Desi Lestari, petugas pintu masuk pos Situs Karangkamulyan lainnya, menuturkan, jika satu kelompok ingin merebut kawasan pos ini padahal telah dikuasai kelompok lain, mereka tak segan-segan menyerang hingga area tersebut berhasil dikuasai.
"Misalnya ketika dari Cikahuripan datang ke sini (dekat pos pintu masuk) tandanya ingin merebut wilayah, dan kelompok di sini mempertahankan maka keributan dipastikan terjadi," kata Desi.
Baca Juga: 8 Rumah Terendam, 32 Rumah Terancam Abrasi dan Terisolasi, Warga: Kemana Pemkab Sumedang?
"Harus gelut dulu. Setelah kelompok satu menguasai kawasan tersebut, beberapa waktu kemudian kelompok lain ganti menyerang untuk merebut kawasan. Jadi yang memegang kawasan pos ini yang berkuasa di sini," ucap Suwartono, menambahkan.
Saat tawuran, monyet-monyet riuh bersuara atau garandeng (berisik). Jika yang tak biasa mendengar, ketika berada di area hutan yang sepi akan terasa suasana mencekam. Kadang tawuran tersebut menimbulkan korban yang berdarah-darah.
Namun saat tawuran tidak semua anggota kelompok terlibat, masing-masing kelompok hanya sekitar lima-10 ekor, mungkin yang paling senior, petinggi, utusan, atau jeger-jegernya saja. Bedanya dengan tawuran manusia, mereka sportif tangan kosong tentu saja tanpa memakai senjata tajam.
Apakah saat tawuran sering memakan korban luka berat hingga ada monyet yang ngajoprak (tergeletak) masuk rumah sakit dalam penanganan medis dokter hewan? Suwartono dan Desi tergelak.
Menurutnya, tubuh monyet kuat. "Monyet mah kuat, anu atos jewol oge tiasa rapet deui (Yang tubuhnya sudah luka dalam juga bisa rekat lagi)," ujar Suwartono.
Saat ngobrol-ngobrol dengan Kabar-Priangan.com/Harian Umum Kabar Priangan, Suwartono dan Desi juga banyak tertawa. Siang itu, dari pos pintu masuk terlihat segerombolan monyat "santuy" berkeliaran jalan-jalan di kawasan lapang kecil, ada juga yang bergelantungan dan nongkrong-nongkrong di plang petunjuk situs.