Pada suatu malam seorang pelanggan Sutinah marah karena perempuan pilihannya itu dianggap tidak baik dalam melayaninya. Lelaki itu memarahi mucikari.
Mucikari itu lantas memarahi dan menyiksa Sutinah. Sutinah yang tidak tahan lantas membunuh mucikari dengan tangannya sendiri.
Kendati sang mucikari telah mati, Sutinah tetap tinggal di lokalisasi itu. Ia masih menunggu janji Sukat yang bilang akan menemuinya setelah masalahnya selesai. Penantian Sutinah berlarut hingga 49 tahun.
Suatu hari, Sukat yang telah tua renta datang menemui Sutinah yang juga sama-sama telah tua. Setelah mereka mengenang masa mudanya yang kelam, Sukat membongar alasan ia menjual kekasihnya itu.
Adik perempuan Sukat dijual ayah mereka yang seorang pemabuk. Sukat merasa dendam dan sakit hati atas apa yang menimpa adiknya. Kala itu ia berpikir bahwa semua perempuan perawan yang ia kenal harus mengalami nasib yang serupa dengan adiknya.
Kendati telah mendengar penjelasan mantan kekasihnya, Sutinah tetap tidak percaya. Akhirnya ia membunuh Sukat tepat di teras rumah bordil tempat 49 tahun silam ia dijual kekasihnya pada mucikari.
Perempuan Indonesia
Dalam wawancara dengan kabar-priangan.com, Bode menjelaskan bahwa melalui lakon tersebut ia ingin memotret nasib perempuan di Indonesia yang kerap kali masih dipandang sebagai objek, bukan subjek.