Edi yang merupakan pakar naskah Sunda Kuno dan Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, Bandung, ini juga menjelaskan, ada pula masanya keduanya menjadi satu dan dipimpin oleh seorang raja seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Sanjaya (723-732) dan Sri Baduga Maharaja (1482-1521).
Pernah juga ada masa salah satu kerajaan lebih menonjol dibanding yang lain. Pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastukancana di Galuh (1371-1475), kebesaran Galuh melebihi Kerjaan Sunda.
Sebaliknya, ketika keturunannya, Prabu Surawisesa memerintah di Sunda, pamor dan kemajuan Kerajaan Galuh kalah oleh Sunda.
Setelah Perjanjian Kaum Keluarga, CP mengisahkan suksesi tahta Galuh cenderung mulus tanpa pertumpahan darah besar-besaran seperti masa-masa awal lahirnya kerajaan ini.
Dikutip dari makalah berjudul “Ciamis atau Galuh” karya Mumuh Muhzib Z. yang dipresentasikan pada seminar sejarah bertajuk “Menelusuri Nama Daerah Galuh dan Ciamis: Tuntutan dan Harapan” pada 12 Desember 2012 di Padepokan Seni Budaya Rengganis, Ciamis, pada tahun 1595 Kerajaan Galuh jatuh ke tangan Kesultanan Mataram.
Ketika Sultan Agung berkuasa, Kerajaan Galuh diubah menjadi Kabupaten/Kadipaten Galuh dengan pemimpin pertamanya bernama Adipati Panaekan. Peristiwa ini terjadi tahun 1613.
Baca Juga: Jalan-jalan ke Perpustakaan Jakarta di Taman Ismail Marzuki, Isinya Ratusan Ribu Koleksi
Peristiwa takluknya Galuh pada Mataram dan penurunan status dari kerajaan ke kabupaten ini menjadi babak baru bagi Galuh.***