik dengan ciri-ciri yang mirip dengan mitologi.