KABAR PRIANGAN - Dukungan dan perhatian untuk menopang kemandirian masyarakat kalangan disabilitas termasuk para tunanetra tampaknya harus terus diperkuat.
Soalnya, dalam hal pengenalan uang juga sebagian besar tuna netra misalnya belum paham, kendati ada coding berupa garis timbul di bagian pinggir di setiap uang kertas baru.
Hal itu diungkap Syifa Azkia Purwanti, salah seorang mahasiswi jurusan Pendidikan Guru PAUD UPI Kampus Tasikmalaya yang tengah melakukan penelitian tentang pengenalan uang bagi kalangan tuna netra di sejumlah sekolah luar biasa (SLB) di Kota Tasikmalaya.
Menurutnya, coding yang menjadi komitmen Bank Indonesia (BI) sebagai bentuk inklusi keuangan perlu sosialisasi masif atau malah coding diganti Braille. Karena saat responden tunanetra dicoba dengan menempelkan hurup braile dalam penelitiannya, mereka bisa gampang mengenalinya.
"Sosialisasi terkait pengenalan uang bagi tunanetra saya harap lebih masif dilakukan. Kalau untuk uang baru yang kembarannya masih jaleger, ada sebagian kecil yang tahu. Tetapi ketika kualitas uang sudah lecek, mereka mengalami kesulitan dan tak lagi bisa menerka nominal uang tersebut," kata Syifa, Rabu 29 November 2022.
Praktisi pendidikan SLB, Aris Rahmam, MPd, dan Ibnu Aqsyn sepakat agar pihak terkait memberi perhatian khusus dalam pengenalan nominal uang untuk tunanetra dalam mendorong kemandirian para disabilitas, terutama tunanetra.
Karena kalau dibiarkan tidak paham, mereka rentan terperdaya baik saat akan bayar angkutan umum, transaksi jual beli atau lainnya. "Saya pernah juga mendapat keluhan dari tuna netra yang berprofesi sebagai pelaku usaha jasa pijat. Mereka acapkali menerima upah yang tidak sesuai dengan apa disepakati," ujar Ibnu.