Adapun panen raya Rabu lalu merupakan panen kali ketika, setelah 80 hari sejak penanaman pada November 2021. Dari sekitar 700 pohon yang ditanam, jika dirata-ratakan setiap buah melon beratnya 1 kg, maka menghasilkan sekitar 700 kg.
Pihak pesantren sebetulnya bisa saja memproduksi buah melon berukuran lebih besar misalnya berat 2 kg. "Kenapa kami tak 'mencetak' yang ukuran besar 2 kg ke atas misalnya, itu bisa saja sebetulnya," tutur Darif kepada Kabar-Priangan/Harian Umum Kabar Priangan.
"Tapi permintaan market-nya ukuran seperti itu yakni minimal berat 0,8 kg dan maksimal 1,4 kg. Jika ukurannya tak rata kan harganya juga jadi lebih murah," kata Darif yang merupakan
generasi kedua Pesantren Banyulana.
Baca Juga: Peringatan HPN ke 76, Ini Pesan Kapolda Jabar Kepada Jajaran Polres
Darif bersyukur karena melon yang dihasilkan kali ini lebih bagus dari dua musim panen sebelumnya. Selain ukuran, ia pun puas karena melonnya berkualitas. Termasuk kadar rasa manis Brix yang menurut alat ukur tingkat kemanisan buah Refractometer Brix DBR-85 ada di angka 15.
"Istilah Sunda mah manisnya kareueut. Melon-melon yang biasa di pasaran rata-rata Brix-nya di angka 8-10," ucap Darif, putra (Alm) KH Ahmad Hidayat itu.
Selain manis, tekstur buah melon yang dalamnya berwarna putih kehijau-hijauan itu pun renyah. "Kami menanam sesuai panduan atau SOP (standar operating procedure) dari Pesantren Al Ittifaq, pontren tersebut juga kebutuhan barangnya kan sesuai kontrak dengan buyer," ujar Darif.
Baca Juga: Miliki Sentra Batik Cigeureung, Namun Kota Tasikmalaya Tak Punya LKP
Karena budidaya melon tersebut berada di bawah Pesantren Al Ittifaq itulah, mengenai pemasarannya pun Pesantren Banyulana tak ada kendala. Kopontren Al Ittifaq siap menampung produk melon yang dihasilkan lembaga pesantren di bawah binaannya.