Innalillahi wa Inna Ilaihi Rajiun, Aktor Senior Pemeran Kepala Sekolah Laskar Pelangi Ikranagara Meninggal

7 Maret 2023, 12:05 WIB
Ikranagara berperan sebagai Kepala Sekolah Laskar Pelangi, Pak Harfan. /WordPress/@nikennike/

KABAR PRIANGAN - Masih ingat dengan pemeran Kepala Sekolah Laskar Pelangi Ikranagara? Sebuah pesan singkat beredar di Grup What Apps diduga berasal dari putranya, Innosanto Nagara, yang mengabarkan berita duka, bahwa aktor senior tersebut telah meninggal dunia.

Ikranagara menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 79 tahun di Bali, setelah mengalami sakit struk yang diderita beberapa tahun terakhir.

Almarhum meninggalkan satu orang istri, Kay Ikranagara dan dua orang anak, Innosanto Nagara dan Rakrian Biko Nagara.

Baca Juga: Suka yang Manis? Berikut 4 Tempat Wisata Kuliner Roti Bakar Legendaris di Bandung yang Wajib Kamu Coba

Siapakah Ikranagara?

Dilansir oleh kabar-priangan.com dari ensiklopedia.kemendikbud.go.id pada 7 Maret 2023, Ikranagara terkenal sebagai seniman serba bisa, yaitu aktor film, seniman teater, pelukis, dan sastrawan. Ia lahir di kota Negara, Loloan, perkampungan muslim di Bali pada 18 September 1943.

Ibunya merupakan keturunan Jawa-Bali, dan ayah berasal dari Makasar-Madura. Merupakan anak pertama dari sepuluh bersaudara.Ia senang sekali membaca buku, dan belajar tafsir Al Quran serta kitab kuning pada kiai di salah satu pesantren di Loloan.

Tahun 1969, Ia bertemu dengan seorang gadis dari California, Kay Glassburner yang memiliki gelas master, yang sedang melakukan penelitian sosiolinguistik dialek Betawi.

Baca Juga: 5 Tempat Wisata di Bandung yang Dekat dengan Masjid Al Jabbar, Nomor 3 Paling Hits!

Tahun 1970, mereka menikah ketika Ikra masih menjadi seniman gembel di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta.

Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua anak laki-laki, yaitu Innosanto Nagara, lahir tahun 1970, dan Rakrian Biko Nagara, lahir tahun 1980.

Ketika ia sekolah di Sekolah Rakyat (SR), Ikra memiliki teman yang ayahnya adalah seorang dalang. Kepadanyalah Ikra belajar wayang dan sering ikut jadi dalang dalam pementasan wayang.

Baca Juga: Ini Dia Bacaan Doa Malam Nisfu Syaban, Lengkap Dalam Bahasa Arab, Latin, dan Terjemahannya

Kemudian melanjutkan sekolah ke SMP dan SMA di Singaraja. Semasa kecil hingga remaja, Ikra sangat tergila-gila dengan buku, ia juga kerap terlibat dalam pementasan teater di Bali, bersama teman sekolahnya Putu Wijaya.

Karena aktivitas tersebut, Ikra tidak lulus SMA. Ia pun malu, lalu pindah ke Banyuwangi. Di sana, kegiatan berkesenianya semakin menjadi. Ia bergabung dengan Himpunan Seni Budaya Indonesia (HSBI).

Setelah menamatkan SMA di Banyuwangi, Ikra menyusul Putu Wijaya ke Universitas Gajah Mada, dan masuk ke Fakultas Teknik. Tapi baru setahun belajar di jurusan tersebut, Ikra memutuskan untuk pindah jurusan ke Fakultas Kedokteran.

Baca Juga: Munggahan ke Tempat Wisata Murah Meriah di Tasikmalaya? Ini Rekomendasi Destinasi Air Terjun Indah Mempesona

Tahun 1966 terjadi pergolakan mahasiswa setelah terjadinya peristiwa G 30 S/PKI. Kegiatan berkesenian menjadi lumpuh. Ikra ikut berdemontrasi, ia bahkan menjadi narahubung Yogyakarta-Jakarta. Kuliahnya pun menjadi berantakan.

Ikra kemudian kembali ke Bali. Tapi di sana ia merasa kesepian. Lalu pergi ke Jakarta dan masuk ke Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, dengan harapan dapat memperoleh pengetahuan untuk kesenian, tapi ia merasa jenuh, dan memutuskan untuk keluar.

Setelah menikah dengan Kay, Ikra pergi ke Hawaii, menemani istrinya untuk meneruskan program doktor pada tahun 1973. Kesempatan tersebut digunakan Ikra untuk memperdalam pengetahuannya di East West Centre, Universitas Hawaii.

Baca Juga: Jajal 5 Tempat Wisata Kuliner di Tasikmalaya yang Cocok Buat Munggahan. Banyak yang Berkonsep Sundaan!

Tahun 1975, setelah istrinya menyelesaikan program study dan meraih gelar Ph.D., mereka kembali ke Indonesia. Kemudian mendirikan Teater (Siapa) Saja. Setelah sebelumnya sering terlibat dalam proses teater di Teater Ketjil milik Arifin C. Noer.

Tahun 1979, Ikra menjadi dosen tamu di Universitas California, Universitas Ohio, dan Universitas Michigan. Pada saat yang sama ia juga menjadi seniman tamu di Theatre Compesino (Los Angeles), Snake Theatre (San Fransisco), dan Gafres Tire (Minneacles).

Ikranagara juga pernah menjadi seorang wartawan dan redaktur Harian Raja pada tahun 1967-1968. Ia juga menulis naskah drama yang masih sering dimainkan oleh kelompok teater saat ini.

Baca Juga: Suhu Politik Banjar Memanas. Survei Tim Pusdikapik STISIP BP Banjar Bikin Kandidat Balon Wali Kota Bereaksi

Naskah Drama Topeng dan Saat-saat Drum Band Mengerang-erang meraih hadiah harapan Sayembara Penulisan Naskah Dewan Kesenian Jakarta tahun 1972 dan 1973.

Ia juga menulis cerita pendek dan puisi yang dimuat diberbagai majalah dan surat kabar. Seperti Horison dan Republika.

Ikranagara juga terkenal sebagai aktor film Indonesia. Beberapa judul film yang sukses dibintanginya, yaitu Pagar Kawat Berduri (1961), Bernafas dalam Lumpur (1970), Cinta Biru(1977), Si Doel Anak Modern (1976), Dr. Siti Pertiwi (1979), Untukmu Indonesiaku (1980), Djakarta 66 (1982), Keluarga Markum (1986), Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1985), dan Bintang Kejora (1986). dan masih bayak lagi.

Baca Juga: Dua Pekan Jelang Ramadhan, Harga Bahan Pokok Terus Naik, Warga: Mestinya Pemkab Tasikmalaya Turun Tangan

Selama lebih dari lima dekade berkiprah di dunia seni peran, Ikranagara meraih beberapa peghargaan. Yaitu Piala Citra di Festival Film Indonesia untuk peran dalam film Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1986) sebagai aktor pendukung terbaik.

Aktor terbaik dalam film biografi Sang Kiai (2013) sebagai tokoh pendiri Nahdlatul Ulama, Hasyim Asy’ari. Dan penghargaan dari Indonesian Movie Awards sebagai aktor terbaik dalam film Laskar Pelangi (2009) sebagai Kepala Sekolah Pak Harfan.***

Editor: Dede Nurhidayat

Tags

Terkini

Terpopuler