Kencur Jingkang Sumedang Pernah Kuasai Pasar Nusantara, Begini Kisahnya

18 Maret 2022, 15:49 WIB
Salah seorang petani di wilayah Desa Jingkang, Kecamatan Tanjungmedar, Kabupaten Sumedang, sedang memanen kencur, di kebunnya, Jumat, 18 Maret 2022. /kabar-priangan.com/Taufik Rohman /

KABAR PRIANGAN - Desa Jingkang merupakan salah satu daerah penghasil tanaman obat keluarga (toga) jenis kencur, yang berada di wilayah Kecamatan Tanjungmedar, Kabupaten Sumedang. 

Daerah yang sebagian besar lahan pertaniannya berbentuk ladang ini, ternyata sempat menjadi pemasok utama kebutuhan kencur di seluruh penjuru Nusantara.

Tanaman toga jenis kencur ini, konon mulai dikembangkan oleh masyarakat Desa Jingkang, sekitar tahun 1990-an, ketika daerah tersebut masih masuk sebagai salah satu daerah tertinggal di Kabupaten Sumedang.

Sumedang

Baca Juga: Bupati Sumedang: Jika Peternak Sapi Amanah, Modal akan Bertambah Rp500 Juta

Namun tanpa terbayangkan sebelumnya, ternyata berkat usaha pertanian palawija kencur ini, perekonomian masyarakat di wilayah Desa Jingkang Sumedang, justru akhirnya menjadi bangkit. 

Sejarah mencatat, kemajuan ekonomi masyarakat di Desa Jingkang ini, berawal dari usaha pertanian palawija kencur yang mereka jalani.

Buktinya, selama kurun waktu antara tahun 1990 sampai tahun 2000, usaha pertanian kencur di Desa Jingkang, langsung tumbuh dan berkembang pesat, hingga perekonomian masyarakatnya berhasil meningkatkan.

Baca Juga: Target Retribusi Parkir Berlangganan Sulit Tercapai, Dishub Sumedang Siapkan Skema Baru

Kala itu, hasil produksi kencur di wilayah Desa Jingkang Sumedang ini konon bisa mencapai ribuan ton per setiap kali panen. Saking banyaknya jumlah produksi tersebut, akhirnya kencur Jingkang sampai terkenal hingga ke luar pulau, bahkan hampir merajai pasar komoditi toga jenis kencur di seluruh penjuru Nusantara.

Berdasarkan data yang ada, pada tahun 1990 sampai tahun 2020, kencur asal Jingkang ini tercatat pernah merajai sejumlah pasar komoditas Toga di wilayah Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga pasar di luar pulau seperti Bali dan Madura.

Tingginya permintaan pasar untuk komoditi kencur inipun, konon sampai membuat warga Jingkang banyak yang mendadak kaya dari hasil penjualan kencur.

Baca Juga: Bencana Pergerakan Tanah di Desa Sukamukti Sumedang, 8 Keluarga Masih Bertahan di Pengungsian

“Memang betul, soalnya dulu daerah penghasil kencur terbesar di Indonesia itu, ya daerah kami. Dulu perekonomian warga Jingkang ini majunya dari pertanian kencur. Warga di sini, bisa beli mobil dan motor itu dari hasil panen kencur," kata Asma S.Pd (41) salah seorang petani sekaligus pengusaha kencur asal Dusun/Desa Jingkang, Jumat, 18 Maret 2022.

Petani muda yang gemar bisnis jual beli hasil bumi ini, menyebutkan masa kejayaan tanaman toga jenis kencur yang selama ini menjadi komoditi unggulan bagi warga Desa Jingkang itu, sekarang sepertinya telah berakhir.

Hal ini terlihat, dari terus menurunnya hasil produksi kencur di wilayah Desa Jingkang, Sumedang. Saat ini, hasil produksi kencur di Desa Jingkang hanya tinggal sedikit, di bawah 500 ton per sekali panen.

Baca Juga: Kalangan Pengusaha di Sumedang Masih Awam Terkait Perubahan IMB ke PBG

"Berkurangnya hasil produksi kencur ini, terjadi akibat menurunnya tingkat minat masyarakat untuk bertani kencur. Penyebab utamanya, karena harga jual kencur saat ini, tidak sepadan dengan modal yang harus dikeluarkan untuk proses penanaman,” tutur Asma.

Asma menuturkan, sebagian besar wilayahnya memang merupakan kawasan perbukitan, yang tentunya sangat sedikit areal pesawahan. Karena kondisi daerahnya perbukitan, maka sebagian besar warga di sana hanya mengandalkan hidup dari usaha pertanian palawija, yang salah satunya adalah melakukan budidaya tanaman toga jenis kencur.

Namun sayangnya, kata Asma, seiring perkembangan jaman, usaha kencur tersebut belakangan ini banyak diikuti juga oleh daerah-daerah lain, sehingga produksi kencur tersebut akhirnya menjadi banyak saingan.

Baca Juga: UPT Metrologi Sumedang Imbau SPBU Wajib Lakukan Tera Ulang Alat Ukur

"Sekarang yang bertani kencur itu kan bukan hanya warga Jingkang. Di daerah lain juga sudah banyak, jadinya harga jual juga makin tidak stabil," ujar Asma.

Akibat dari tidak stabilnya harga jual ini, sambung Asma, akhirnya tingkat minat warga untuk menanam kencur jadi berkurang. 

Dengan begitu, akhirnya hasil produksi kencur di wilayah Desa Jingkang yang semula bisa mencapai ribuan ton per musim itupun sekarang jadi terus berkurang, paling hanya tinggal kisaran 500 ton per setiap panen.

Baca Juga: Pandemi dan Cuaca Hujan tidak Berpengaruh Pada Kesehatan Hewan di Wado Sumedang

“Warga banyak yang berhenti menanam kencur itu gara-gara harga kencur anjlok hingga di bawah Rp 5.000,- per kilogram. Sehingga petani mengalami kerugian yang sangat besar, jadinya banyak yang kapok," ujarnya.***

Editor: Nanang Sutisna

Tags

Terkini

Terpopuler