Zakat Sebagai Solusi Strategis untuk Atasi Krisis Iklim

- 4 Februari 2024, 18:30 WIB
Pada musim kemarau kekeringan terjadi di sejumlah daerah, banyak warga terdampak krisis iklim tersebut dan penyaluran zakat melalui BAZNAS bisa menjadi solusinya.*
Pada musim kemarau kekeringan terjadi di sejumlah daerah, banyak warga terdampak krisis iklim tersebut dan penyaluran zakat melalui BAZNAS bisa menjadi solusinya.* /Ilustrasi/Pexels/

KABAR PRIANGAN - Zakat adalah konsep keuangan Islam yang mengacu pada “pembagian kekayaan” serta “pemurnian dan pertumbuhan”. Dengan mengeluarkan sebagian harta sesuai dengan ketentuan kepada yang berhak menerima, akan terjadi sirkulasi perputaran uang, sehingga nilai dan fungsi uang bertambah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Zakat adalah isim masdar dari kata zaka-yazku-zakah. Zakat berasal dari kata zakah, memiliki arti baik, berkah, tumbuh, dan berkembang. Sehingga, menurut Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq: 5, ketika melakukan zakat diharapkan akan memperoleh berkah, membersihkan jiwa, dan memupuk kebaikan.

Sebagaimana yang tertulis dalam firman Allah dalam Quran Surat At Taubah ayat 103, yang artinya: “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mesucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesuangguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman bagi jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Baca Juga: Pj Bupati Barnas Dorong Baznas Garut Capai Target Pengumpulan Zakat

Dalam kitab suci Al Quran, zakat disebutkan sebanyak 32 kali, dan 26 diantaranya disebutkan berbarengan dengan perintah sholat. Hal itu menyiratkan bahwa perintah berzakat sama pentingnya dengan sholat.

Rukun Islam keempat tersebut, secara umum terbagi menjadi dua jenis yaitu zakat fitrah dan zakat maal, yang berbeda sistem dan peruntukannya. Namun tujuannya tetap sama yaitu untuk kesejahteraan umat.

Namun dewasa ini, kesejahteraan tidak hanya dipengaruhi oleh stabilitas ekonomi, politik, dan sosial. Tapi hal yang paling memberi dampak, terutama bagi lapisan masyarakat yang mudah terdiskriminasikan, adalah perubahan iklim. Seperti banjir, kekeringan, gagal panen, gelombang panas, el nino, kekeringan. Juga perang.

Yang pada akhirnya hal tersebut mengancam kehidupan, karena terjadi krisis pangan dan rantai nilai peternakan. Harga-harga jadi melambung tinggi, tidak terkendali. Jumlah penduduk fakir dan miskin semakin berkembang. Banyak anak menjadi yatim-piatu. Ditambah pula dengan para pengungsi iklim dan orang-orang terlantar.

Baca Juga: Pesan Bupati Rudy Gunawan untuk Baznas dan MUI Garut

Kelompok masyarakat tersebut tentu merupakan zakatable, masuk kedalam delapan golongan mustahik yaitu fakir, miskin, amil zakat, mualaf, hamba sahaya, gharim, ibnu sabil atau musafir, dan pejuang jihad fi sabilillah.

Krisis kemanusiaan kolosal akibat cuaca ini masih akan terus terjadi dan berkembang jika akar masalahnya tidak diatasi. Maka diperlukan pergerakan nyata agar krisis ini tidak berkepanjangan.

Untuk membantu orang-orang yang paling terdampak oleh perubahan iklim dan perubahan ekstrim iklim itu sendiri, negara dapat menggunakan dana sosial berbasis keagamaan, sepeti shodaqoh, infak, wakaf, hadiah, dan amal sukarela lainnya. Selain sumber dana yang bersifat anjuran tersebut, pemerintah juga dapat mengelola sumber ekonomi Islam yang bersifat wajib, yaitu zakat fitrah dan zakat maal.

Bagaimana Zakat Bisa Mengatasi Perubahan Iklim?

Industri keuangan Islam sudah muncul sejak 50 tahun lalu dan telah berkembang menjadi pasar dengan nilai triliunan dollar. Pada tahun 2022, aset keuangan melampaui angka $3 triliun. Naik sebesar 9,4 % dari tahun 2021. Dan diperkirakan akan terus naik sebesar 10% pada tahun 2024 di seluruh industri berdasarkan S&P Global Rating.

Hukum Syariah selalu berprinsip pada kesejahteraan umat. Ekonomi Islam selalu mendorong pembangunan yang bertanggung jawab secara sosial. Nilai-nilai tersebut sejalan dengan kepentingan untuk turut mendanai solusi jangka panjang perubahan iklim yang mengancam kemanusiaan.

Ada potensi besar bagi ekonomi Islam untuk turut berperan dalam menangani krisis iklim. The International Islamic Trade Finance Corporate (ITFC) pada tahun 2022 menyatakan niat untuk meluncurkan penawaran murabahah dengan kredit carbon sebagai aset dasar.

Murabahah adalah perjanjian jual-beli dalam perbankan Syariah, dimana laba atau keuntungan yang adak diperoleh merupakan kesepakatan dari kedua belah pihak, penjual dan pembeli, bank dan nasabah.

Baca Juga: Bupati Arahkan ASN Garut Bayar Zakat ke Baznas, Bisa Terkumpul Rp2,5 Miliar

ITFC dan Regional Voluntary Carbon Market Company (RVCMC) dapat membuka jalan pendanaan baru untuk investasi pendanaan krisis iklim dengan sistem murabahah. Selain itu, juga dapat mendorong perubahan budaya untuk aksi perlindungan terhadap lingkungan.

Hampir semua negara anggota OKI (Organisasi Kerjasama Islam) terdampak perubahan iklim. Dan mereka juga anggota Bank Pembangunan Islam. Sehingga sudah sepantasnya jika umat Islam turut berperan aktif memerangi krisis tersebut, berkomitmen terhadap target net zero, dan menciptakan solusi untuk mengelola tingkat emisi CO2.

Pemerintah Indonesia bahkan telah mengeluarkan aturan mengenai penyelenggaraan kegiatan penangkapan dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture Storage dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2024. Sebagai upaya mitigasi pemanasan global dengan mengurangi karbon dioksida (CO2) pada lapisan atmosfer.

Proyek tersebut tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan pemerintah tentu telah mengkalkulasi benefit yang akan di dapat dari upaya tersebut. Namun, apakah investasi yang akan datang akan dilakukan dengan cara murabahah seperti yang dilakukan oleh ITFC?

Baca Juga: Program Baznas Goes To School, Solusi Penanganan Masalah Pendidikan di Sumedang

Di Indonesia, secara yuridis, peran dan fungsi lembaga keuangan seperti perbankan syariah dalam sistem pengelolaan zakat tertuang dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Pasal tersebut menyebutkan bahwa bank syariah dan unit usaha syariah dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga bait al-mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, shadaqah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Artinya, jika zakat dapat diterapkan pada pasar global, dengan nilai investasi yang terus meningkat, maka negara kita akan mampu mendanai krisi perubahan iklim dengan skema zakat.

Apalagi posisi Indonesia pada tahun 2022 menempati peringkat keempat dalam State of the Global Islamic Economy. Artinya banyak usahawan muslim yang berhasil mengembangkan bisnisnya. Seperti pakaian dan busana muslim, makanan halal, agen travel, dan lainnya. Masa tidak mengeluarkan zakat?

Baca Juga: Atribut Palestina Bisa Dibeli di Gerai Baznas Sumedang

Zakat merupakan bentuk ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki potensi penting dan strategis untuk kesejahteraan umat. Kandungan ajaran zakat memiliki dimensi yang sangat kompleks. Tidak hanya nilai-nilai ibadah, moral, spiritual, ukhrawi, tetapi juga nilai duniawi, sosial, matrealistis, dan ekonomi.

Setiap bentuk perintah dari Allah SWT, mengandung kebaikan untuk orang itu sendiri. Begitu pun dengan zakat, terdapat ajaran dan hikmah instrinsik

Peran BAZNAS Sebagai Pengelola Zakat

Indonesia sebagai negara hukum menempatkan zakat sebagai instrumen norma hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 45. Legislasi kewajiban zakat bagi umat Islam yang mampu di Indonesia tercermin dari sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa dan Pasal 29 UUD NRI 1995. Maka dibentuklah organisasi atau badan yang berfungsi untuk mengelola zakat agar berhasil dan berdayaguna. Dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar, berupa azas kemaslahatan umum, azas pembagian tugas, azas fungsionalisasi, azas koordinasi, dan azas kesinambungan.

Baca Juga: Pemborong Diminta Tidak Asal-asalan dalam Pembangunan Kantor Baznas Garut

Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, maka pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa prinsip pengelolaan zakat secara professional dan bertanggungjawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah.

Tahun 2011, pemerintah mengamandeman UU tersebut, menjadi Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, bahwa BAZNAS adalah lembaga yang bertugas melakukan pengelolaan zakat secara nasional sedangkan LAZ hanya bertugas membantu BAZNAS dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

Pemerintah pusat memfasilitasi terbentuknya lembaga pengelola zakat, yaitu Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) untuk tingkat pusat dan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) untuk tingkat daerah.

Baca Juga: Baznas Sumedang Minta UPZ Optimalkan Penghimpunan Zakat di Tingkat Kecamatan

Sehubungan dengan program kerjanya, BAZNAS menggunakan konsep sinergi untuk mengumpulkan zakat, infak, dan sodaqoh. Bekerjasama dengan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di departemen-departemen, BUMN, Konjen dan Lembaga Amil Zakat lainnya. Kerja sama ini disebut UPZ Mitra BAZNAS.

Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS menyelenggarakan fungsinya sebagai berikut: 1. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat 2. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat 3. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, 4. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

Berdasarkan hal tersebut, BAZNAS berkewajiban dan berhak untuk mengelola zakat, serta menyalurkannya. Artinya kelompok rentan imbas krisis iklim bisa menjadi salah satu prioritas penerima zakat, yang juga masuk dalam 8 golongan mustahik.

Baca Juga: Baznas Garut Berikan Modal Usaha untuk Orangtua Bayi Gagal Tumbuh

BAZNAS dapat berperan aktif untuk mendata siapa saja yang terancam atau telah menjadi korban keganasan iklim, lalu mengumpulkan zakat bahkan bisa dari investasi panangan krisis iklim. Tapi apakah para pejuang iklim juga bisa menjadi golongan penerima zakat, sebagai pejuang fi sabilillah?

BAZNAS sebagai lembaga pengelola zakat di Indonesia harus berperan aktif dan bijak, salah satunya dengan melaksanakan pengelolaan zakat yang bersifat partisipatif dan mengarah pada keadilan subtantif. Dalam hal ini secara spesifik mengarah pada keadilan iklim.

Zakat dan Iklim Mempengaruhi Kesehatan Mental Muzaki

Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 merupakan landasan hukum untuk pelaksanaan zakat di Indonesia. Tetapi perlu diakui bahwa pasal tersebut masih memiliki beberapa kekurangan, salah satunya tidak adanya sanksi bagi muzakki yang enggan menunaikan zakat harta.

Setiap perintah Allah SWT tentu mengandung hikmah dan kebaikan untuk diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Begitu pun dengan zakat. Orang yang sudah wajib zakat, harus mengeluarkan zakat sesuai dengan ketentuan.

Mengeluarkan zakat tidak hanya memberi keuntungan pada diri sendiri, tetapi juga lingkungan sosial, dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Meski pun zakat dikeluarkan secara individual, tetapi pertumbuhannya bergerak secara eksponensial.

Baca Juga: Baznas Garut Berikan Modal Usaha untuk Orangtua Bayi Gagal Tumbuh

Adapun syarat wajib zakat adalah beragama Islam; merdeka; harta yang dimiliki halal, atas nama sendiri, mencapai nisab sesuai dengan jenis hartanya, mencapai haul; tidak memilki hutang, harta dan penghasilan bertambah.

Menunaikan zakat dapat membersihkan harta dan diri, juga dapat menjadi kendali terhadap kecintaan kepada harta. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al Quran dan hadis.

Mengeluarkan sebagian harta untuk orang lain yang membutuhkan membuat kita sebagi muzakki mengintrospeksi diri, dan mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan. Sehingga dapat mendatangkan ketenangan jiwa.

Selain itu, berzakat juga mengajarkan cara mengelola uang. Menghitung anggaran keuangan yang dibutuhkan dan dana yang akan dikeluarkan, salah satunya untuk zakat. Sehingga akan lebih bijak dalam menggunakan harta yang dimiliki.

Baca Juga: Baznas Sumedang Salurkan Bantuan Sebesar Rp 1,8 Miliar Selama Ramadan 1444 Hijriah

Sebuah penelitian ‘Why We Give’ dilansir dari UK Giving, menemukan bahwa 20 persen responden merasa dirinya lebih baik setelah melakukan amal baik atau sedekah. Hal itu dapat menguatkan nilai-nilai dan prinsip yang dianut. Sebanyak 96 persen responden merasa memiliki kewajiban moral untuk memberikan apa yang miliki, guna membantu orang yang membutuhkan. Sentiment tersebut tentu berakar dari prinsip dan nilai yang dimiliki oleh seseorang.

Selain itu, beramal, dalam hal ini bersedekah, juga bisa menjadi contoh bagi orang lain. Hal itu bisa menjadi katalisator untuk orang lain melakukan amal sholeh dan membantu pada pergerakan serta perubahan yang positif.

Allah SWT juga memerintahkan kepada kita untuk menjaga alam, tempat kita hidup dan bereksistensi. Memelihara alam juga merupakan amal sholeh. Apa yang kita berikan kepada alam juga akan dikembalikan oleh alam kepada kita. Maka apa yang ada dibalik krisis iklim yang sedang terjadi, dikembalikan pula dampaknya pada umat manusia.

Dalam QS Al Maidah ayat 32 dikatakan bahwa siapa yang telah melakukan kerusakan berarti ia telah merusak kehidupan, dan siapa yang telah memelihara kehidupan seorang manusia berarti telah memelihara seluruh kehidupan.

Kini banyak orang yang memilih gaya hidup back to nature, dengan menghuni real estate berkonsep alam, serta tempat rekreasi buatan bergaya hutan dan peternakan. Padahal semua itu sudah Allah berikan secara gratis sesuai dengan yang tertulis dalam QS Al Isra ayat 70.

Baca Juga: Ramadan Tahun ini, Baznas Sumedang Targetkan Zakat Fitrah Capai Rp26 Miliar

Tapi sekarang, kita harus mengeluarkan uang dan membeli karcis untuk menikmati keindahan alam yang semu. Perilaku itu menunjukan bahwa manusia memiliki ikatan batin yang erat dengan alam. Sehingga ingin terus mengunjungi. Manusia selalu merasa rindu dengan ‘rumahnya’.

Psikoanalis C.G Jung mengatakan teori tentang kesadaran kolektif, dimana perilaku manusia dipengaruhi oleh roh nenek moyang secara bawah sadar. Nenek moyang kita adalah orang primitif yang hidup berdampingan dengan alam. Hingga wajar saja jika manusia merasa kesepian karena hubungannya dengan alam telah terputus.

Zakat dan kondisi alam yang baik sama-sama membangun kesehatan mental manusia secara holistik; vertikal dan horizontal. Dan menjadi hubungan simbiosis mutualisme ketika umat manusia juga menjaga kelestarian zakat dan alam.

Dengan menjadi muzakki yang baik, kita berkesempatan untuk memperbaiki kehidupan dan alam. Juga menjaga kesehatan diri sendiri. Kehidupan pun akan terasa tentram

Pilih Pemimpin yang Pro Ekonomi Syariah dan Serius Atasi Krisis Iklim

Tahun politik ini dapat kita manfaatkan untuk memilih seorang pemimpin yang pro pada pertumbuhan ekonomi berbasis Syariah dan serius dalam mengatasi krisis iklim. Karena alam dan lingkungan yang baik, serta stabilitas kehidupan adalah hak setiap warga negara.

Setiap warga negara berhak mendapat perlindungan dan jaminan keamanan dari pemerintah, sesuai dengan amanat undang-undang. Termasuk dari ancaman perubahan iklim dan krisis pangan serta moneter.

Baca Juga: Ini Besaran Zakat Fitrah Konversi Rupiah di Jawa Barat, Berdasarkan Surat Edaran Resmi Baznas Jabar

Masyarakat harus menjadi smart people atau smart citizen dengan menggunakan hak pilihnya dalam menentukan nasib bangsa ke depan. Karena permasalahan ekologi ini sangat berkaitan dengan struktur negara dan pasar.

Persoalan zakat memang menyasar pada individu, yang ‘tidak memiliki kekuatan besar’ dan mungkin kurang radikal dalam rangka menyelamatkan lingkungan hidup. Tapi zakat sebagai salah satu pilar dalam ekonomi Islam dapat menjadi senjata yang canggih apalagi jika dikerjakan oleh pemimpin yang kompeten dan peduli.

Dengan adanya peran BAZNAS dalam mengelola zakat, muzakki akan merasa tentram karena dapat menyalurkan zakat dengan mudah dan terarah, para mustahik pun bisa hidup sejahterah. Berzakat jadi terasa nikmat ditambah lagi adanya jaminan terhadap kiris perubahan iklim.***

Sumber:
Problematika Peran Perbankan Syariah Dalam Regulasi Kelembagaan Pengelolaan Zakat, Aristoni, Institut Agama Islam Negeri (Iain) Kudus, Jurnal Zakat Dan Wakaf.
https://www-cafonline-org.translate.goog/my-personal-giving/long-term-giving/resource-centre/five-reasons-to-give-to-charity?
Islamic Finance 2023-2024: Growth Beyond Core Markets Remains Elusive | S&P Global Ratings (spglobal.com)
IFN - World’s first Fatwa for carbon credits as Islamic finance commodity (islamicfinancenews.com)

Editor: Arief Farihan Kamil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah