Hal ini menjadi salah satu tantangan berkelanjutan bagi elit ulama sejak Revolusi Islam yang terjadi pada tahun 1979.
"Kami semua sedih karena masyarakat kami dibunuh di Iran tetapi kami semua bangga dengan tim sepakbola kami karena mereka tidak menyanyikan lagu kebangsaan, karena itu bukan (lagu kebangsaan) kami, itu hanya untuk rezim," ujar seorang fans Iran yang menghadiri piala dunia 2022 yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, seperti dikutip dari Reuters.
Di masa lalu, tim sepak bola Iran menjadi sumber kebanggaan nasional yang membara di seluruh negeri. Sekarang, dengan protes massal, banyak yang lebih suka menarik diri dari Piala Dunia yang diadakan tepat di seberang Teluk dari tanah air mereka.
Sebelum melakukan perjalanan ke Doha, tim bertemu dengan Presiden Iran, Ebrahim Raisi. Salah satu foto pemain dengan Raisi menjadi viral saat kerusuhan berkecamuk.
Hal itu lantas memicu protes berbagai kalangan di media sosial.
"Perasaan saya campur aduk. Saya suka sepak bola tetapi dengan melihat anak, perempuan dan laki-laki yang terbunuh di Iran, saya pikir tim nasional seharusnya tidak bermain," ungkap mahasiswa Elmira yang berbicara melalui telepon dari Tehran sebelum pertandingan.
Jelasnya, kerusuhan yang terjadi di Iran tersebut menjadikan masyarakat salah faham atas pertandingan yang melibatkan Tim Melli.
Mereka beranggapan tim sepakbola tersebut sama sekali tidak memiliki rasa solidaritas dengan tetap bertanding di piala dunia 2022.