Kendati menjadi dua negara otonom yang memiliki kepimpin masing-masing, tetapi Galuh dan Sunda beberapa kali dipimpin oleh raja yang sama.
CP mengisahkan, pada tahun 853 M, kedua kerajaan ini dipimpin oleh satu raja, yaitu Rakeyan Wuwus atau Prabu Gajah Kulwan.
Baca Juga: Kapan Malam Nisfu Syaban? Simak Amalan yang Dianjurkan Menurut Ustadz Abdul Somad
Kendati demikian, ia menugaskan anaknya, Danghyang Guru Wisudha untuk menjadi raja wilayah di Galuh guna membantu tugas-tugasnya sebagai penguasa dua kerajaan besar.
Dalam situasi itu, Galuh menjadi kerajaan bawahan Sunda sebab Rakeyan Wuwus tinggal dan memerintah dari pusat pemerintahan Sunda di kawasan yang kini termasuk Kota Bogor.
Sementara, pusat pemerintahan Galuh masa itu terletak di kawasan yang kini termasuk Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis.
Dikisahkan CP, seorang raja wilayah Galuh bernama Jayadrata yang memerintah sejak tahun 921 M memberontak pada Sunda sebab enggan menjadi “negara satelit”. Pemberontakan itu berhasil, tetapi memicu saling balas dendam antara Galuh dan Sunda.
Hubungan panas-dingin itu berlangsung sampai Prabu Dewa Sanghyang dari Kerajaan Sunda berhasil merebut tahta Galuh dan menjadikannya taklukan.
Sejak itu, hubungan Galuh dan Sunda terus mengalami pasang surut. Menurut Edi S. Ekadjati dalam buku tersebut, ada kalanya kedua kerajaan itu berdiri mandiri dengan Sungai Citarum sebagai batasnya.