KABAR PRIANGAN - Menurut Biro Pusat Statistik Palestina, tingkat kemiskinan di Jalur Gaza telah mencapai 53 persen, dengan sepertiga (33,7 persen) penduduk Gaza hidup dalam kemiskinan ekstrem.
Sekitar 64 persen rumah tangga di Gaza kini tidak memiliki cukup makanan, dan tingkat pengangguran mencapai 47 persen. Jumlah ini adalah salah satu yang tertinggi di dunia.
Disebutkan, harga produk saat ini menjadi tidak terjangkau: Air minum dalam kemasan, sebelumnya seharga 2 shekel (Rp7.700), kini menjadi 4 atau 5 shekel (Rp12.400 - Rp15.500). Sekotak telur seharga 45 shekel (Rp186.400). Satu kilogram garam, sebelumnya seharga 1 shekel sekarang menjadi 12 shekel (Rp50.000), sementara gula menjadi 25 shekel (Rp104.000).
Menurut Elhasan Bakr, seorang analis ekonomi yang berbasis di Gaza, distorsi harga telah menyebabkan inflasi antara 300 dan 2.000 persen untuk berbagai produk. Bahkan sebelum 7 Oktober 2023, blokade Israel selama 17 tahun di daerah kantong pesisir tersebut telah mengakibatkan kerugian sebesar $35 miliar atau sekitar Rp543 Triliun bagi perekonomian Palestina.
"Agresi Israel yang terbaru telah menjadi paku lain dalam peti mati ekonomi Gaza," kata Bakr kepada Al Jazeera. "Kerugian langsung pada sektor swasta telah melampaui $3 miliar (Rp46 Triliun), sementara kerugian tidak langsung lebih dari $1,5 miliar (Rp23 Triliun)," tuturnya menambahkan.
Aktivitas Ekonomi Lumpuh Total
Ia juga mengatakan bahwa sektor pertanian telah mengalami kerugian langsung sebesar $300 juta (Rp4.6 Triliun). "Ini termasuk pencabutan dan pembuldoseran pohon-pohon berbuah di lahan pertanian di bagian utara dan timur dekat pagar Israel, yang berarti masih beberapa tahun lagi sebelum para petani dapat menuai hasilnya," ucap Bakr.