Gempa M5,6 di Cianjur Disebabkan Sesar Cugenang, BMKG Dorong Pemkab Cianjur Lakukan Relokasi Rumah Warga

15 Desember 2022, 11:52 WIB
Foto udara zona patahan aktif Cugenang. /BMKG/

KABAR PRIANGAN-Gempa yang mengguncang wilayah Cianjur Jawa Barat pada 21 November lalu dengan magnitudo 5,6 merupakan gempa merusak.

Gempa ini menyebabkan 335 jiwa meninggal dunia, 8 masih dinyatakan hilang hingga Selasa 13 Desember 2022, dan lebih dari 500 warga mengalami luka.

Sebanyak 169 desa dari 16 kecamatan terdampak gempa ini. Tercatat 56.548 rumah, 18 fasilitas kesehatan, 281 tempat ibadah, 544 fasilitas pendidikan dan 18 kantor/gedung mengalami kerusakan.

Baca Juga: Selamat Hari Ibu! Inilah Resep Cupcake ala Cafe, Hadiah Spesial untuk Bunda Tercinta

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan bahwa berdasarkan survey yang dilakukan BMKG, pemicu gempa adalah sesar yang baru teridentifikasi.

Hal ini diungkapkan oleh Kepala BMKG Dwikorita pada Kamis 8 Desember 2022.

Menurut Dwikorita pemicu gempa ini yaitu Sesar Cugenang.

"Pemicu gempa Cianjur magnitudo 5,6 pada 21 November 2022 lalu adalah patahan atau Sesar Cugenang. Ini adalah sesar yang baru teridentifikasi dalam survei yang dilakukan BMKG," jelas Dwikorita.

Baca Juga: Selamat Hari Ibu! Intip 7 Tempat Kuliner Legend di Ciamis, Cocok Dikunjungi bersama Bunda Tercinta

Alasan penamaan sesar ini menurut Dwikorita karena jalur patahannya ada di wilayah Cugenang maka dinamakan Sesar Cugenang.

Atas temuan sesar baru ini, BMKG mendorong Pemerintah Daerah Cianjur untuk segera merelokasi permukiman warga di sepanjang zona patahan atau Sesar Cugenang.

Area sesar seluas kurang lebih 9 kilometer persegi tersebut dinyatakan sebagai zona berbahaya untuk dihuni karena rawan gempabumi.

Baca Juga: Piala Dunia 2022 Qatar: Hentikan Rekor Fantastis Singa Atlas, Les Bleus Tantang Argentina di Partai Puncak

Dwikorita memaparkan bahwa Sesar Cugenang membentang sepanjang kurang lebih 9 kilometer dan melintasi sedikitnya 9 desa.

Dari 9 desa yang dilintasi Sesar Cugenang, delapan di antaranya termasuk Kecamatan Cugenang yaitu Desa Ciherang, Desa Ciputri, Cibeureum, Nyalindung, Mangunkerta, Sarampad, Cibulakan, dan Desa Benjot.

Sedangkan satu desa terakhir, Nagrak, lokasinya di dalam wilayah Kecamatan Cianjur.

"Karena Sesar Cugenang adalah sesar aktif, maka rentan kembali mengalami pergeseran atau deformasi, getaran dan kerusakan lahan, serta bangunan,” ucap Dwikorita.

Baca Juga: Sumedang Raih Terbaik Pertama Kinerja Penurunan Stunting se Jawa Barat

“Area sepanjang patahan harus dikosongkan dari peruntukkan sebagai permukiman, sehingga jika terjadi gempabumi kembali di titik yang sama, tidak ada korban jiwa maupun kerugian materil," imbuhnya.

Menurut Dwikorita area tersebut bukan berarti tidak bisa dimanfaatkan.

Area yang berada di jalur Sesar Cugenang tersebut tetap bisa dimanfaatkan untuk keperluan pertanian, kawasan konservasi, lahan resapan, maupun dikembangkan menjadi destinasi wisata dengan konsep ruang terbuka tanpa bangunan permanen.

Baca Juga: Terbaru! Kumpulan 20 Link Twibbon Hari Natal dan Tahun Baru 2023, Lengkap dengan Tata Cara Mengunduhnya

"Poin utamanya, area lintasan Sesar Cugenang terlarang untuk bangunan tempat tinggal maupun bangunan permanen lainnya," jelas Dwikorita.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya BMKG mengatakan gempa Cianjur diduga disebabkan aktivitas Sesar Cimandiri karena pusat gempa berada di dekat sesar tersebut.

Namun setelah dilakukan analisis focal mechanism dan sebaran titik gempa-gempa susulan, analisis citra satelit dan foto udara, serta survei lapangan secara detail oleh BMKG terhadap pola sebaran dan karakteristik surface rupture (retakan/rekahan permukaan tanah).

Baca Juga: Prediksi Susunan Pemain Bali United vs Borneo FC di BRI Liga 1, Lengkap dengan Head to Head Kedua Tim

Juga dari sebaran titik longsor, kelurusan morfologi, dan pola sebaran kerusakan bangunan, maka disimpulkan bahwa gempa Cianjur disebabkan oleh sesar baru Cugenang.

Penemuan atau penetapan zona patahan baru ini sangat vital dalam mendukung proses rehabilitasi dan rekonstruksi berbagai bangunan yang terdampak gempa.

Oleh karena itu, Dwikorita berharap jangan sampai dalam prosesnya, rumah warga maupun berbagai fasilitas umum dan sosial lainnya kembali didirikan di jalur gempa tersebut.***

 

Editor: Helma Apriyanti

Tags

Terkini

Terpopuler