Tentu saja kuliner hasil kerajinan tangan orang Belanda tersebut tak sesuai ekspektasi dan hakikat kecombroan. Namun rupanya makanan yang rasanya manis itu terlanjur dicicipi dari mulut ke mulut. Warga pribumi pun merasa aneh dengan "kue combro" buatan kaum kolonial. Selain bahan dan rasanya yang beda yakni manis, kue baru itu telah menghilangkan marwah combro karena dimana-mana juga rasa combro pasti asin gurih.
"Ini mah combro kolonial," kata sejumlah penduduk lokal sambil mengunyah makanan yang terasa asing di mulut dan setengahnya lagi dipegang sambil dipandang-pandang.
Dari sebutan "combro kolonial" itulah hingga dalam perkembangannya lama-lama terdengar singkat menjadi combroloni, kemudian menjadi cromboloni, terutama agar tak riweuh diucapkan.
Cek Fakta
Kabar katanya tersebut perlu diverifikasi. Soalnya cerita-cerita tak 100 persen dijamin kebenarannya, bisa jadi disertai bumbu-bumbu, unsur humor untuk mencairkan suasana pergaulan, ngasal, hingga cocoklogi.
Dalam hal yang terakhir, kemungkinannya sangat kuat karena dicocoklogikan kata combro dan koloni yang menjadi combroloni lalu cromboloni. Jadi, faktanya bisa jadi cerita di atas tidaklah benar sehingga tak perlu dianggap serius.
Sejarah Cromboloni
Lantas bagaimana sebenarnya sejarah combroloni, eh, cromboloni? Ini sejarah yang sahihnya. Cromboloni konon asalnya dari Naples, Italia. Di kota yang kini terkenal dengan klub sepak bola mendiang Diego Armando Maradona, Napoli, hingga stadionnya dinamakan nama pemain Timnas Argentina tersebut, cromboloni semula dikenal dengan nama Sfogliatella Riccia. Camilan tradisional warga tersebut mempunyai lapisan adonan tipis dengan isian campuran ricotta, gula, dan sedikit kulit jeruk.