Cerita Alumni Asal Ciamis Setelah Menempuh Pendidikan di Taman Siswa Yogyakarta, Sekolah Ki Hajar Dewantara

29 April 2023, 20:12 WIB
Salah satu gedung Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.*/www.fkip.ustjogja.ac.id /

KABAR PRIANGAN – Di Indonesia Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei. Tanggal ini dipilih untuk mengenang jasa-jasa Bapak Pendidikan Nasional, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (baca: Suwardi Suryaningrat) atau yang lebih populer sebagai Ki Hajar Dewantara.

Ki Hajar Dewantara adalah bangsawan dari Pakualaman, Yogyakarta, yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889. Berkat jasa-jasa menggagas filsafat, sistem, dan metode pendidikan Indonesia sebagai tandingan dari pendidikan yang digagas pemerintah kolonial Hindia Belanda dan menjadikannya medan juang melawan menjajah, Ki Hajar Dewantara dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh negara pada tahun 1959.

Selain pemikiran, warisan lain yang ditinggalkan anggota Indische Partij ini adalah manifestasi dari pemikirannya mengenai pendidikan dan kebudayaan yaitu sekolah Taman Siswa.

Baca Juga: 4 Dampak El Nino Terhadap Ketahanan Pangan Indonesia

Kendati pernah berjaya pada masa awal pendirianya tahun 1922 hingga beberapa tahun kemudian, Taman Siswa kini pamornya kian redup. Sejumlah Taman Siswa di berbagai daerah kini gulung tikar akibat sepi peminat.

Dilansir dari website fe.ustjogja.ac.id, sekarang terdapat total 129 cabang sekolah Taman Siswa di seluruh Indonesia. Pusatnya berada di Jl. Taman Siswa, Yogyakarta. Di tempat itu dulu Ki Hajar pertama kali mendirikan Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922. Kini di tempat tersebut berdiri kampus pusat Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST). 

Dalam rangka menyambut Hari Pendidikan Nasional tahun 2023, Kabar-Priangan.com mewawancarai salah seorang alumni UST yang berasal dari Kabupaten Ciamis melalui aplikasi WhatsApp pada Sabtu 29 April 2023.

Baca Juga: Tablig Akbar Haol Eyang Kartimanggala di Pasirkadu Ciamis, Kang Ubay dan Sejumlah Dai Muda Sampaikan Tausiyah

Atas berbagai pertimbangan, nama narasumber dirahasiakan, dan sebut saja dengan nama Andi (bukan nama sebenarnya). Andi memilih kuliah di kampus tersebut karena pernah berkunjung ke Pendopo Taman Siswa ketika ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Kakak Andi juga merupakan alumni kampus tersebut.

Kendati demikian, sang kakak tidak pernah banyak bercerita atau mengajak Andi menimba ilmu di kampus yang didirikan Bapak Pendidikan Nasional tersebut. Ia memilih UST karena tertarik pada konsep pendidikan yang digagas Ki Hajar yang ia ketahui dari bacaan. 

Andi memilih jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di kampus tersebut. Setelah masuk dan mulai perkuliahan, ia merasa ada yang berbeda antara konsep pendidikan Ki Hajar di buku-buku dengan apa yang ia alami dalam kenyataannya.

Baca Juga: Detik-detik Saat Pria Paruh Baya Meninggal Mendadak Usai Isi Bensin di SPBU Terusan Indihiang Kota Tasikmalaya

“Nu kapendak ku abdi, nu ngabentenkeun mung aya mata kuliah Ketamansiswaan. Pola pendidikan mah sami jiga kampus nu umum (Yang saya temukan, yang membedakan ((UST dengan kampus lain) hanya ada mata kuliah Ketamansiswaan. Pola pendidikannya sama dengan kampus umum),” jawab Andi ketika ditanya apa yang istimewa dari UST.

Lebih lanjut Andi bercerita bahwa mahasiswa UST sebatas mengetahui pemikiran Ki Hajar melalui mata kuliah tersebut. Namun, pada praktiknya, khususnya di tingkat perguruan tinggi, apa yang digagas pendiri kampus itu tidak pernah Andi rasakan implementasinya sampai ia lulus pada tahun 2012.

“Pami tina Ki Hajar Dewantara memang benten ti nu sanés pola pendidikanna téh. Cuma sayangna penerapan di Kampus Tamansiswa nu kirang, hanya sekadar jadi mata kuliah (Pola pendidikan Ki Hajar memang berbeda dari lain. Namun, sayangnya penerapan di kampus Tamansiswa yang kurang, hanya sekadar jadi mata kuliah,” tulis Andi.

Ia juga menjelaskan bahwa konsep-konsep Ki Hajar justru banyak diimplementasikan oleh komunitas yang ada di Taman Siswa alih-alih institusi kampus secara resmi. Salah satu yang banyak dikembangkan adalah Sariswara. Konsep Sariswara adalah metode belajar bagi anak-anak yaitu belajar sambil bermain. Andi mengaku bahwa boleh jadi konseop-konsep Ki Hajar masih dijalankan di tingkat Taman Indria (Taman Kanak-Kanak) dan Taman Muda (SD) yang lokasinya berbeda dengan kampus UST.

Baca Juga: Ini Dia Lima Drakor yang Akan Tayang Pada Awal Mei, Drama Terbaru Sehun EXO dan Dong Hae Supe Junior

Keresahan lain yang disampaikan Andi adalah tidak adanya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni-Budaya di UST, padahal Ki Hajar sangat menekankan persenyawaan antara pendidikan dan kebudayaan dalam gagasannya. Akhirnya Andi dan kawan-kawanya membuat UKM Seni-Budaya yang diberi nama Sanggar Pamong.

 

“Abdi di kampus bikin UKM namina Sanggar Pamong. Alhamdulillah berjalan dugi ka ayeuna. Mulana keresahan abi, ketika Ki Hajar bicara soal kebudayaan tapi di lingkungan Tamansiswa teu aya ruang anu mengembangkan potensi kebudayaan 

(Saya di kampus membuat UKM namanya Sanggar Pamong. Alhamdulillah berjalan sampai sekarang. Awal mula keresahan saya, ketika Ki Hajar bicara soal kebudayaan tapi di lingkungan kampus Taman Siswa tidak ada ruang tempat mengembangkan potensi ((seni dan)) kebudayaan),” terang Andi.

Baca Juga: Detik-detik Saat Pria Paruh Baya Meninggal Mendadak Usai Isi Bensin di SPBU Terusan Indihiang Kota Tasikmalaya

Ia pun mengutarakan kondisi ironis pendidikan di Indonesia bahwa Ki Hajar dinobatkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional tapi Taman Siswa yang merupakan hasil temuannya sepi peminat, bahkan banyak yang gulung tikar.

“Ayeuna kan pertarosana: kunaon sekolah Taman Siswa jadi tidak diminati, dugi ka banyak sekolah nu tutup? Sementara, Bapak Pendidikan Nasionalna pendiri Tamansiswa 

(Sekarang kan pertanyaannya: kenapa sekolah Taman Siswa tidak diminati, sampai banyak sekolah yang tutup? Sementara, Bapak Pendidikan Nasionalnya pendiri Taman Siswa),” kata Andi.

Baca Juga: Peserta yang Lolos PPPK Kemenag 2023 Diumumkan, Masa Sanggah Sampai 30 April Ini

Hal lain yang ia sampaikan adalah kesannya menimba ilmu di UST. Andi mengungkapkan bahwa dirinya bangga karena pernah kuliah di kampus yang didirikan Ki Hajar. Di sisi lain, ia merasa sedih melihat kondisi Taman Siswa hari ini yang tidak mengaplikasikan gagasan pendirinya dan mulai sepi peminat.

“Di sisi lain bangga pernah sakola di Taman Siswa. Tapi di sisi lain (juga) sedih ningali kondisi Taman Siswa (sekarang),” terang Andi.

Terkait konsep Merdeka Belajar yang digembar-gemborkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, Andi menduga boleh jadi merupakan pengembangan dari pemikiran-pemikiran Ki Hajar. Pasalnya, ia mendapat info Nadiem sempat berkali-kali berkunjung ke Taman Siswa. 

Baca Juga: Prabowo Umumkan Kriteria Cawapres yang Bisa Mendampingi Dirinya di Pilpres 2024

“Nadiem sempat bolak-balik ka Tamansiswa sih. Sababaraha tahun terakhir abdi kénging info. Jigana konsep Merdeka Belajar gé awalna mah ti Tamansiswa. Cuma duka pelaksanaanna (Nadiem sempat bolak-balik ke Taman Siswa sih. Beberapa tahun terakhir saya dapat infonya. Sepertinya konsep Merdeka Belajar juga awalnya dari Taman Siswa. Tapi entah pelaksanaannya,” pungkas Andi.***

 

Editor: Arief Farihan Kamil

Tags

Terkini

Terpopuler