KABAR PRIANGAN - Akses jalan menuju situs sejarah cikal bakal Tasikmalaya yakni Gegerhanjuang di Kp. Gegerhanjuang Desa Linggamulya Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya dibiarkan hancur amburadul.
Padahal, akses jalan tersebut nyaris setiap tahun dilalui oleh pejabat Tasikmalaya, baik kepala daerah hingga ke pejabat pemerintahan dengan menggunakan kendaraan plat merahnya untuk menghadiri Napak Tilas berdirinya Tasikmalaya. Terakhir, jalan tersebut diperbaiki pada tahun 2013 dan hingga saat ini belum pernah mendapatkan sentuhan perbaikan.
"Sayang memang. Para inohong kita hanya menjadikan Napak Tilas Tasikmalaya di Gegerhanjuang hanya seremonial semata. Padahal kalau menilik sejarahnya, tak akan ada Tasik atau bahkan tak akan ada para inohong Tasik kalau tak ada Gegerhajuang,"ucap Kepala Desa Linggamulya Lucky Firdaus didampingi Sekdesnya Dede Farid, Selasa (16/2/2021) usai meninjau akses jalan amburadul menuju Gegerhanjuang.
Baik Lucky maupun Dede mengaku heran dengan perhatian pejabat Tasik terhadap askes jalan ke Gegerhanjuang yang serasa acuh. Padahal selain sarat sejarah berdirinya Tasikmalaya dengan kehadiran Kebataraan hingga kerajaan Galunggungnya, juga akses jalan itu sudah diusulkan oleh Pemdes Linggamulya selama tiga tahun berturut-turut, sejak tahun 2019, 2020 hingga 2021 yang saat ini melalui aplikasi SIPD.
Makanya, Lucky mengaku greget ingin memperbaiki jalan yang rusak sepanjang 1,5 KM yang menuju Gegerhanjuang tersebut menggunakan Dana Desa (DD). Namun karena status kepemilikannya kabupaten, sehingga tak mungkin ia anggarkan di Dana Desa.
Dalam amanat Galunggung, Koropak 632 dari Kabuyutan Ciburuy Bayongbong Garut penerjamah Drs. Atja dan Drs. Saleh Dana Sasmita tahun 1981 yang intinya menegaskan bahwa jika Kabuyutan Gegerhanjuang dimumule oleh penguasa, maka penguasa tersebut kelak mendapatkan kejayaan dan kebahagiaan turun-temurun.
"Itu kata Amanat Galungggung dalam Kitab Sanghiyang Siksakandang Karesian yang ditulis Batari Hyang Janapati,"ucap Sekdes Linggamulya Dede Farid menimpali seraya menyebut, sebelum ada akses jalan dari pemerintah, warga setempat dengan sukarela memberikan tanahnya untuk dibangun jalan dengan harapan merasa bangga akan Gegerhanjuang.
Masih dalam kitab tersebut Ucap Dede, Kabuyutan Gegerhanjuang harus dicegah dari terkuasainya oleh pihak luar. Karena jika hal itu terjadi, lebih berharga nilai kulit Lasun di tempat sampah dari pada Rajaputra (bila Kabuyutan) akhirnya jatuh ke tangan orang lain.