Tiga lainnya yaitu membatalkan perizinan yang telah dibuat pejabat sebelumnya, membuat kebijakan pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya, serta membuat kebijakan baru yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
“(Pembatasan itu bisa dilakukan) kecuali empat-empatnya boleh dengan persetujuan tertulis dari Mendagri,” tandasnya.
“Saya mengingatkan, sebagian besar sudah paham, bahwa Bapak dan Ibu yang ada di ruangan ini adalah penjabat kepala daerah yang mengisi kekosongan. Kita tahu bahwa adanya penjabat kepala daerah ini adalah konsekuensi dari amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada),” ujar Mendagri.
Dia menjelaskan, disahkannya UU Nomor 10 Tahun 2016 berimplikasi terhadap pelaksanaan Pemilu dan Pilkada yang dilakukan serentak tahun 2024.
Pelaksanaan pesta demokrasi secara serentak tersebut untuk memastikan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dengan kebijakan tersebut, masa jabatan kepala daerah yang berakhir sebelum 2024 diisi oleh Pj. kepala daerah.
Mendagri juga meminta Pj. kepala daerah menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan memastikan pelayanan publik berjalan optimal. Hal-hal yang menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah perlu segera dikerjakan. Jangan sampai pelayanan terhambat dan menyebabkan kerugian bagi masyarakat.
Hadir pada rakor ini, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) John Wempi Wetipo, serta jajaran pejabat tinggi madya di lingkungan Kemendagri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).