Profil Ikranagara, Aktor Senior yang Lahir di Bali dan Menyenangi Belajar Tafsir Alquran Serta Kitab Kuning

7 Maret 2023, 11:44 WIB
Aktor senior Ikranagara meninggal dunia. Berikut ini profilnya.* /Blogspot/Laskar Pelangi The Movie/

 

KABAR PRIANGAN - Aktor Senior Ikranagara yang dikenal sebagai pemeran Kepala Sekolah pada film Laskar Pelangi, menghembuskan nafas terakhir akibat penyakit struk yang dideritanya.

<iframe>
<!--
<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-4552716111294309"
crossorigin="anonymous"></script>
<ins class="adsbygoogle"
style="display:inline-block;width:320px;height:100px"
data-ad-client="ca-pub-4552716111294309"
data-ad-slot="9075698603"</ins>
<script>(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});</script>
-->
</iframe>

Ikranagara meninggal dunia pada usia 79 tahun, dengan meninggalkan satu istri, Kay Glassburner dan dua orang anak, yaitu Innosanto Nagara dan Rakrian Biko Nagara.

Berikut ini profil Ikranagara, aktor senior yang telah menyabet berbagai penghargaan di dunia film, seni, sastra, dan budaya.

Baca Juga: Mengunjungi Seniman Tari Idealis Ciamis, Neng Peking: Regenerasi Dibutuhkan Agar Kesenian Tradisi Tak Punah

Dikutip dari ensiklopedia.kemendikbud.go.id, Ikranagara terkenal sebagai seniman serba bisa. Dia adalah aktor film, seniman teater, pelukis, dan sastrawan.

Ikranagara lahir di kota Negara, Loloan, perkampungan muslim di Bali pada 18 September 1943. Ibunya merupakan keturunan Jawa-Bali, dan ayah berasal dari Makasar-Madura.

Ikra merupakan anak pertama dari sepuluh bersaudara. Ia senang sekali membaca buku, dan belajar tafsir Alquran serta kitab kuning pada kiai di salah satu pesantren di Loloan.

Baca Juga: Suka yang Manis? Berikut 4 Tempat Wisata Kuliner Roti Bakar Legendaris di Bandung yang Wajib Kamu Coba

Ketika ia sekolah di Sekolah Rakyat (SR), Ikra memiliki teman yang ayahnya adalah seorang dalang. Kepadanyalah Ikra belajar wayang dan sering ikut jadi dalang dalam pementasan wayang. Dari sinilah, bakat seninya mulai tumbuh.

Kemudian melanjutkan sekolah ke SMP dan SMA di Singaraja. Semasa kecil hingga remaja, Ikra sangat tergila-gila dengan buku, ia juga kerap terlibat dalam pementasan teater di Bali, bersama teman sekolahnya, Putu Wijaya.

Karena aktivitas tersebut, Ikra tidak lulus SMA. Ia pun malu, lalu pindah ke Banyuwangi untuk meneruskan sekolah. Di sana, kegiatan berkeseniannya semakin menjadi. Ia bergabung dengan Himpunan Seni Budaya Indonesia (HSBI).

Baca Juga: 5 Tempat Wisata di Bandung yang Dekat dengan Masjid Al Jabbar, Nomor 3 Paling Hits!

Setelah menamatkan SMA di Banyuwangi, Ikra menyusul Putu Wijaya ke Universitas Gajah Mada, dan masuk ke Fakultas Teknik. Tapi baru setahun belajar di jurusan tersebut, Ikra memutuskan untuk pindah jurusan ke Fakultas Kedokteran.

Tahun 1966 terjadi pergolakan mahasiswa setelah terjadinya peristiwa G 30 S/PKI. Kegiatan berkesenian menjadi lumpuh. Ikra ikut berdemontrasi, ia bahkan menjadi narahubung Yogyakarta-Jakarta. Kuliahnya pun menjadi berantakan.

Ikra kemudian kembali ke Bali. Tapi di sana ia merasa kesepian. Lalu pergi ke Jakarta dan masuk ke Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, dengan harapan dapat memperoleh pengetahuan untuk kesenian.

Baca Juga: Ini Dia Bacaan Doa Malam Nisfu Syaban, Lengkap Dalam Bahasa Arab, Latin, dan Terjemahannya

Tapi perkuliahan yang cukup padat dengan materi kuliah yang setumpuk membuat ia merasa jenuh, dan memutuskan untuk keluar.

Tahun 1969, Ia bertemu dengan seorang gadis dari California, Kay Glassburner yang memiliki gelar master, yang sedang melakukan penelitian sosiolinguistik dialek Betawi.

Tahun 1970, mereka menikah ketika Ikra masih menjadi seniman gembel di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta.

Baca Juga: Kapan Malam Nisfu Syaban? Simak Amalan yang Dianjurkan Menurut Ustadz Abdul Somad

Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua anak laki-laki, yaitu Innosanto Nagara, lahir tahun 1970, dan Rakrian Biko Nagara, lahir tahun 1980.

Setelah menikah dengan Kay, Ikra pergi ke Hawaii, menemani istrinya untuk meneruskan program doktor pada tahun 1973. Kesempatan tersebut digunakan Ikra untuk memperdalam pengetahuannya di East West Centre, Universitas Hawaii.

Tahun 1975, setelah istrinya menyelesaikan program study dan meraih gelar Ph.D., mereka kembali ke Indonesia. Kemudian mendirikan Teater (Siapa) Saja. Setelah sebelumnya sering terlibat dalam proses teater di Teater Ketjil milik Arifin C. Noer.

Baca Juga: Munggahan ke Tempat Wisata Murah Meriah di Tasikmalaya? Ini Rekomendasi Destinasi Air Terjun Indah Mempesona

Tahun 1979, Ikra menjadi dosen tamu di Universitas California, Universitas Ohio, dan Universitas Michigan.

Pada saat yang sama ia juga menjadi seniman tamu di Theatre Compesino (Los Angeles), Snake Theatre (San Fransisco), dan Gafres Tire (Minneacles).

Ikranagara juga pernah menjadi seorang wartawan dan redaktur Harian Raja pada tahun 1967-1968. Ia juga menulis naskah drama yang masih sering dimainkan oleh kelompok teater saat ini.

Baca Juga: Survei Cawalkot STISIP BP Banjar Undang Reaksi, Mantan Wakil Wali Kota Pertanyakan Perizinan dan Metodologinya

Naskah Drama Topeng dan Saat-saat Drum Band Mengerang-erang meraih hadiah harapan Sayembara Penulisan Naskah Dewan Kesenian Jakarta tahun 1972 dan 1973.

Ia juga menulis cerita pendek dan puisi yang dimuat di berbagai majalah dan surat kabar. Seperti Horison dan Republika.

Ikranagara juga terkenal sebagai aktor film Indonesia. Beberapa judul film yang sukses dibintanginya, yaitu  Pagar Kawat Berduri (1961), Bernafas dalam Lumpur (1970), Cinta Biru(1977), Si Doel Anak Modern (1976).

Baca Juga: Suhu Politik Banjar Memanas. Survei Tim Pusdikapik STISIP BP Banjar Bikin Kandidat Balon Wali Kota Bereaksi

Film lainnya, yaitu Dr. Siti Pertiwi (1979), Untukmu Indonesiaku (1980), Djakarta 66 (1982), Keluarga Markum (1986), Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1985), Bintang Kejora (1986), dan masih bayak lagi.

Selama lebih dari lima dekade berkiprah di dunia seni peran, Ikranagara meraih beberapa peghargaan, yaitu Piala Citra di Festival Film Indonesia untuk peran dalam film Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1986) sebagai aktor pendukung terbaik.

Dia juga dinobatkan sebagai Aktor Terbaik dalam film biografi Sang Kiai (2013) sebagai tokoh pendiri Nahdlatul Ulama, Hasyim Asy’ari.

Baca Juga: Tengah Malam, Penjabat Wali Kota Tasikmalaya Sidak ke RSUD dr. Soekardjo. Cek Progres Pengerjaan SIMRS

Dan penghargaan dari Indonesian Movie Awards sebagai aktor terbaik dalam film Laskar Pelangi (2009) sebagai Kepala Sekolah Pak Harfan.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, penyakit struk mulai menghambat aktivitasnya. Ikra pun berusaha berjuang untuk melawan penyakitnya itu.

Namun setelah lama berjuang, akhirnya Allah memanggilnya. Kini, Ikranagara telah berpulang. Selamat Jalan Ikranagara...***

Editor: Zulkarnaen Finaldi

Tags

Terkini

Terpopuler