Lakon Yang Ditulis Kemudian, Kisah Tentang Sutinah yang Dijual ke Mucikari oleh Pacarnya Sendiri

8 Mei 2023, 10:46 WIB
Suasana pertunjukan 'Lakon yang Ditulis Kemudian' oleh UKM Teater 28 Unsil Tasikmaslaya. /kabar-priangan.com/Rika Rostika Johara/

KABAR PRIANGAN - Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater 28 Universitas Siliwangi (Unsil) Tasikmalaya menggelar rangkaian Pentas Keliling Jawa-Bali Tahun 2023. Pertunjukan tersebut berjudul 'Lakon Yang Ditulis Kemudian' yang ditulis dan disutradarai oleh Bode Riswandi.

Rencananya, UKM yang rutin mengadakan pentas keliling tiap tahun ini akan menggelar pertunjukan di berbagai kota di Pulau Jawa dan Bali, di antaranya Tasikmalaya, Cianjur, Jakarta, Surabaya, dan Denpasar.

Untuk di Kota Tasikmalaya, Teater 28 rencanya menggelar sembilan kali pementasan. Pada pementasan keenam yang berlangsung pada Jumat (5/5/2023) malam, sejumlah tokoh nampak turut menonton.

Baca Juga: Teater 28 Unsil Tasikmalaya Gelar Pentas Keliling Jawa-Bali Tahun 2023 Bertema Perempuan

Mereka di antaranya Wakil Rektor UNSIL Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Dr. Asep Suryana Abdurrahmat, S.Pd., M.Kes. dan Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Disporabudpar), Deddy Mulyana S.STP., M.Si.

Drama bertajuk 'Lakon yang Ditulis Kemudian' ini mengisahkan seorang perempuan yatim piatu bernama Sutinah yang dijual oleh kekasihnya, Sukat ke seorang mucikari.

Setelah menjualnya diam-diam, Sukat pergi dengan dalih membereskan masalah kedua orangtuanya.

Baca Juga: Ternyata Ini yang Membuat Kades Saguling Marah-marah kepada Anggota DPRD. Otong: Mana Kerjanya Dewan Ciamis?

Sutinah dititipkan ke mucikari tersebut yang diakuinya sebagai bibinya. Ia kemudian dijadikan Pekerja Seks Komersial (PSK). Namun, karena ia sering kali memberontak, ia kerap kali menjadi sasaran amarah sang mucikari.

Pada suatu malam seorang pelanggan Sutinah marah karena perempuan pilihannya itu dianggap tidak baik dalam melayaninya. Lelaki itu memarahi mucikari.

Mucikari itu lantas memarahi dan menyiksa Sutinah. Sutinah yang tidak tahan lantas membunuh mucikari dengan tangannya sendiri.

Baca Juga: Al Nassr vs Al Khaleej di Liga Saudi: Link Live Streaming, Prediksi Skor, Head to Head dan Line Up Pemain

Kendati sang mucikari telah mati, Sutinah tetap tinggal di lokalisasi itu. Ia masih menunggu janji Sukat yang bilang akan menemuinya setelah masalahnya selesai. Penantian Sutinah berlarut hingga 49 tahun.

Suatu hari, Sukat yang telah tua renta datang menemui Sutinah yang juga sama-sama telah tua. Setelah mereka mengenang masa mudanya yang kelam, Sukat membongar alasan ia menjual kekasihnya itu.

Adik perempuan Sukat dijual ayah mereka yang seorang pemabuk. Sukat merasa dendam dan sakit hati atas apa yang menimpa adiknya. Kala itu ia berpikir bahwa semua perempuan perawan yang ia kenal harus mengalami nasib yang serupa dengan adiknya.

Baca Juga: 9 Peserta Utusan Banjar Diberangkatkan Ikut STQH Jabar, Pj Sekda: Diharapkan Raih Prestasi Sekuat 'Wali Sanga'

Kendati telah mendengar penjelasan mantan kekasihnya, Sutinah tetap tidak percaya. Akhirnya ia membunuh Sukat tepat di teras rumah bordil tempat 49 tahun silam ia dijual kekasihnya pada mucikari.

Perempuan Indonesia

Dalam wawancara dengan kabar-priangan.com, Bode menjelaskan bahwa melalui lakon tersebut ia ingin memotret nasib perempuan di Indonesia yang kerap kali masih dipandang sebagai objek, bukan subjek.

Salah satu yang ia kritisi adalah nasib perempuan dalam politik elektoral. Dalam sistem politik di Indonesia, partai politik baru bisa ikut pemilu jika memiliki 30% keterwakilan perempuan baik dalam komposisi bakal calon anggota legislatif maupun komposisi pengurus partai di tingkat pusat.

Baca Juga: Tanah Musala Al-Barru Sirnagalih Tasikmalaya Diwakafkan, Ustaz Oos: Perbanyak Interaksi dengan Sang Khalik

Hal ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam dunia politik. Namun, Bode mengkritisi praktik aturan ini dalam prakteknya malah seolah menjadikan perempuan sebagai komoditas politik belaka, sekadar menjadi syarat, tanpa sampai pada esensi emansipatifnya.

Dosen sastra pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsil ini juga menyoroti sejarah relasi perempuan dan kekuasaan. Sejak zaman dahulu perempuan sering kali dijadikan 'senjata politik' atau mata-mata oleh kaum lelaki demi kekuasaan.

Ia berhadap dengan dipentaskannya lakon ini, masyarakat bisa kembali teringatkan bahwa perempuan punya nilai dan derajat yang sama dengan laki-laki.

Baca Juga: Viral Kades Saguling Ngamuk: Mana Kerjanya Dewan Ciamis? Janji Manis, Angin Surga, Tapi Kalau Sudah Jadi?

Di samping itu, ia berpesan secara khusus kepada perempuan, utamanya yang belum menikah, agar selalu mawas diri, jangan sampai bernasib seperti Sutinah.***

Editor: Zulkarnaen Finaldi

Tags

Terkini

Terpopuler