Sejarah Peringatan Maulid Nabi, Antara yang Pro dan Kontra. Berikut Dalil-dalil Pendukungnya

- 1 Oktober 2022, 09:49 WIB
Ilustrasi. Sejarah Maulid Nabi serta dalil-dalil pendukungnya.*
Ilustrasi. Sejarah Maulid Nabi serta dalil-dalil pendukungnya.* /PIxabay/

KABAR PRIANGAN - Sejarah maulid nabi yang diperingati pada setiap bulan rabiul awal tepatnya tanggal 12 Rabiul Awal adalah tanggal Nabi Muhammad SAW dilahirkan atau dikenal sebagai Maulid Nabi.

Pada tahun 2022 ini, peringatan Maulid Nabi akan bertepatan dengan hari Sabtu, 8 Oktober 2022.

Bagi sebagian kalangan umat Islam, memperingati Maulid Nabi masih menjadi kontroversi.

Baca Juga: Maulid Nabi 2022, Berikut Pengertian, Sejarah, Keutamaan dan Amalan Bulan Maulid Nabi Muhammad SAW

Sebagian umat Islam menganggap bahwa memperingati Maulid Nabi hukumya adalah bidah, karena tidak dicontohkan oleh Nabi SAW.

Namun bagi sebagian umat Islam lainnya, memperingati maulid nabi adalah sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.

Berikut ini adalah bahasan tentang dua pandangan yang berbeda menganai peringatan Maulid Nabi.

Baca Juga: Amalan Bulan Maulid dan cara Memperingati HariKelahiran Nabi Muhammad SAW

Sejarah Peringatan Maulid Nabi

Berdasarkan sejarah, peringatan Maulid Nabi tidak pernah ada sejak zaman sahabat, tabi’in (generasi yang berguru langsung kepada generasi sahabat), hingga tabi’ut tabiin (generasi yang berguru langsung kepada generasi tabi’in), serta empat imam mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad).

Para sahabat hingga keempat imam mazhab tersebut adalah orang-orang yang sangat mencintai dan mengagungkan Nabi Muhammad SAW.

Mereka pula kalangan yang paling bersemangat dan menghayati setiap ajaran-ajaran yang diwariskan oleh nabi.

Baca Juga: Kualifikasi MotoGP Thailand 2022 Malam Ini Live di Trans7. Simak Jadwal Acara Trans7 Sabtu 1 Oktober 2022

Beberapa kalangan berpendapat bahwa peringatan maulid nabi pertama kali muncul pada zaman Salahuddin Al-Ayyubi (1193 M).

Salahuddin dikatakan mengajak umatnya untuk memperingati Maulid Nabi guna membangkitkan semangat jihad kaum Muslim.

Kala itu, Salahuddin dan umat Islam memang berada dalam situasi peperangan yang bernama perang salib.

Baca Juga: Lima Rekomendasi Objek Wisata di Pangalengan Bernuansa Pegunungan yang Sejuk. Tiketnya Rp5.000 – Rp10.000 Saja

Meski demikian, pendapat tersebut masih dalam perdebatan, ada sebagian kalangan yang menolak bahwa Salahuddin adalah pelopor peringatan Maulid Nabi.

Alasannya adalah karena tidak ditemukan catatan sejarah yang menerangkan perihal Salahuddin menjadikan Maulid Nabi sebagai bagian dari perjuangannya dalam Perang Salib.

Menurut beberapa ahli sejarah Islam, perayaan Maulid Nabi dipelopori oleh Dinasti Ubadiyyun atau disebut juga Fatimiyah (silsilah keturunannya disandarkan pada Fatimah).

Baca Juga: Persipasi Kokoh di Puncak Klasemen. Persitas, Citeureup Raya, dan Ebod Jaya Berebut Tiket ke Babak 8 Besar

Salah satu tokoh sejarah Islam, Al Maqrizi mengatakan, para khilafah Fatimiyah memang memiliki banyak perayaan sepanjang tahun.

Antara lain perayaan tahun baru, hari Asyura, Maulid Nabi, maulid Ali bin Ali Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah al Zahra, perayaan malam pertama bulan Rajab.

Perayaan para khilafah Fatimiyah lainnya, yaitu perayaan malam pertama bulan Syaban, perayaan malam pertama Ramadan, perayaan Idul Fitri dan Idul Adha, perayaan malam Al Kholij, perayaan hari Nauruz (tahun baru Persia), dan lainnya.

Baca Juga: Gegara Dituduh Jadi Orang Ketiga Rumah Tangga Lesti Kejora dan Billar, Akun IG Devina Kirana Diserbu Netizen

Sumber lain juga menyebutkan bahwa Moch Yunus dalam Tinjauan Sejarah dan Tradisinya di Indonesia (2019) menuliskan bahwa Perayaan Maulid Nabi Muhammad pertama kali diinisiasi oleh khalifah Mu’iz li Dinillah, salah seorang khalifah dari dinasti Fathimiyyah di Mesir pada 341 Hijriyah.

Kemudian, perayaan Maulid dilarang oleh Al-Afdhal bin Amir al-Juyusy dan kembali marak pada masa Amir li Ahkamillah pada 524 H.

Perayaan Maulid Nabi SAW kemudian diperingati kembali berdasarkan instruksi Salahuddin Al Ayyubi pada 1183 M (579 H), atas usul Muzaffaruddin, saudara iparnya.

Baca Juga: PSGC dan Persika 1951 Makin Kokoh di Puncak Klasemen Grup C LIga 3 Seri 1 Jawa Barat. Ganjar Ciptakan Brace

Di antara tujuannya adalah untuk meningkatkan semangat juang umat Islam, serta mengimbangi maraknya perayaan Natal yang dilakukan umat Nasrani.

Meski demikian, perayaan Maulid Nabi sebenarnya terus menimbulkan kontroversi.

Dalam Sejarah Peringatan Maulid Nabi (2007) yang ditulis Nashir Al Hanin menyebutkan bahwa memperingati maulid nabi adalah bidah atau ritual terlarang karena tidak ada tuntunannya dari Nabi Muhammad SAW.

Baca Juga: 'Sudah Jatuh Tertimpa Tangga', Pengrajin Tahu dan Tempe di Tasikmalaya Terancam Stop Produksi, Ini Penyebabnya

Dengan alasan bidah juga, sebenarnya instruksi Salahuddin Al Ayyubi ini turut ditentang oleh para alim-ulama pada 1183, karena usulnya meramaikan kembali Maulid Nabi.

Namun Salahuddin membantah bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan untuk menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.

Apalagi, setelah disetujui Khalifah An-Nashir di Bagdad, perayaan ini kian semarak dilakukan.

Dalil Maulid Nabi dan Pendapat Para Ulama yang Menyebut Peringatan Maulid Bidah.

Baca Juga: Jelang Big Match Persib vs Persija, Begini Kondisi Para Pemain 'Maung Bandung' Menurut Pelatih Luis Milla

Dikutip dari NU Online, salah satu ulama yang menyebut peringatan Maulid Nabi bidah adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki.

Menurutnya peringatan Maulid Nabi bisa berstatus bidah bukan karena praktik ini terbilang baru, tetapi karena keyakinan kita untuk mengenang dan menyebut Rasulullah SAW pada waktu tertentu.

Padahal, mengenang dan bershalawat atas Rasulullah SAW harus dilakukan setiap waktu, bahkan dalam setiap embusan nafas seorang Muslim.

Baca Juga: Akhirnya Putri Candrawathi Ditahan, Sempat Berpesan untuk Anak-anaknya; Belajar yang Baik, Gapai Cita-citamu

Menurut Sayyid Muhammad Alwi Al-Malikii, keyakinan bahwa peringatan Maulid Nabi di waktu tertentu sebagai bagian dari bershalawat dan mengenang Nabi SAW jelas masuk dalam kategori bidah.

Oleh karena itu, keyakinan tersebut harus dibuang jauh agar kita tidak membatasi diri untuk menyebut dan mengaitkan diri dengan Rasulullah SAW pada waktu-waktu tertentu saja.

Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki ingin mengatakan bahwa umat Islam tidak boleh “jauh” dari Rasulullah.

Baca Juga: Bedah Film 'Arul' di SMK Bhakti Kencana Tasikmalaya, Jangan Ada Lagi Perundungan!

Mereka harus menghadirkan kenangan atas akhlak Rasulullah dan membasahi mulutnya dengan shalawat setiap saat.

Tetapi pada waktu-waktu tertentu seperti pada bulan Maulid, masyarakat perlu mengenang Rasulullah lebih intensif.

Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki tidak bermaksud untuk menyalahkan umat Islam yang mengadakan peringatan maulid pada Bulan Rabi’ul Awwal.

Baca Juga: KPU Garut Sebut Adanya Penurunan Jumlah Pemilih yang Cukup Signifikan

Meski mengingat dan bershalawat atas Nabi SAW pada bulan dan hari apa saja bisa dilakukan.

Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki menginginkan masyarakat tidak berlebihan dalam memperingati Maulid Nabi.

Pasalnya, Nabi SAW sendiri tidak menganjurkan kita memperingati hari lahirnya, dan menganjurkan untuk lebih banyak bershalawat pada hari Jumat, meski setiap hari kita juga dianjurkan untuk bershalawat.

Baca Juga: Setelah Pasar Banjarsari Ciamis Kebakaran, Para Pedagang Segera Direlokasi, Bupati Janjikan Waktu Seminggu

Pendapat yang Menganjurkan Memperingati Maulid Nabi

Bagi sebagian umat Islam yang memperingati Maulid Nabi adalah bentuk kecintaannya kepada Rasulullah SAW. Bahkan, seseorang yang tak mengimani Muhammad sebagai Nabi, bergembira ketika Nabi lahir.

Bahkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam al-Bukhari, dikisahkan Abu Lahab, paman nabi yang tak mempercayai Nabi turut bergembira pada saat Nabi Muhammad lahir.

Bahkan, ia memerdekakan seorang budak bernama Tsuwaibah sebagai tanda cinta dan kasih. Dan karena kegembiraannya, kelak siksa atas dirinya di akhirat diringankan setiap hari Senin.

Baca Juga: Rey Mbayang Dianggap Suami Idaman Ketika Rumah Tangga Lesti Kejora dan Rizky Billar Bermasalah, Apa Kaitannya?

“Dan Tsuwaibah adalah hamba sahaya milik Abu Lahab yang dimerdekakan kemudian menyusui Nabi Muhammad saw. Tatkala Abu Lahab telah meninggal sebagian keluarganya melihat dalam mimpi tentang buruknya keadaan dia.

Lalu dia berkata, “Apa yang terjadi?” Abu Lahab berkata, “Aku tidak mendapatkan apapun sepeninggal kalian kecuali aku diberi minum karena memerdekakan Tsuwaibah,” (HR Bukhari).

Selanjutnya, banyak juga dali-dalil yang dijadikan rujukan bagi umat Islam yang memperingati peringatan Maulid Nabi.

Baca Juga: Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Dua Perempuan Dirut dan Bendahara BUMDes Binangun Banjar Dijebloskan ke Tahanan

Misalnya dalam Al-Qur’an surat Yunus ayat 58 dan Surat Al-Anbiya ayat 107 yang menjadi sandaran dianjurkannya memperingati Maulid Nabi.

“Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (QS. Yunus: 58)

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS al-Anbiya: 107).

Baca Juga: Viral! Resep Sandwich Buah ala Jepang yang Lezat dan Mudah Hanya dengan 3 Bahan

Dari dua ayat di atas, kelahiran Nabi Muhammad digambarkan oleh al-Qur’an sebagai keutamaan dan rahmat yang agung, memberikan kebahagiaan dan kebaikan bagi seluruh manusia.

Dalam dua ayat di atas Allah SWT dengan lahirnya beliau dan diutusnya beliau sebagai rasul adalah sebuah rahmat yang tidak terkira bagi seluruh alam semesta ini, rahmatan lil ‘alamin.

Sebagian muslim yang berpandangan seperti ini menganggap orang yang selalu merayakan tahun kelahiran raja, negara, atau hanya orang biasa, saja bisa dilakukan bermegah-megahan, kenapa kita sebagai muslim merayakan kelahiran Nabi yang disanjung-sanjung, cukup dengan shalawat, salam, dzikir, doa, serta berbuat kebaikan seperti sedekah dan membahagiakan orang, saja tidak mau.

Baca Juga: 5 Kuliner Tradisional Khas Jawa Barat Ini Sangat Disayangkan Bila tak Pernah Anda Cicipi, Versi Modern pun Ada

Demikianlah sejarah mengenai perayaan maulid nabi yang di peringati setiap tahun oleh sebagian umat muslim.***

Editor: Zulkarnaen Finaldi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x