Harga Kain dan Benang Melejit, Nasib Para Pengusaha Bordir Tasikmalaya Kian Terhimpit

3 Januari 2023, 20:57 WIB
Seorang pekerja kerajinan kain bordir di Kampung Sindang, Desa Leuwibudah, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Tasikmalaya, memastikan pengoperasioan mesin bordir berjalan lancar, Selasa 3 Januari 2023.* /kabar-priangan.com/Aris MF

KABAR PRIANGAN - Nasib para pengusaha bordir khas Tasikmalaya pada saat ini kian terhimpit. Setelah mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku benang yang diduga akibat ada monopili perdagangan benang, kini mereka pun dihadapi pada makin mahalnya harga benang.

Belum lagi kain organdi atau kain kaca yang juga ikut-ikutan mengalami kenaikan harga cukup tinggi. Kondisi demikian, membuat para pengusaha bordir tidak punya harapan melanjutkan usahanya.

Bahkan kini, satu per satu usaha bordir yang telah beroprasi belasan tahun itu banyak yang mulai tutup. Hal ini karena biaya pembelian bahan baku ditambah operasional, tidak sebanding dengan pendapatan yang mereka peroleh.

Baca Juga: Nekat Maling Motor di Tasikmalaya Saat Siang Bolong, Pelaku Tertangkap Basah hingga Babak-belur Diamuk Massa

Salah seorang pengusaha bordir di Kampung Sindang, Desa Leuwibudah, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Tasikmalaya, Deden, mengatakan, di desanya sendiri kini sebanyak 80 persen pengrajin bordir sudah gulung tikar.

Sebelumnya ada 100 unit mesin yang beroperasi, sekarang hanya tinggal 20 unit saja. Hal tersebut salah satunya akibat kenaikan harga bahan baku berupa benang dan kain organdi.

"Dulu di sini hampir setiap rumah punya mesin komputer bordir. Bahkan sampai 100 unit mesin dan mempekerjakan ratusan warga. Namun kini sejak bahan baku sulit dan malah, akhirnya pada tutup dan menjual mesinnya," ujar dia, Selasa 3 Januari 2023.

Baca Juga: Gadis Belia asal Malangbong Garut Dilaporkan Hilang Sejak Empat Hari

Deden menjelaskan, dulu harga bahan baku benang masih Rp 2.500 per cones (gulung), harga jual bordiran kebaya di pasaran sekitar Rp 35.000 per buahnya.

Tetapi belakangan ini harga bahan baku benang telah melonjak naik hingga Rp 10.550 per gulung, dan kain organdi yang sebelumnya dari Rp 5.000 juga telah naik sampai Rp 8.000 per meter.

Walau begitu, kenaikan harga jual bordiran kebaya yang dihasilkan para pengrajin tetap tidak ada kenaikan. Di pasaran harga per lembarnya tetap dihargai Rp 35.000. Padahal harga bahan baku benang telah naik lebih dari 300 persen dan kain organdi naik lebih dari 50 persen.

Baca Juga: Mudah Banget, Inilah Resep Risol Mayo Lumer, Jadi Cemilan Keluarga Bikin Jadi Rebutan!

“Harga bahan baku, benang dan kain organdi, sudah tidak sesuai lagi dengan biaya produksi dan ongkos. Sementara harga jual bordir kebaya tetap tidak bisa dinaikan," ujar Deden.

Karena itu kini banyak pekerja di bengkel kerajinan bordir miliknya itu terpaksa diberhentikan. Kini masih tersisa 12 unit mesin bordir dengan seorang pekerja. Idealnya 12 unit mesin tersebut dioprasikan oleh enam orang pekerja.

Dijelaskan dia, semua pengrajin bordir di Kabupaten Tasikmalaya kini hanya bisa mendapat bahan baku benang dan kain organdi dari toko supplier yang berada di Kota Tasikmalaya yang kini diketahui menaikan harga secara sepihak.

Baca Juga: Resmi Ikut Pemilu 2024, Pengurus Partai Ummat Kota Tasikmalaya Gelar Syukuran, Langsung Tancap Gas

Toko supplier itu, menurutnya, merupakan satu-satunya penyedia bahan baku benang dan kain organdi di Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya.

Mendapati kenaikan harga bahan baku yang dinilai Deden tidak wajar, dirinya beserta para pengrajin bordir mencoba untuk membelinya langsung ke Bandung.

“Kami mencoba membeli benang dan kain organdi langsung ke Bandung tapi tidak bisa. Penjual bahan baku di Bandung tidak mau menjualnya kepada kami tanpa alasan. Menolak untuk kami beli," ujarnya.

Baca Juga: Kota Ghaib Saranjana Tak Sengaja Tertangkap Kamera Wisatawan, Konon Miliki Peradaban Maju

Malahan oleh toko yang di Bandung tersebut, mereka tetap diarahkan untuk membeli bahan baku di toko supplier yang di Kota Tasikmalaya itu. Karena itu, Deden berharap supaya pihak pemerintah memperhatikan permasalahan ini.

Mendapati adanya persoalan tersebut, Kepala Dinas Koperasi UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tasikmalaya, Iwan Ridwan, mengaku telah menerima informasi terkait kondisi yang dialami oleh para pengusaha bordir.

Hal itu sesuai dengan apa yang telah mereka sampaikan saat audensi dengan Komisi II DPRD Kabupaten Tasikmalaya bersama pihaknya pekan lalu. "Kami sudah menerima informasi itu. Saat ini kami sedang telusuri alur distribusi penjualan bahan baku tersebut. Apa benar ada semacam monopoli atau bagaimana, belum bisa kami pastikan," ujarnya.*




Editor: Arief Farihan Kamil

Tags

Terkini

Terpopuler