Di tengah aksi juga, massa beberapa kali memutar rekaman suara Bupati Ade Sugianto yang bunyinya, kurang lebih, “Tos wé Pa Nanang, sateuacan aya pertanyaan urang sepakat, Saptu mah libur,".
Namun diantara massa langsung berteriak, “Bohong!” Sebab kenyataannya, sampai Mei 2023 para aparat desa tetap masuk kantor.
Selama berbulan-bulan itu, kata Nanang, Bupati Ade Sugianto tidak kunjung menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup), sebagai landasan hukum atas masa kerja para aparat desa.
Disamping meminta libur pada hari Sabtu atau Saptu reureuh, PPDI juga menuntut saku meujeuh (kesejahteraan yang memadai). Karena itu mereka berharap kenaikan gaji atau ada tunjangan.
“Saya berkali-kali datang bersilaturahmi, kemudian audiensi. Nyatanya Perbup itu belum juga ada. Hitung saja, sudah berapa bulan sejak Oktober sampai Mei. Artinya, kinerja Bupati itu kalah oleh aparat desa. Kalau kami, tidak sampai dua jam juga sudah selesai itu,” lanjut Nanang.
Berdasarkan pengakuan para aparat desa, selama ini jangankan gaji yang layak dan tunjangan, untuk THR saja mereka tidak pernah menerima dari Bupati Tasikmalaya. Padahal kalau menghitung kinerja, pelayanan aparat desa terhadap masyarakat kadang selama 24 jam.
Salah seorang aparat desa, Sekdes Cibatuireng, Kecamatan Cipatujah, Asep Suhendar menilai Bupati Ade Sugianto tidak komitmen terhadap ucapannya.
Kalau apa yang diucapkan tidak kunjung terealisasi, bukan tidak mungkin akan ikut menentukan raihan suara petahana pada Pemilu 2024.