Senada dengan Assoc. Prof. Dr. Musa Darwin Pane, S.H.,M.H., Ucok Rolando Parulian Tamba,S.H.,M.H. yang juga merupakan kuasa hukum ahli waris Faber berpendapat, secara normatif hutan itu statusnya ada dua.
Baca Juga: Diisukan akan Maju di Pilkada Pangandaran 2024, Jeje Tegaskan Istrinya Sudah jadi Anggota DPR RI
Yang pertama hutan negara dan yang kedua status hutan hak, bilamana fakta hukumnya itu adalah hutan hak maka dugaan kegiatan dalam hutan hak tidak dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan yang memiliki sifat melawan hukum (strafbaar feit).
“Negara harus hati-hati dalam melakukan penegakan hukum, kewajiban negara itu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan bukan sebaliknya” ungkap Direktur LBHA Trisakti Indonesia ini.
Ijudin pun kembali menjelaskan awal kejadian ini bermula pada tanggal 9 Maret 2024, dimana pembeli kayu melakukan penebangan di tanah milik Faber yang masuk wilayah administrasi Desa Sidamulih, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran.
Baca Juga: Ini Besaran HET Beras Medium di Pangandaran Berdasar Peraturan Badan Pangan Nasional
Menghentikan Penebangan
Saat penebangan terjadi dan ada laporan, saat itu juga Ijudin menghentikan proses penebangan.
Proses penghentian penebangan itu bukan karena di luar lokasi hak Faber, akan tetapi karena tanah Faber yang berlokasi di Sidamulih belum terjalin kesepakatan dengan masyarakat penggarap, tokoh adat dan tokoh masyarakat.
Lebih lanjut setelah Ijudin mengecek ke lokasi penebangan dan bertemu dengan tokoh masyarakat tokoh adat RT/RW perangkat Desa Sidamulih terkait sudah di tebangnya 10 pohon tersebut.
Baca Juga: Polres Pangandaran Siapkan Operasi Ketupat Lodaya untuk Lebaran Tahun Ini