Selain itu, fokus utama kegiatan yaitu memberikan edukasi kepada para guru terkait grooming yang marak terjadi pada anak secara langsung bertemu fisik maupun secara digital.
Yeni menjelaskan secara detail terkait skema grooming yang dilakukan oleh para groomer. Skema ini terdiri atas lima tahapan secara sistematis yaitu membangun kepercayaan, membangun kesamaan pikiran, memberi hadiah, bersimpati, dan memberi nasihat.
Baca Juga: Kemenparekraf Dorong Peningkatan SDM Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Desa Wisata Garut
Rangkaian tersebut ditujukan untuk membangun relasi psikologi agar tercipta kenyamanan, rasa aman, dan kepercayaan dari calon korban.
Pada digital grooming, tahapannya lebih terstruktur dengan memanfaatkan smartphone. Tahapan digital grooming diawali dengan membuat akun palsu di media sosial.
"Akun palsu ini biasanya menduplikasi akun guru, orang terdekat calon korban, atau memasang foto profil palsu," tutur Yeni didampingi Anggota Tim Rama dan Vini.
Yeni menjelaskan bahwa dengan tahapan ini saja sudah terlihat begitu terencananya kekerasan seksual pedofilia. Tahap selanjutnya yaitu proses grooming untuk mendapatkan kepercayaan dari anak.
"Kemudian, para groomer akan meminta nomor kontak aktif di Whatsapp dan memberikan instruksi atau meminta korban untuk merekam bagian-bagian sensitifnya dengan berbagai alasan," ujar Yeni.
Melihat maraknya kekerasan seksual pedofilia di masyarakat, Yeni menilai pendidikan seksual kepada anak sudah tidak bisa ditawar lagi. Harus diubah paradigma pendidikan seksual di masyakarat yang sering dianggap negatif dan tabu.