Hikmah Ramadan: Puasa, Sarana Pengendalian Hawa Nafsu

- 27 April 2021, 12:02 WIB
KH Dr. Fadlil Yani Ainusyamsi, M.Ag, Pengasuh Pesantren Darussalam Ciamis
KH Dr. Fadlil Yani Ainusyamsi, M.Ag, Pengasuh Pesantren Darussalam Ciamis /DOKPRIBADI/

KABAR PRIANGAN - "Hai orang-orang yang beriman, di wajibkan atas kamu berpuasa. Sebagaimana, diwajibkan kepada umat-umat sebelum kamu, agar kamu dapat bertaqwa". (QS. al-Baqarah; 183). Puasa seperti yang tertulis dalam ayat tersebut adalah puasa wajib yang diperintahkan Allah SWT.

Jadi, itu puasa bagi umat Islam yang dilaksanakan setiap bulan Ramadan. Kewajiban puasa dikhususkan bagi umat Islam yang mampu menjalaninya. Puasa tersebut tidak wajib bagi anak-anak kecil yang belum baligh, orang yang dalam perjalanan dan orang yang sedang sakit.

Bahkan, wanita yang sedang haid juga dilarang untuk berpuasa, tetapi harus diganti (qadha) pada bulan berikutnya (sesudah bulan Ramadan).

Menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, tentunya tidak hanya menahan lapar dan dahaga serta beberapa hal yang membatalkan puasa. Namun, ada beberapa amalan yang memiliki arti penting untuk dikerjakan.

Ada amalan-amalan yang memiliki nilai (value) positif bagi orang yang mengerjakan puasa. Itu seperti membaca Alqur’an (tadarus), qiyam Ramadan (shalat tarawih), menyantuni fakir miskin dan beberapa amalan yang sangat bermanfaat lainnya. Bahkan, bagi orang yang tidur di siang hari saat sedang berpuasa juga akan menjadi ibadah.

Mengerjakan ibadah puasa, kita dituntut untuk selalu kontrol diri (self-control) dari perbuatan yang dapat mengurangi keutamaan dan nilai puasa. Hal itu seperti bergunjing, marah-marah, berkata kotor, menghina, dan berperilaku yang dapat mendatangkan mudarat.

Hal tersebut tentu harus dihindari. Maka, artinya, seseorang yang sedang melaksanakan puasa, wajib untuk selalu menahan diri (self-filter) dari nafsu yang berakibat merugikan diri sendiri.

Allah SWT telah jelas menyatakan dalam firman-Nya. "Sesungguhnya, setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia sebagai musuhmu. Karena sesungguhnya, setan itu hanya mengajak golongannya, supaya mereka juga menjadi penghuni neraka yang apinya menyala-nyala (Q.S. Fathir: 6).

Maka, mengenai melawan hawa nafsu, Rasulullah SAW pernah berkata kepada sababatnya. "Kita sekarang telah selesai menjalankan perang kecil dan di hadapan kita ada musuh besar yang datangnya secara tiba-tiba, mari kita siap untuk berperang yang lebih besar".

Sahabatpun bertanya, "Ya Rasulullah, musuh apa yang besar itu dan datangnya secara tiba-tiba?". Rasullulah SAW menjawab, "Musuh yang besar itu adalah hawa nafsu". Jadi, hawa nafsu adalah musuh yang sangat besar. Maka, bagi orang yang beriman tentu perlu senjata yang sangat kuat dalam memeranginya.

Alat itu tentu bukanlah senjata yang digunakan dalam pertempuran biasa atau tombak dan pedang. Namun, senjata yang muktahir itu adalah keimanan kuat yang tertanam dalam hati. Itulah senjata otomatis yang harus di miliki oleh umat muslim. Sebab, senjata itulah yang dapat memerangi ancaman dalam meluluhlantahkan keimanan seseorang.

Pengendalian hawa nafsu, tentunya, harus dibarengi dengan niat yang kuat untuk tidak mengikutinya. Pasalnya, hawa nafsu yang dibiarkan begitu saja tanpa ada niat untuk memeranginya, niscaya sulit sekali untuk melepaskannya.

Hal tersebut seperti menurut Imam Muhammad bin Sa’id al-Bushairi, dalam karya besarnya "Qasidah al-Burdah". Di situ, beliau menyatakan, "Nafsu itu ibarat bayi, bila Anda membiarkan bayi itu begitu saja, niscaya sampai dewasa ia tetap menetek pada ibunya. Namun, bila Anda menyapinya, niscaya bayi itu berhenti pula dari menetek kepada ibunya”.

Perjuangan dalam memerangi hawa nafsu bukanlah perjuangan yang harus mengumpulkan pasukan sebanyak mungkin. Namun, itu adalah perjuangan yang di laksanakan hanya dengan berpegang teguh terhadap nilai-nilai Ilahi. Itu harus berpegang teguh terhadap ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya. Tentunya, hal itu dalam bentuk kendali, strategi dan teknik untuk upaya pengendalian hawa nafsu.

Prasyarat utama yang harus di penuhi oleh manusia untuk mencari dan menemukan kemenangan dalam hidupnya adalah mengekang hawa nafsunya. Cara mengekang hawa nafsu dan memerangi para pengikut syetan, yaitu harus tetap berpegang tegung pada ajaran Alqur’an dan Sunnah. Maka, bila manusia telah mampu memenuhi prasyarat ini, tentunya, ini jadi sebuah perjuangan atau jihad dalam arti yang sesungguhnya.

Memerangi hawa nafsu, tentunya sebuah pekerjaan yang di anggap mudah apabila selalu berpegang teguh terhadap tali (agama) Allah SWT. Sedangkan, hal itu bisa di anggap berat apabila kita tidak mau melepaskan diri dari cengkraman nafsu itu sendiri.

Semoga di bulan Ramadan ini, kita semua senantiasa mampu menjalankan ibadah puasa dengan khusu. Selain itu, semoga kita selalu sabar dan menjaga diri dari segala perbuatan yang dapat mengurangi nilai puasa kita. Sehingga, pada akhirnya, kita dapat di sejajarkan dengan orang-orang terdahulu. Itu adalah orang-orang yang mendapat kemenangan dari Allah SWT.***

Oleh : KH Dr. Fadlil Yani Ainusyamsi, M.Ag.

Pengasuh Pesantren Darussalam Ciamis

 

Editor: Zulkarnaen Finaldi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x