Siswa-siswi, jelas Fikri, selain mendapatkan ilmu teori di kelas, mereka harus mendapatkan pengalaman praktik di lapangan. Nyaris 60 %-70 % aktivitas siswa tersita di lahan.
Ia menambahkan, jika siswa-siswi tidak mempraktikan ilmunya di lahan, bisa dipastikan mereka tergolong siswa abal-abalan alias kaleng-kaleng. Dengan kata lain, siswa itu belum siap pakai.
Baca Juga: Ini 7 Titik Ruas Jalan di Garut yang Diperbaiki Dinas PUPR Menjelang Lebaran
"Siswa SMK Ma'arif NU Zaenal Muttaqin yang tidak mendapat gemblengan di lahan akan sulit beradaptasi dengan dunia kerja dan usaha. Kalau pun bisa, mereka harus banyak belajar lagi karena proses saat di bangku pendidikan tidak matang," ucap Fikri.
Desi, SP, guru pendamping lainya mengatakan, sebagai awal proses budi daya, guru-guru SMK mengajak siswa-siswi langsung praktik, mulai dari pengolahan tanah, persemaian bibit, pemeliharaan tanaman sampai panen.
"Sebelum bibit ditanam, siswa-siswi mengolah tanah terlebih duhulu. Ini dimaksudkan agar tanah sesuai dengan kondisi tanaman yang bakal ditanami," jelas Desi.
Baca Juga: SMK Nesas Jadi Sekolah BLUD Pertama di Sumedang, Ini Daftar Produksi Unggulannya
Tahun lalu, siswanya menanam sayuran kacang panjang, kangkung, buncis, dan timun. Hasil panennya lumayan bagus.
Mudah mudahan kami di SMK Ma'arif NU Zaenal Muttaqin ini bisa menyerap juga teknologi pertanian. “Sehingga lulusannya nanti betul betul jadi petani yg mumpuni atau sukses,” ujar Fikri, SP.***(Taufan Fauzi Noor, S.Pd)