PMII Kabupaten Tasikmalaya Soroti Peristiwa Aksi Mahasiswa di Depot Pertamina

7 April 2022, 11:23 WIB
Puluhan mahasiswa Tasikmalaya gelar aksi di Depot Pertamina Tasikmalaya, Rabu 6 April 2022 berakhir ricuh. /kabar-priangan.com/Etwin R/

KABAR PRIANGAN - Menyikapi kejadian aksi yang dilakukan mahasiswa Tasikmalaya di Depot Pertamina Tasikmalaya kemarin.

Givan Alifia Muldan Ketua II Bidang Eksternal PMII Kabupaten Tasikmalaya menyesalkan adanya tindakan pihak kepolisian yang dinilai represif.

Menurutnha, Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hak untuk menyatakan pendapat, sebagai bagian dari hak asasi manusia, diatur secara khusus melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Baca Juga: Sayur Nangka Muda, Menu Buka Puasa Berkuah. Cara Membuatnya pun Mudah

Di tengah kontestasi dan polarisasi politik yang tengah terjadi, demonstrasi pun semakin marak terjadi.

Hal ini turut menjadikan netralitas dan profesionalitas aparat kepolisian mendapatkan sorotan yang tajam dari berbagai kalangan masyarakat.

"Tapi tidak sesuai dengan kenyataannya, justru sahabat-sahabat kami dari Kota Tasikmalaya yang menggaungkan suaranya yakni aksi tolak kenaikan BBM justru kian mendapatkan represiditas yang di luar batasan," katanya, Kamis 7 April 2022.

Baca Juga: Alasan Persib Bandung Pagari Ricky Kambuaya dan Rachmat Irianto dengan Kontrak Jangka Panjang

Adapun kemudian sebagaimana pembatasan kebebasan berpendapat di muka umum, kata Givan, telah menimbulkan citra buruk bagi aparat kepolisian di mata masyarakat.

Akibat berbagai tindakan represif dan tidak terukurnya penggunaan diskresi yang kerap kali terjadi.

"Oleh karena itu, melalui metode yuridis normatif, semoga dan harapan saya, ini akan menelisik bagaimana sejatinya negara menjamin akses dan keamanan atas seluruh bentuk penyampaian aspirasi masyarakat," katanya.

Baca Juga: Bulan Ramadan, Polisi Buka Layanan Vaksinasi Gratis di 10 Titik Keramaian Kota Garut

Termasuk, lanjut Givan, dalam hal kebebasan memberikan pendapat di muka umum, serta menganalisis bagaimana seharusnya wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap penanganan unjuk rasa dilaksanakan.

Padahal justru dalam Pekapolri No 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum
Pasal 28, Huruf a.

Yaitu dalam melakukan upaya dan tindakan, aparat harus menghindari tindakan-tindakan yang spontanitas dan emosional berupa pengejaran, membalas tindakan, menangkap dengan tindakan kekerasan dan menghujat.

Baca Juga: Santri Priangan Alumni Lirboyo akan Gelar Seminar Guar Budaya di Sumedang

Huruf e, “Aparat dilarang melakukan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, melanggar HAM”
Huruf f, “Aparat dilarang melakukan tindakan yang melangar undang-undang dan itu sangat jelas sekali.

"Begitulah, saya tidak yakin kemauan pemerintah untuk melepas kepolisian karena kepolisian sangat istimewa perannya dalam politik," katanya.

Lanjut Givan, sebagaimana ketika era reformasi dwifungsi ABRI dipangkas, Polri jadi alat yang penting dimainkan di ranah politik.

Baca Juga: 3 Pemain Persib Bandung Dipanggil Timnas Indonesia U-23 untuk TC di Korea Selatan Persiapan SEA Games 2021

"Saya ingin mengatakan sejatinya bahwa Polisi adalah institusi tempat bagi warga yang hak-haknya terlanggar, mengadu untuk mendapatkan perlindungan," katanya.

"Tugas polisi adalah melindungi, bukan melukai," pungkas Givan.***

Editor: Dede Nurhidayat

Tags

Terkini

Terpopuler