Menurut KH Ubay, sebelum bermukim di Cipatik, Eyang Kartimanggala berkelana ke berbagai daerah. Dalam usia 5-6 tahun, jika digeunggeureuhkeun (ditegur) oleh masyarakat ia menghilang. Ketika bermain dan dikepung oleh maskarakat, menghilang juga. "Beliau tidak betah di Cipatik lalu mengaji ke luar daerah selama 50 tahun sehingga Beliau itu ahli ilmu, ahli tafsir, ahli alat. Itulah keistimewaan Eyang Kartimanggala, Beliau sempat diminta kembali ke Cipatik untuk
menjadi dalem. Namun Beliau menolak jabatan tersebut," ucapnya.
Di Cipatik, Eyang Kartimanggala juga punya kakak ipar bernama Eyang Abdurrahman yang sama-sama wali di Bojong Soreang. Keturunan Eyang Bojong banyak termasuk KH Ubay yang mempunyai nenek dan kakek dari Sukajadi Kecamatan Sadananya Ciamis.
"Jadi dengan membuka sejarah Eyang Kartimanggala di sini menyambungkan karuhun saya pribadi dari jihad kakek dari ibu. Kakek saya adalah menantu Pesantren Cigadung KH Soludin. Beliau merupakan anak Eyang Dalem Abdurrohman yang juga kakak sepupu dengan Eyang Kartimanggala," ujar KH Ubay.
"Setelah saya telusuri, Masya Allah, itu mah turunan dalem menjadi pejabat, kalau Eyang Kartimanggala mah saat ditunjuk untuk menjadi dalem itu tak mau sehingga menghindar ke luar daerah. Pindah ke Jawa (Timur), pindak ke Cipatik lalu punya putra, pindah lagi ke Ciamis dan jejaknya ketemu sekarang-sekarang yakni di sini di Pasirkadu Petirhilir," ucapnya melanjutkan.
Disampaikan KH Ubay, keistimewaan Eyang Kartimanggala selain diantaranya ilmunya yang tinggi di bidang agama, juga kesaktiannya. Pada zaman Belanda itu karena tak mau menurut pada Belanda, kediamannya sempat diserang oleh pasukan kolonial dari Bandung. "Namun saat masih di jalan belum sampai Ciamis, semua tentara Belanda singsireumeun (kesemutan) sehingga kembali lagi," ucapnya.